Dina menelan ludah. "Saya tidak pernah melakukan kesalahan, Pak. Saya selalu berhati-hati dalam setiap laporan yang saya tangani."
Seorang pria berambut gondrong dengan jenggot tipis, Rizal, kolega sekaligus saingan Dina di perusahaan, tersenyum sinis dari sudut ruangan. "Mungkin kamu terlalu percaya diri, Dina. Kesalahan itu manusiawi."
Tubuh Dina bergetar, namun ia berusaha tetap tenang. "Saya mohon diberi kesempatan untuk memeriksa lagi. Mungkin ada kesalahan teknis atau-"
"Kami sudah memeriksa semuanya," potong Mr. Hendra dingin. "Sayang sekali, Dina. Kami menghargai dedikasimu selama ini, tapi kami tidak bisa membiarkan ini berlarut."
Dina merasakan dunianya runtuh. Ia tahu apa arti kata-kata Mr. Hendra. Dengan suara bergetar, ia bertanya, "Apakah... apakah saya dipecat, Pak?"
Mr. Hendra mengangguk pelan. "Maaf, Dina. Ini keputusan terbaik untuk perusahaan."
Dina terdiam, mencoba menahan air matanya. Ia berdiri, menatap Mr. Hendra sejenak, lalu berjalan keluar ruangan dengan langkah pasti, berusaha menunjukkan kekuatannya meski hatinya hancur.
Di luar ruangan, Dina merasakan beratnya pandangan koleganya. Bisik-bisik terdengar di antara kubikel-kubikel karyawan, namun Dina berusaha mengabaikannya. Dia membutuhkan udara segar.
Ketika lift membawanya turun ke lantai dasar, sekelebat kenangan tentang masa lalunya bersama Luminar Corp berkelebat dalam pikirannya. Semua upaya dan kerja keras selama ini hancur dalam sekejap. Siapa yang berani melakukan ini padaku? pikir Dina.
Dina keluar dari gedung, menyeret kakinya menuju taman kota di seberang gedung. Ia membutuhkan tempat untuk merenung sejenak. Namun, saat ia hendak duduk di salah satu bangku, sebuah suara pria menghentikannya.
"Apakah tempat di sebelahmu kosong?" tanya pria tersebut dengan senyuman.
Dina menoleh dan bertemu dengan mata pria tersebut, Ray.
Dina menatap pria di depannya. Rambut hitam pekatnya, mata coklat dalam yang menerawang, senyuman ramah yang sedikit melengkung di bibirnya. Bagi Dina, Ray bukanlah wajah asing. Mereka pernah bertemu beberapa kali dalam rapat-rapat bisnis antar departemen.
"Aku Ray, dari divisi IT," katanya sambil memperkenalkan diri. "Kau terlihat sedikit... terganggu. Ada masalah?"
Dina menghela nafas. "Bukan urusanmu."
Ray tersenyum pelan, "Tentu saja bukan. Tapi kadang, berbicara dengan orang asing lebih mudah daripada orang yang kita kenal."
Dina menghela nafas panjang dan mengangguk pelan. "Aku baru saja dipecat," gumamnya.
Ray menatapnya dengan rasa simpati. "Aku dengar bisik-bisik di lantai atas. Maaf mendengarnya. Tapi, yakinlah, ini bukan akhir dari segalanya."
Dina menatap langit yang mulai mendung. "Aku hanya merasa... hancur, tahu? Semua kerja kerasku, segala yang kuperjuangkan, hilang begitu saja karena fitnah."
Ray mengangguk, "Itu memang sulit. Tapi aku yakin kau bisa melaluinya. Kau Dina, wanita kuat yang selalu berbicara dengan percaya diri di setiap rapat."
Meski berusaha menahan diri, Dina merasa terharu. Dia menundukkan kepala, mencoba menyembunyikan air mata yang kembali menggenang. "Terima kasih, Ray," bisiknya pelan.
Ray mengulurkan tangan dan menyentuh bahu Dina dengan lembut. "Jangan biarkan hari ini menghancurkan semangatmu. Aku yakin kau akan menemukan jalanmu kembali."
Sejenak, Dina merasa ada kehangatan yang melingkupi dirinya. Suasana hatinya, yang tadinya gelap, sedikit demi sedikit mulai terang. Ia bangkit dari bangkunya dan menatap Ray dengan tatapan penuh harapan. "Terima kasih, Ray. Aku tidak tahu apa yang akan aku lakukan tanpamu hari ini."
Ray tersenyum, "Aku hanya berada di tempat yang tepat pada waktu yang tepat. Jangan menyerah, Dina."
Mereka berdiri berdampingan, menatap kota yang mulai dibanjiri cahaya senja. Dina merasa sebuah kekuatan baru yang mengalir dalam dirinya, sebuah kebangkitan setelah jatuh. Ia tahu, kehidupan tidak akan selalu mudah, tetapi dengan teman dan dukungan, ia bisa melaluinya.
"Tetap berjuang," bisik Ray saat mereka berpisah di depan gedung Luminar Corp. "Dan jika kau membutuhkan seseorang untuk berbicara, kau tahu di mana menemukanku."
Dina mengangguk, "Aku pasti akan ingat itu."
Ray berjalan menjauh, meninggalkan Dina dengan sejuta perasaan dan pertanyaan. Siapa sebenarnya Ray? Mengapa dia begitu baik padaku? Dan apa sebenarnya yang terjadi di perusahaan?
Seiring dengan langkahnya yang semakin menjauh dari gedung Luminar Corp, Dina bertekad untuk mencari tahu kebenaran tentang fitnah yang menimpanya. Ia tahu, perjuangan yang sesungguhnya baru saja dimulai.