"Lo tenang aja, Stevan, gue pasti bakal menang kok." Entah mengapa temannya ini selalu khawatir tentang dirinya yang jelas saat ini Faro hanya bisa menenenangkan temannya itu untuk tidak berpikiran buruk.
"Iya, gue percaya, tapi lo tetap hati-hati, kita gak tau cara main lawan lo ini gimana," pesan Stevan. Faro hanya berdehem sebagai balasan.
Setelah itu mereka kedatangan seorang temannya lagi, yaitu Rio, teman mereka sekaligus orang yang berkuasa di arena ini. "Faro, lo udah siap? Pengin ketemu lawan lo dulu apa gimana nih?" tanya Rio.
"Pengen ketemu lah, pengen lihat orang yang bakal tanding sama gue," balas Faro dan diberi anggukan kepala oleh Rio dan juga Stevan.
"Tuh, ada di sana, tapi gue cuma mau bilang tutur kata lo yang baik-baik, ya, soalnya dia tuh anak dari pengusaha terkenal, pasti lo kenal Tuan Adam, nah itu bapaknya," ucap Rio. Bukan apa-apa, hanya saja dirinya tidak ingin mendengar jika nanti temannya ini justru mempunyai masalah dengan orang itu, bukannya tidak ingin membantu tapi apalah daya mereka jika di lihat dari sudut pandang Tuan Adam, seperti semut kecil.
"Oke," balas Faro sambil memutar bola matanya.
Saat sedang berada di kerumunan, Faro tetap dengan niatnya yang tadi untuk menemui orang yang akan menjadi lawannya itu. "Halo, gue Faro dan lu? Lu yang bakal tanding sama gue, senang tanding sama lu," sapa Faro santai sambil menampakkan senyumnya yang manis.
"Iya, gue Arlan," jawab Arlan dingin sambil menatap Faro dengan tatapan datarnya.
"Sok kenal nih anak, tapi wajahnya kek familiar deh, siapa, ya?" batin Arlan sambil menatap wajah Faro cukup lama.
"Dih, panjang lebar gue ngomong cuma tiga kata lo jawab? Irit banget sih, ada emas, ya, di mulut lo? Coba, aaaa! Gue pengen lihat!" pinta Faro itu membuat Arlan menatapnya lekat dan tajam.
"Nama panjang lo siapa?" tanya Arlan tanpaingin mengiyakan pinta lelaki itu.
"Aaaa dulu, baru gue jawab," ucap Faro mempermainkan Arlan.
"Gak usah main-main, gue nanya serius," ucap Arlan dengan wajah datarnya.
"Huft, dasar kutub, nama gue it-" Belum sempat menyelesaikan ucapannya, Faro sudah mendengar suara yang memanggil nama mereka berdua untuk berada di garis mulai balap.
"Nanti aja, gue pengin ke sana dulu, selamat ketemu di garis mulai," ucap Faro lalu berjalan santai mengarah ke arah Stevan lebih tepat di mana letak motornya.
Brummm! Brummm! Brummm!
Tak lama datanglah seorang wanita yang berpakaian terbuka ke depan garis mulai sambil membawa bendera hitam putih.
"Are you ready?" tanya wanita itu semangat dan diangguki oleh Faro dan juga Arlan.
"Satu, dua, tiga!"
Saat ini, Arlan lebih dahulu berada di depan sementara Faro masih santai membawa motornya di belakang, di sini terlihat bahwa Faro biasa saja ditinggal jauh oleh Arlan, bahkan dirinya sempat memakan gula getah yang ada di saku celananya itu. Arlan, dirinya membawa motor dengan kecepatan di atas rata-rata dan berbangga di hatinya karena merasa akan menang melawan lelaki itu.
"Udah gak kelihatan aja tuh orang, hai baby, ayo kita perlihatkan ke semua orang kalau kita bisa ngelawan dia," gumam Faro, setelah itu dirinya juga memecutkan motornya.
Lain pula di arena saat ini.
"Lo rasa Faro bisa gak ya ngalahin si Arlan itu?" Tanya Stevan cemas, takut jika Arlan mempunyai niat busuk ke Faro.
"Lo jangan bikin gue ikutan cemas, bego! Lihat aja deh, gue tahu Faro itu gak bisa dikalahin dengan mudah, dia punya seribu kali cara buat ngalahin lawannya saat di jalan," ucap Rio meyakinkan Stevan yang terlihat cemas.
"Gue harap juga gitu," ucap Stevan membuat Rio terdiam dan memilih melihat jalanan.
Benar saja, saat Rio menoleh ke jalan, terlihat kelibat seseorang yang akan sampai ke arena, siapa dia? Tak lama orang itu diselip oleh seseorang. Tak beberapa meter setelah itu, mereka langsung di hebohkan kalau yang mendahului itu adalah Alfaro David.
Teriakan demi teriakan terdengar tak jelas membuat beberapa dari mereka risih. Benar saja, Faro lah yang memenangi perlawanan ini.
"Lo hebat juga, yah, selamat walaupun gue yang menang, pesan dari gue jangan irit bicara," ucap Faro lalu terkekeh.
"Nih uang lo." Arlan memberikan satu amplop yang berisikan uang yang lumayan banyak bagi seorang Faro.
"Makasih." Faro langsung mengambil amplop berisikan uang itu lalu meninggalkan tempat tersebut, tetapi ditahan lagi oleh Arlan.
"Nama panjang lu?" Mengingatkan Faro.
"Dih, masih ingat aja nih orang, baiklah, fans-fansku sekalian, nama panjang gue itu Farooooo gantengg, tahu gak?" ucap Faro bangga dengan senyuman yang merekah pada bibir tipisnya.
"Teman gue serius, eh lu malah becanda," kesal teman Arlan.
"Becanda dikit masa gak boleh? Nama gue itu Alfaro David A. Okey jangan nanya lagi, ya, apalagi yang belakangnya A, gue gak tahu sambungannya apa, Ayam kali ya, yaudah gue pergi dulu," ucap Faro sambil membawa amplop yang berisikan uang.
"Apa itu kamu, Dek?" batin Arlan menatap lelaki itu yang kian menjauh dari dirinya.
Lain lagi ceritanya Faro saat ini, sembari dirinya berjalan mengarah ke teman-temannya, ia mulai bergumam sambil menatap amplop yang tadi diberikan oleh lawannya itu. "Rezeki anak baik dan tampan nih, banyak uang, apa gue bisa jadi kaya?"
"Ya gak bisa lah, bego! Lo aja kerjanya di sekolah ngejahilin guru, belajarnya mah pas besok ada ujian doang, gimana mau jadi orang kaya?" gumam Faro lagi sampai ia di hadapan Stevan dan Rio.
"Tahniah bro, gue senang lo bisa menang. Gimana hari ini? Skuyy ke tempat biasa," ucap Stevan.
"Gue gak bisa kalau hari ini, capek banget gue, pengin bogan di rumah," tolak Faro menolak ajakan Stevan.
"Yaelah, yaudah deh, gue juga capek nih." Stevan tak mau memanjang lebarkan lagi cerita mereka, akhirnya mereka semua memutuskan untuk pulang ke rumah.
Di sisi lain.
"Gue sekarang ada di dekat lu, lu tunggu dan nikmati aja masa-masa ini, karena bentar lagi lu akan hancur seperti kemarin."