/0/12520/coverbig.jpg?v=9955b08df1cf6287f0308fc8b6404737)
Aku sungguh tau saat seorang wanita memutuskan untuk menikah, surganya telah berpindah dari ayahnya menjadi suaminya dan surga suaminya tetaplah ada pada ibunya. Tapi bukankah sebuah rumah tangga itu di dasari kepercayaan kedua belah pihak, segala suka duka kita lalui bersama. Tanpa campur tangan orang lain di dalamnya, walaupun itu dari ibu suaminya sendiri. Aku sungguh sangat ingin suamiku tetap mengabdi kepada ibunya bahkan membantu ibunya saat beliau kesusahan. Akupun tidak ingin suamiku mengabaikan ibunya karena surga terletak padanya, tapi bukan dengan cara menyingkirkan aku dari kehidupannya dan tidak melibatkan aku dalam setiap langkahnya. Aku juga ingin dia sama-sama memprioritaskan aku dan juga anakku. Dulu semuanya sangat baik-baik saja saat aku masih bekerja dan menghasilkan uang sendiri, bahkan aku menjadi menantu yang sangat di bangga-banggakan mertuaku di depan semua orang. Tapi setelah aku keluar dari pekerjaan dan memutuskan untuk fokus menjadi ibu rumah tangga, saat itulah rumah tangga yang aku bangun dengan kebahagiaan perlahan hancur karena ibu mertuaku sendiri.
POV Alma
Mendengar suara motor mas Rahmad membuatku bergegas segera keluar untuk menyambutnya pulang, kulihat dia memboncengkan ibunya.
Pantas saja mas Rahmad pulang telat ternyata dia bersama ibunya. Terlihat ibu mertuaku itu membawa beberapa kantong plastik hitam besar, entah apa isinya aku tidak tau.
"Assalamualaikum." Ucap suamiku dan ibu mertuaku bersamaan.
"Waalaikumsalam salam." Aku mencium punggung tangan suamiku itu.
"Kok bareng sama ibu mas." Tanyaku padanya.
"Iya habis belanja kebutuhan rumah, kalau kamu yang belanja nanti boros, habis uang anakku nanti." Ucap ibu mertuaku itu sambil membawa masuk belanjaannya.
"Mas, susu Ayana habis, aku boleh minta uang."
Suamiku hanya terdiam saat aku meminta uang padanya, entah dia mendengarnya atau tidak, dia hanya berlalu dan duduk di kursi ruang tamu kami, melepas sepatu dan kaos kakinya lalu meletakkannya di rak sudut belakang pintu ruang tamu.
Aku hanya diam melihat gerak geriknya, aku pikir ucapanku tadi cukup keras, jadi dia seharusnya mendengar ucapanku tanpa aku harus mengulanginya lagii.
Tanpa memberiku jawaban apapun dia pergi meninggalkan aku seorang diri di ruang tamu.
Aku segera mengejarnya untuk meminta uang lagi padanya, aku pikir dia mungkin tidak mendengarnya jadi aku menyusulnya ke dapur, kulihat suamiku itu duduk di meja ruang makan kami yang terletak di samping dapur.
Aku segera mengambil piring dan menyendokan nasi di atasnya,
"Mas mau dengan lauk apa?"
Terlihat dia memandang beberapa lauk yang ada di atas meja, hari ini aku memasak ayam goreng dan sambal tomat dan capjay serta sayur sop.
"Ayam goreng sama sayur sop aja, jangan kasih sambal aku gak suka."
Aku mengangguk dan menyendokan lauk dan sayur yang di minta ke dalam piringnya. Lalu meletakkannya di depan suamiku itu.
Sepertinya aku harus menunggunya saat sudah selesai makan, aku takut kalau aku berbicara sekarang akan membuat mas Rahmad tidak selera makan karena mengganggunya makan.
Dan sesekali memandang ke arah kamar, dimana Anaya tidur, karena setelah seharian menangis Ayana tidur dan aku letakkan di kamar sambil beberes rumah.
Ooekk ooeek
Aku berlari saat mendengar Anaya anak semata wayangku itu menangis, bayi umur 7 bulan itu sudah mulai belajar merangkak, aku takut dia terjatuh dari kasur busa spring bed yang agak lumayan tinggi bagi anak seusianya.
Dulunya aku tidur di atas ranjang tapi setelah Anaya baranjak dewasa aku memutuskan untuk memindahkan kasur dari atas ranjang di lantai bawah karena takut saat aku membersihkan rumah ini tanpa sengaja Anaya bangun dan mencariku. Akan sangat berbahaya kalau Anaya jatuh dari tempat tidur setinggi itu.
Dan contohnya seperti sekarang ini, saat aku sudah sampai di kamar, anakku itu sudah berada di dekat pintu sambil menangis seperti memanggilku.
"Cup cup cup sayang, Anaya kebangun karena laper yaa, maafin mama ya sayang, mama belum beliin susu buat Anaya, habis ini kita beli yaa, kita minta ayah buat beli susu buat Anaya." Ucapku sambil mengendong anakku. Menepuk punggungnya pelan agar dia lebih tenang sedikit.
Aku mendekati suamiku untuk meminta uang karena kasihan Anaya yang terbangun karena ingin minum susu. Terpaksa aku harus menganggu makannya terlebih dahulu karena kalau menunggunya selesai kasihan Anaya, karena entah kapan akan selesai kalau dia makan sambil bermain di handphone.
"Mas, susu Anaya sudah habis, aku minta uang untuk beli susu Anaya mas. Kasihan sudah sedari tadi siang Anaya belum minum susu." Ucapku pada suamiku itu.
"Kamu gak liat aku lagi makan? Seneng banget ganggu orang lagi makan?" Ucapnya nyalang padaku, terlihat ada kekesalan di balik matanya itu.
"Maaf mas, tapi kasihan anak kita mas." Ucapku memelas, aku sungguh tidak ingin berdebat dengan suamiku sekarang, aku hanya ingin uang dan membeli susu Anaya sekarang.
"Tanyakan pada ibu, siapa tau dia membelikan susu untuk anakmu itu." Ucapnya tanpa menoleh ke arahku dan anaknya.
Aku segera berlari menuju kamar ibu yang berada di samping dapur, aku segera mengetuk pintunya.
"Buu. Ibuuu. Buka pintunya Bu" aku mengetok pintu kamar ibu mertuaku.
"Ada apa sih Alma, ibu capek mau istirahat, baru juga memejamkan mata udah kamu bangunin, ada apaa memangnya?." Cerocos mertuaku saat pintu terbuka, menampilan wajahnya yang terlihat kuyu.
"Ibu beliin susu buat Anaya gak tadi? Kasihan Anaya bu. Belum Minum susu dari tadi siang."
"Lahh, ya enggak lah mana tau ibu susu buat Anaya seperti apa, lagian kamu anak sedari tadi siang gak di kasih minum susu, mau buat anakmu mati kamu!" Marahnya padaku, aku sama sekali tidak ingin meladeni mertuaku hari ini, aku hanya butuh uang dan membeli susu untuk Anaya itu saja.
Mendengar jawaban itu aku langsung kembali ke tempat suamiku duduk kembali.
"Mas, ibu tidak membelikan susu untuk Anaya, tolong beri aku uang sekarang mas, aku akan belikan di tokonya indah sekarang juga." Ucapku menghampiri suamiku lagi.
Brakk
Sepiring nasi dan lauk yang masih utuh itu terbang dan jatuh ke lantai akibat gebrakan tangan mas Rahmad pada meja.
"Kamu gak liat aku lagi makan! Kamu itu buat aku gak berselera makan, seharusnya kamu nunggu aku selesai makan baru setelah itu minta uang padaku, aku itu capek habis kerja dan baru makan sudah kamu todong dengan masalah anakmu itu." Bentak mas Rahmad padaku.
Anaya yang kaget dengan gebrakan dan Suara lantang mas Rahmad menangis sangat kencang.
Aku hanya diam menggenggam kain batik yang aku gunakan untuk mengendong Anaya, sakit rasanya dadaku, tanganku yang lain aku gunakan untuk menepuk bokong anakku itu agar tangisnya tidak semakin kencang.
Ku lihat mas Rahmad mengambil uang dari dompetnya, mengeluarkan selembar uang berwarna merah, meletakkannya di atas meja.
"Nih, belikan anakmu itu susu agar tidak berisik, kepalaku pusing mendengar tangisannya itu." Ucapnya berlalu menuju ke kamar.
Aku mengambil uang di atas meja itu lalu segera pergi ke toko di seberang jalan dengan berjalan kaki.
Sepanjang jalan aku hanya meneteskan airmata teringat bagaimana perlakuan ibu mertua dan suamiku terhadap anak dan cucu kandungnya ini.
Toko yang cukup besar di daerahku itu berada di seberang jalan besar dekat gang msuk kedalam rumahku. Aku berjalan tanpa alas kaki kesana karena memang Anaya menangis kencang jadi aku harus bergegas pergi.
Sampai di toko
"indah, beli susu S*M nya satu yang ukuran 1 kg ya." Ucapku setengah berteriak saat sudah sampai di toko.
"Eh mbak Alma, mau beli susunya Anaya yaa? Yang besar mbak?."
Aku mengangguk mendengar pertanyaan indah,
Aku hanya menjawab dengan gerakan tubuhku saja karena nafasku yang memburu akibat aku berlari saat menuju kesini dengan membawa Anaya di gendonganku.
"Ini mbak Alma, totalnya 85 ribu, mbak Alma kenapa nafasnya begitu, tadi kesini lari mbak? Sebentar aku ambilkan minum dulu."
Setelah beberapa detik indah keluar membawa segelas air putih dan memberikannya padaku.
"Ini mbak diminum dulu, mbak Alma kenapa lari-larian kesini, sama bawa Anaya, nanti kalau jatuh bagaimana? Kenapa buru-buru sih mbak, kasihan Anaya kalau mbak sampe jatuh."
Aku meneguk habis air satu gelas air yang di berikan indah padaku.
"Kasihan Anaya belum minum susu sedari tadi siang Ndah, nunggu mas Rahmad pulang dulu karena belum ada uang." Ucapku padanya.
Sebenarnya indah usianya tidak terpaut jauh denganku, hanya dua tahun di bawahku saja. Sebenarnya dia sudah menikah tapi suaminya pergi dinas di luar kota jadi untuk membuatnya sibuk dia membuat toko kelontong agar tidak kesepian katanya.
"Ya Allah mbak, kenapa tadi gak kesini dulu, bayarnya kan bisa nanti kalau suaminya mbak Alma sudah pulang, kasihan Anaya sedari tadi belum minum susu mbak."
Aku hanya tersenyum getir dengan ucapan indah padaku.
"Gak enak Ndah, makanya aku nunggu mas Rahmad pulang dulu tadi."
"Ya Allah mbak, kaya sama siapa aja, besok-besok kalau susu Anaya habis kesini dulu gapapa mbak, kasihan kalau nunggu sampai ada uang."
"Ini uangnya Ndah." Aku memberikan selembar uang merah yang mas Rahmad tadi berikan padaku.
"Tadi aku lihat suaminya mbak Alma pulang sama mertuanya mbak Alma sambil bawa belanjaan banyak, emangnya gak di beliin susu sekalian mbak?." Tanya indah padaku.
"Lupa mungkin ndah." Ucapku.
"Ini mbak kembaliannya." Indah memberikan uang 15 ribu padaku.
"Iya Ndah terimakasih, aku pamit pulang dulu ya."
"Iya mbak hati-hati. Besok-besok kalau susu Anaya habis dsn suami mbak belum pulang kesini dulu aja mbak, nanti bayarnya nunggu suami mbak Alma pulang. Kasihan kalau Anaya harus nunggu mbak."
"Iya Ndah makasih ya, aku pulang dulu." Ucapku
Aku berjalan agak cepat dengan menenteng kresek berisi susu tadi. Jarak antara rumahku dan toko indah tidaklah terlalu jauh, hanya sekitar 300 meter, toko indah berada di jalan raya sedangkan rumahku masuk kedalam gang.
Aku memang jarang sekali berhutang, karena aku takut pada mas Rahmad kalau sampai tau aku berhutang dia akan marah besar. Jadi lebih baik aku menunggunya pulang.
Bersambung.
WARNING 21+‼️ (Mengandung adegan dewasa) Di balik seragam sekolah menengah dan hobinya bermain basket, Julian menyimpan gejolak hasrat yang tak terduga. Ketertarikannya pada Tante Namira, pemilik rental PlayStation yang menjadi tempat pelariannya, bukan lagi sekadar kekaguman. Aura menggoda Tante Namira, dengan lekuk tubuh yang menantang dan tatapan yang menyimpan misteri, selalu berhasil membuat jantung Julian berdebar kencang. Sebuah siang yang sepi di rental PS menjadi titik balik. Permintaan sederhana dari Tante Namira untuk memijat punggung yang pegal membuka gerbang menuju dunia yang selama ini hanya berani dibayangkannya. Sentuhan pertama yang canggung, desahan pelan yang menggelitik, dan aroma tubuh Tante Namira yang memabukkan, semuanya berpadu menjadi ledakan hasrat yang tak tertahankan. Malam itu, batas usia dan norma sosial runtuh dalam sebuah pertemuan intim yang membakar. Namun, petualangan Julian tidak berhenti di sana. Pengalaman pertamanya dengan Tante Namira bagaikan api yang menyulut dahaga akan sensasi terlarang. Seolah alam semesta berkonspirasi, Julian menemukan dirinya terjerat dalam jaring-jaring kenikmatan terlarang dengan sosok-sosok wanita yang jauh lebih dewasa dan memiliki daya pikatnya masing-masing. Mulai dari sentuhan penuh dominasi di ruang kelas, bisikan menggoda di tengah malam, hingga kehangatan ranjang seorang perawat yang merawatnya, Julian menjelajahi setiap tikungan hasrat dengan keberanian yang mencengangkan. Setiap pertemuan adalah babak baru, menguji batas moral dan membuka tabir rahasia tersembunyi di balik sosok-sosok yang selama ini dianggapnya biasa. Ia terombang-ambing antara rasa bersalah dan kenikmatan yang memabukkan, terperangkap dalam pusaran gairah terlarang yang semakin menghanyutkannya. Lalu, bagaimana Julian akan menghadapi konsekuensi dari pilihan-pilihan beraninya? Akankah ia terus menari di tepi jurang, mempermainkan api hasrat yang bisa membakarnya kapan saja? Dan rahasia apa saja yang akan terungkap seiring berjalannya petualangan cintanya yang penuh dosa ini?
"Ada apa?" tanya Thalib. "Sepertinya suamiku tahu kita selingkuh," jawab Jannah yang saat itu sudah berada di guyuran shower. "Ya bagus dong." "Bagus bagaimana? Dia tahu kita selingkuh!" "Artinya dia sudah tidak mempedulikanmu. Kalau dia tahu kita selingkuh, kenapa dia tidak memperjuangkanmu? Kenapa dia diam saja seolah-olah membiarkan istri yang dicintainya ini dimiliki oleh orang lain?" Jannah memijat kepalanya. Thalib pun mendekati perempuan itu, lalu menaikkan dagunya. Mereka berciuman di bawah guyuran shower. "Mas, kita harus mikirin masalah ini," ucap Jannah. "Tak usah khawatir. Apa yang kau inginkan selama ini akan aku beri. Apapun. Kau tak perlu memikirkan suamimu yang tidak berguna itu," kata Thalib sambil kembali memagut Jannah. Tangan kasarnya kembali meremas payudara Jannah dengan lembut. Jannah pun akhirnya terbuai birahi saat bibir Thalib mulai mengecupi leher. "Ohhh... jangan Mas ustadz...ahh...!" desah Jannah lirih. Terlambat, kaki Jannah telah dinaikkan, lalu batang besar berurat mulai menyeruak masuk lagi ke dalam liang surgawinya. Jannah tersentak lalu memeluk leher ustadz tersebut. Mereka pun berciuman sambil bergoyang di bawah guyuran shower. Sekali lagi desirah nafsu terlarang pun direngkuh dua insan ini lagi. Jannah sudah hilang pikiran, dia tak tahu lagi harus bagaimana dengan keadaan ini. Memang ada benarnya apa yang dikatakan ustadz Thalib. Kalau memang Arief mencintainya setidaknya akan memperjuangkan dirinya, bukan malah membiarkan. Arief sudah tidak mencintainya lagi. Kedua insan lain jenis ini kembali merengkuh letupan-letupan birahi, berpacu untuk bisa merengkuh tetesan-tetesan kenikmatan. Thalib memeluk erat istri orang ini dengan pinggulnya yang terus menusuk dengan kecepatan tinggi. Sungguh tidak ada yang bisa lebih memabukkan selain tubuh Jannah. Tubuh perempuan yang sudah dia idam-idamkan semenjak kuliah dulu.
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?
Kulihat ada sebuah kamera dengan tripod yang lumayan tinggi di samping meja tulis Mamih. Ada satu set sofa putih di sebelah kananku. Ada pula pintu lain yang tertutup, entah ruangan apa di belakang pintu itu. "Umurmu berapa ?" tanya Mamih "Sembilanbelas, " sahutku. "Sudah punya pengalaman dalam sex ?" tanyanya dengan tatapan menyelidik. "Punya tapi belum banyak Bu, eh Mam ... " "Dengan perempuan nakal ?" "Bukan. Saya belum pernah menyentuh pelacur Mam. " "Lalu pengalamanmu yang belum banyak itu dengan siapa ?" "Dengan ... dengan saudara sepupu, " sahutku jujur. Mamih mengangguk - angguk sambil tersenyum. "Kamu benar - benar berniat untuk menjadi pemuas ?" "Iya, saya berminat. " "Apa yang mendorongmu ingin menjadi pemuas ?" "Pertama karena saya butuh uang. " "Kedua ?" "Kedua, karena ingin mencari pengalaman sebanyak mungkin dalam soal sex. " "Sebenarnya kamu lebih tampan daripada Danke. Kurasa kamu bakal banyak penggemar nanti. Tapi kamu harus terlatih untuk memuaskan birahi perempuan yang rata - rata di atas tigapuluh tahun sampai limapuluh tahunan. " "Saya siap Mam. " "Coba kamu berdiri dan perlihatkan punyamu seperti apa. " Sesuai dengan petunjuk Danke, aku tak boleh menolak pada apa pun yang Mamih perintahkan. Kuturunkan ritsleting celana jeansku. Lalu kuturunkan celana jeans dan celana dalamku sampai paha.
Blurb : Adult 21+ Orang bilang cinta itu indah tetapi akankah tetap indah kalau merasakan cinta terhadap milik orang lain. Milik seseorang yang kita sayangi
Tunangan Lena adalah pria yang menyerupai iblis. Dia tidak hanya berbohong padanya tetapi juga tidur dengan ibu tirinya, bersekongkol untuk mengambil kekayaan keluarganya, dan kemudian menjebaknya untuk berhubungan seks dengan orang asing. Untuk mencegah rencana jahat pria itu, Lena memutuskan untuk mencari seorang pria untuk mengganggu pesta pertunangannya dan mempermalukan bajingan yang selingkuh itu. Tidak pernah dia membayangkan bahwa dia akan bertemu dengan orang asing yang sangat tampan yang sangat dia butuhkan. Di pesta pertunangan, pria itu dengan berani menyatakan bahwa dia adalah wanitanya. Lena mengira dia hanya pria miskin yang menginginkan uangnya. Akan tetapi, begitu mereka memulai hubungan palsu mereka, dia menyadari bahwa keberuntungan terus menghampirinya. Dia pikir mereka akan berpisah setelah pesta pertunangan, tetapi pria ini tetap di sisinya. "Kita harus tetap bersama, Lena. Ingat, aku sekarang tunanganmu." "Delon, kamu bersamaku karena uangku, bukan?" Lena bertanya, menyipitkan matanya padanya. Delon terkejut dengan tuduhan itu. Bagaimana mungkin dia, pewaris Keluarga Winata dan CEO Grup Vit, bersamanya demi uang? Dia mengendalikan lebih dari setengah ekonomi kota. Uang bukanlah masalah baginya! Keduanya semakin dekat dan dekat. Suatu hari, Lena akhirnya menyadari bahwa Delon sebenarnya adalah orang asing yang pernah tidur dengannya berbulan-bulan yang lalu. Apakah kesadaran ini akan mengubah hal-hal di antara mereka? Untuk lebih baik atau lebih buruk?