Unduh Aplikasi panas
Beranda / Romantis / Terpaksa Menikahi Wanita Penghibur
Terpaksa Menikahi Wanita Penghibur

Terpaksa Menikahi Wanita Penghibur

5.0
5 Bab
66 Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

PERHATIAN!!! KONTEN MENGANDUNG ADEGAN NANAS.. Harap bijak dalam memilih bacaan. Prisilia yang mencintai suaminya dengan tulus harus menerima kenyataan jika dirinya tidak bisa memberikan keturunan untuk suaminya. Sedangkan seluruh keluarga besar sangat menantikan seorang bayi dari darah daging suaminya. Dengan berat hati, ia meminta suaminya untuk mencari seorang wanita lain yang bersedia menjadi pengganti untuk menanamkan benihnya hingga anak itu lahir. Sang suami dengan terpaksa memilih seorang wanita penghibur yang setuju dengan persyaratan tersebut dan tentunya karena imbalan yang sangat besar. Namun, ketika saat kelahiran semakin dekat, sesuatu yang tak terduga terjadi. Barbara yang awalnya hanya menjalani tugas sesuai rencana, lambat laun dirinya jatuh cinta pada suami yang telah menyewanya. "Maaf, Nyonya. Sepertinya saya berubah pikiran, saya jatuh cinta pada Tuan Raja." "Kau gila!" "Saya akan menyerahkan anak saya padamu, Nyonya. Tapi tolong biarkan Tuan Raja bersama saya." "Ternyata aku salah menilaimu, wanita murahan sepertimu tetap saja tidak akan berubah. Penggoda suami orang!" Keadaan membuat gadis yang biasa di sapa Ara frustasi, hingga ia mengalami kecelakaan yang mengharuskan Raja dan Prisilia memilih menyelamatkan salah satu antara Ara atau anaknya. Siapakah yang akan Prisil pilih? Menyelamatkan Barbara yang menginginkan suaminya? Atau anak yang selama ini ia nantikan bersama sang suami? Cuss.. yang penasaran jangan lupa baca sampai habis. Salam hangat dari Author️.

Bab 1 Mencari Istri Untuk Suami

“Aaahh.. Mas..” desah seorang wanita yang berada di bawah kungkungan pria yang di cintainya.

Pria itu memainkan ritme permainannya lebih cepat saat si wanita semakin mencengkram lengannya.

“Iya, sayang..”

“A-aku mau sampai,” ucapnya seraya merasakan kenikmatan dalam tubuhnya.

“Sama-sama, sayang.. aku juga mau sampai.” Gerakan pria itu semakin cepat, ia terus memompa tubuh istrinya membawa keduanya menuju ke puncak gairah masing-masing.

“Uuugghh..” lenguhan sepasang suami istri itu terdengar setelah mereka mencapai puncak bersama.

Tubuh mereka berdua berkeringat di atas kasur. Kenikmatan itu begitu luar biasa, sehingga membuat tubuh keduanya merasa lemas.

Raja berbaring menindih tubuh Prisil, menikmati pelepasannya. Nafas mereka berdua terengah-engah, kepala masih di penuhi kabut kenikmatan.

Luar biasa memang rasanya jika bercinta dengan orang yang kita cintai. Mencapai puncak bersama, berbagi peluh sungguh tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.

Raja membuka matanya lalu menatap dalam istrinya yang terlihat lelah, dengan senyum bahagia.

Pria itu mengecup kening istrinya sebelum berpindah ke samping tubuh Prisil.

Cuph!

“Mas,” panggil Prisil seraya menutupi tubuh polos mereka dengan selimut.

“Heum,” sahut Raja sambil merebahkan tubuh Prisil ke dalam dekapannya.

Prisil meletakkan kepalanya di dada Raja. Jari-jari halus Prisil bermain-main di atas dadanya, menciptakan sentuhan yang penuh kasih sayang di antara mereka.

Prisil merasa tegang lalu menarik nafas sebelum mengutarakan permintaannya. Dengan hati-hati, ia berkata, "Bolehkah aku minta sesuatu padamu?" Prisil takut jika permintaannya akan membuat Raja marah.

Raja dengan lembut tersenyum, meskipun matanya terpejam.

"Kenapa kamu berkata seperti itu? Semua apa pun yang kamu mau pasti akan aku berikan, Sayang," ujar Raja dengan nada penuh keyakinan, menampilkan rasa cintanya pada Prisil.

“Benarkah?”

"Iya, sayang," ucap Raja dengan tulus meyakinkan Prisil. Ia membuka matanya dan dengan lembut mengecup pucuk kepala istrinya yang masih betah berada di dadanya.

Prisil merasa gugup, bibirnya terasa kering, dan hatinya berdegup kencang saat ia akhirnya mengungkapkan keinginannya yang telah lama mengganjal dalam dirinya.

"Bolehkah.. Aku berbagi milikku pada orang lain?" ucapnya dengan gemetar, membuat Raja mengerutkan dahi dalam sedetik pertama. Namun, setelahnya, ekspresi itu berubah menjadi senyuman penuh pengertian.

“Tentu saja, sayang. Itu sudah menjadi hakmu,” ucap Raja santai.

Raja adalah sosok suami yang sangat peduli dan selalu mendukung istrinya dalam setiap kegiatan sosial yang dilakukannya. Ia selalu siap mendukung Prisil dalam mewujudkan impian dan ambisinya, memberikan dukungan dan kebebasan untuk berbagi kebaikan dan kebahagiaan dengan orang lain.

Setiap kali Prisil mengadakan kegiatan berbagi dengan orang-orang yang membutuhkan, Raja selalu menjadi pendukung utama. Ia tidak hanya memberikan dukungan moral, tetapi juga turut serta aktif dalam perencanaan dan pelaksanaan acara tersebut. Raja selalu hadir untuk memberikan tangan membantu, bersama-sama dengan istrinya.

“Tapi kali ini beda, Mas,” kata Prisil dengan nada serius, menarik perhatian Raja.

Raja kembali mengerutkan dahinya. Kecemasan terpancar di wajah istrinya, dan itu membuatnya merasa waspada.

"Aku ingin.. kamu menikah lagi, Mas," ucap Prisil dengan suara lirih, sambil berusaha menahan buliran bening di sudut matanya agar tidak jatuh.

Permintaan itu membuat Raja terkejut, bahkan sampai mengangkat tubuhnya dan tubuh istrinya duduk berhadapan. Prisil masih menunduk, tidak berani menatap mata suaminya. Pertanyaan ini mengguncang mereka berdua, seketika suasana hening sejenak.

“Sayang, kita bisa mencari cara lain. Kita bisa mengadopsi anak yang dari bayi untuk melengkapi kebahagiaan keluarga kita.”

“Tapi, Mas. Hari ini kakek bercerita padaku, tadi saat dia tidur siang kakek bermimpi menggendong seorang bayi mungil yang sangat mirip denganmu. Dan kakek terlihat begitu bahagia. Aku tidak ingin membuat kakek terus berharap hal yang tidak mungkin terjadi.”

“Tapi tidak dengan menikah lagi, sayang.”

“Mas, Kakek hanya ingin keturunan dari darah dagingmu. Bagaimana jika dia tahu kita mengadopsi anak yang bukan keturunannya, kakek pasti akan merasa sedih dan kecewa. Aku tidak sanggup melihatnya, Mas.”

“Di sini aku yang tidak sempurna. Aku yang tidak bisa memberikanmu anak dan menjadi seorang ibu, tapi kamu.. kamu bisa menjadi seorang ayah.”

“Aku mohon, Mas. Tolong kamu pikirkan lagi.” Air mata yang sejak tadi sudah berusaha ia tahan akhirnya lolos juga. Prisil tidak ingin egois, biar bagaimana pun ia harus bisa mengikhlaskan suaminya mencari seorang wanita yang bisa memberikannya keturunan.

Raja memeluk Prisil erat, merasakan tubuh istrinya yang bergetar dengan isak tangis di dadanya. Ia tahu ini pasti sangat berat untuknya namun Prisil berusaha kuat ingin memberikan kebahagiaan untuk keluarganya.

“Aku mencintaimu, Sayang.” Raja mencium kepala Prisil dengan penuh kasih sayang.

“Aku juga mencintaimu, Mas.”

~~~~~ooOOoo~~~~~

Pagi itu, sinar matahari mulai merayap masuk melalui jendela-jendela yang tinggi di ruang makan rumah megah milik keluarga Harrison. Ruang makan yang luas telah dipenuhi oleh anggota keluarga besar Harrison.

Rumah ini, yang seperti istana, adalah tempat tinggal bagi Raja dan Prisil bersama keluarga besar Raja. Sebuah tempat yang selalu memancarkan kehangatan dan kebersamaan. Mereka tinggal di sini, sesuai dengan keinginan Kakek Danuarta.

Sejak dulu, kakek Danuarta telah memegang teguh tradisi keluarga untuk selalu berkumpul di rumah ini. Baginya, rumah ini bukan hanya sekadar tempat tinggal, tetapi juga sebuah simbol persatuan dan kebahagiaan. Ia ingin agar seluruh keluarganya selalu merasa dekat dan bisa berkumpul bersama dalam setiap momen.

“Selamat pagi,” sapa Raja dan Prisil yang baru turun dari kamar dan ikut bergabung di meja makan.

“Pagi, cucu-cucuku,” sambut Kakek selalu dengan wajah cerianya.

“Mah, maaf aku telat bangun jadi tidak membantu mamah menyiapkan sarapan,” ucap Prisil.

Walaupun di rumah banyak asisten rumah tangga, tapi setiap jadwal makan Prisil dan ibu mertuanya selalu ikut turun tangan dalam menghidangkan makanan.

“Tidak apa sayang. Duduklah!” ucap Amelia wanita paruh baya yang sangat lembut dan baik hati pada semua orang terutama pada menantunya.

Prisil tidak pernah merasa seperti orang lain berada di keluarga suaminya, semua keluarga besar Raja sangat menyayanginya layaknya putri mereka.

“Kalian terlihat segar sekali,” kata Ramon, ayah Raja.

“Pasti dong! Setiap malam kan aku selalu mendapatkan suntikan vitamin,” ucap Raja tersenyum lebar.

“Mas!” Prisil mencubit lengan suaminya yang suka bicara asal di depan keluarganya.

“Lho! Kan memang benar sayang.” Raja tidak pernah malu mengumbar kemesraan dengan sang istri di depan keluarganya.

“Wah, kalian ini memang hebat. Papa dulu juga waktu masih muda hampir setiap malam membuat mamamu berolah raga,” ujar Ramon langsung mendapatkan tatapan tajam dari sang istri di sampingnya.

Semua orang di ruangan itu pun tergelak bersama.

“Pantas saja mas Ramon dan mbak Amel langsung dapat Raja, tapi Raja sampai sekarang belum juga dapat Raja junior,” celetuk Frans adik ibunya Raja.

Suasana di ruang makan seketika berubah menjadi canggung ketika Frans tanpa sadar mengeluarkan komentar yang menyinggung tentang masalah Prisil yang tak kunjung hamil.

Semua orang di meja makan terdiam, dan pandangan mereka saling bertemu, penuh kebingungan dan kecanggungan. Mereka menyadari bahwa ucapan Frans bisa saja menyakiti perasaan Prisil, dan mereka takut jika Prisil akan merasa tersinggung atau terluka.

Menyadari akan perubahan suasana, Frans memukul mulutnya sendiri yang suka ceplas ceplos.

“Ups! Maaf.. Aku tidak bermaksud menyinggung perasaan kalian,” ucapnya penuh penyesalan.

“Iya tidak apa, Om.” Prisil mencoba tetap tersenyum.

Prisil sangat peka terhadap perasaan dan harapan keluarga suaminya, meskipun keluarga itu mungkin tidak pernah secara langsung menyatakan atau mendesaknya untuk segera memiliki anak. Ia tahu bahwa keluarga Raja sangat mendambakan kehadiran seorang pewaris yang akan meneruskan warisan keluarga.

Setiap kali berkumpul, Prisil bisa melihat tatapan penuh harap dan senyum-senyum yang penuh arti dari anggota keluarga suaminya ketika berbicara tentang topik keluarga dan anak-anak.

“Ah, ayo kita lanjutkan makan. Kamu mau tambah lauk yang mana sayang?” tanya Amel mencoba mengalihkan pembicaraan.

“Sudah cukup, Mah. Terima kasih.”

Suasana canggung mulai mereda, dan percakapan pun bergeser ke topik lain yang lebih ringan.

“Raj, besok tolong kamu urus kantor cabang kita yang di Bandung. Tadi malam Papa dapat laporan ada yang tidak beres di sana.”

“Baik, Pah. Besok pagi aku berangkat.”

~~~~~ooOOoo~~~~~

Setelah menyelesaikan sarapan, Ramon, Raja, dan Frans bersiap-siap untuk berangkat ke tempat kerja mereka masing-masing.

Ramon, meskipun telah menyerahkan sebagian besar tanggung jawab perusahaannya kepada Raja, namun terkadang masih harus datang ke kantor jika ada urusan yang perlu diurus.

Hari ini, tampaknya salah satu hari itu, di mana Raja perlu mengurus pekerjaan di salah satu cabang perusahaan.

Meskipun sekarang Raja yang mengurus perusahaan secara aktif, Ramon tetap memberikan dukungan dan nasihat jika diperlukan.

Raja bersiap untuk pergi ke kantornya, mengucapkan selamat tinggal pada Prisil dengan ciuman lembut sebelum pergi.

“Aku pergi dulu ya.”

“Mas.” Suara Prisil menghentikan langkah Raja yang ingin masuk ke dalam mobil.

Pria itu berbalik menghadap istrinya yang berjalan mendekatinya.

"Bagaimana? Apa kamu sudah memikirkannya?" tanya Prisil dengan lembut, sambil merapikan dasi pada leher Raja dengan penuh perhatian.

Raja menarik nafas panjang, memikirkan permintaan istri tercintanya. "Lakukanlah yang menurutmu baik. Aku akan menuruti keinginanmu," ucapnya dengan rasa mendalam akan kebahagiaan Prisil.

Prisil mendongakkan wajahnya, mata mereka bertemu, menatap wajah suaminya dengan mata yang penuh harap, "Benarkah?" Raja, dengan penuh keyakinan, menganggukkan kepala sebagai jawaban.

Wanita berusia dua puluh enam tahun itu pun tersenyum senang, walau pun ia harus rela berbagi suami pada wanita lain.

“Terima kasih, Mas.” Prisil mencium pipi suaminya, sebelum pria itu masuk ke mobil.

"Segitu senangnya kamu ingin berbagi suamimu pada wanita lain."

"Mas!"

Sungguh, sejujurnya Prisil juga tidak ingin berbagi suami dengan wanita lain. Istri mana yang rela melihat suaminya bersama wanita lain. Tapi itu semua ia lakukan demi kebahagiaan keluarga besarnya dan juga suaminya.

Sementara itu, Frans adalah seorang abdi negara yang memiliki jadwal kerja yang kadang-kadang tidak teratur. Hari ini, ia memiliki libur tugas, sehingga ia bisa menikmati waktu luangnya.

“Frans katanya kamu libur,” tegur Amel melihat Frans yang sudah rapih ingin pergi.

“Iya, aku hanya ingin pergi bertemu seseorang di luar.”

Amel menghampiri Frans yang sedang memakai sepatunya.

“Frans.. Lain kali jaga ucapanmu, kasihan Prisil bagaimana jika dia tersinggung.”

“Iya maafkan aku, Mbak. Memang mulut ini remnya suka blong.” Frans menyesali perbuatannya, ia benar-benar tidak ada maksud untuk menyakiti hati istri keponakannya.

“Ya sudah sana pergi, hati-hati.”

“Iya, Mbak! Aku pergi dulu.”

~~~~~oOo~~~~~

Prisil duduk di pinggir ranjang setelah Raja berangkat ke kantor, setelah meyakinkan dirinya bahwa inilah langkah yang perlu diambil, ia mulai sibuk mencari calon istri untuk suaminya dengan rencana pernikahan kontrak sampai anak mereka lahir.

Ya, Prisil memberikan ide pernikahan kontrak pada suaminya, karena awalnya suaminya bersikeras tidak ingin menikah lagi. Lalu Prisil memberikan ide tersebut hanya sampai anak yang di kandung oleh wanita yang bersedia menjadi istri kontrak suaminya dilahirkan.

Wanita itu memulai pencariannya dengan berbicara pada teman-temannya yang memiliki pengalaman dalam pernikahan kontrak atau punya kenalan yang mungkin cocok.

"Hmm, sepertinya yang ini kurang cocok. Mas Raja pasti tidak akan suka." Prisil memperhatikan gambar seorang wanita yang wajahnya terlihat lebih tua dari dirinya.

Ia juga menghubungi agen pernikahan khusus yang dapat membantu mencarikan calon istri yang sesuai dengan kriteria suaminya.

Sementara Raja duduk di kursi kebesaran di kantornya, setelah menyelesaikan rapatnya. Ia kembali teringat dengan pembicaraan tentang rencana pernikahan kontrak yang istrinya usulkan. Ia sebenarnya merasa ragu dan terbebani dengan ide ini. Raja tidak ingin membuat istrinya merasa tertekan atau tidak bahagia, dan itu adalah alasan utama mengapa ia memutuskan untuk mengiyakan rencana tersebut.

Sepanjang perjalanan rapat tadi, pikiran Raja benar-benar kacau karena teringat keinginan istrinya. Ia bahkan sampai memperhatikan semua staf wanita di kantornya, memikirkan apakah salah satu dari mereka mungkin bersedia menjadi istri kontraknya. Pikiran ini terasa konyol dan menggelitik, namun ia tidak bisa menghilangkan guncangan perasaan yang muncul akibat permintaan tak terduga dari Prisil.

Tok..

Tok..

Tok..

"Permisi, Pak!" sahut seorang karyawati di depan pintu ruangan Raja dengan sopan.

Suara panggilan tersebut membuyarkan lamunan Raja, membuatnya kembali ke dunia nyata dari lamunan dan pikiran yang berkeliaran.

"Ya masuk!"

Saat seorang staf wanita bernama Stevi masuk ke dalam ruangan Raja untuk memberikan laporan, Raja mencoba untuk memperhatikan apa yang ia katakan.

"Saya membawakan laporan hasil penjualan kita bulan ini, Pak."

"Silahkan bacakan," titahnya.

Namun, sepertinya pria itu tidak bisa menyimak dengan serius. Raja memang memperhatikan wanita itu, tetapi pikirannya masih melayang ke pemikiran tentang pernikahan kontrak dan mencari wanita yang bersedia menjadi istri kontraknya.

'Mungkinkah dia bisa membantuku?' batin Raja memperhatikan Stevi yang berdiri di depannya.

Pikiran-pikiran tersebut menggelayuti pemikiran Raja, membuatnya sulit untuk berkonsentrasi pada pembicaraan di depannya.

"Pak! Pak Raja!" tegur Stevi setelah selesai membacakan hasil laporan.

"Hah? Ya."

"Bapak kenapa?" tanya Stevi.

Raja menggelengkan kepalanya cepat. "Ah, tidak apa. Silahkan kamu duduk dulu," titahnya.

"Apa Bapak ada masalah?"

"Hem, ada sedikit masalah. Bisakah saya berbagi cerita denganmu?"

Stevi mengernyit bingung, tumben bos nya ingin berbagi cerita padanya. Walaupun mereka sering bertemu di kantor tapi Raja jarang sekali berbincang santai dengan karyawan perempuan.

"Apa yang bisa saya bantu, Pak? Saya akan mengatasi masalah Bapak dalam sekejap," tanya Stevi antusias, tentu saja ia semangat kapan lagi bisa ngobrol dan membantu masalah bos nya yang sangat di kagumi banyak karyawan wanita di kantor.

Raja tampak menyusun kata-kata agar mudah dipahami dan tidak membuat orang salah paham.

"Ehm.. begini, Stevi. Masalah ini tidak bisa diatasi dalam waktu sekejap, ini butuh waktu minimal sembilan bulan sampai satu tahun," ucap Raja hati-hati.

Stevi terkejut, "Hah? Maksudnya, Pak?"

Raja tersenyum bingung. Lalu pria itu membenarkan posisi duduknya menjadi lebih santai untuk mengurangi rasa tegangnya.

"Jadi begini, saya punya teman dan teman saya ini sedang membutuhkan seorang perempuan."

"Wah, teman Bapak itu ganteng seperti Bapak tidak?" kata Stevi terbawa santai.

"Ehm.. Ya dia sangat tampan, kaya dan akan memberikan apa saja yang wanita itu mau. Rumah, mobil, uang dan apa pun itu. Tapi dia hanya minta satu." Raja menjeda ucapannya membuat Stevi penasaran.

"Dia ingin memiliki anak."

"Ya ampun, Pak. Ya sudah suruh saja dia menikahi saya. Saya siap menikah dengan pria tampan itu," sahut Stevi dengan wajah sumringah.

Kapan lagi bisa dapat suami tampan dan tajir? Jadi tidak perlu lagi bekerja tinggal duduk manis menjadi nyonya.

"Tapi masalahnya pria itu sudah menikah," ucap Raja ragu.

"Jadi maksud Bapak jadi istri kedua?"

Raja mengangguk pelan.

"Lebih tepatnya hanya sebagai istri kontrak, sampai melahirkan anaknya," ujar Raja.

Stevi terbelalak mendengar penuturan bos nya.

"Hah? Bapak yang benar saja dong, itu sama saja saya menjual anak saya. Bapak pikir saya perempuan macam apa yang tega menjual darah daging saya sendiri." Stevi terbawa suasana berbicara dengan nada sedikit marah tak terima dengan ucapan bos nya.

"Stevi, i-ini maksud saya bukan seperti itu. Saya kan hanya bercerita tentang teman saya yang sedang mengalami kesulitan." Raja mencoba menjelaskan agar karyawannya itu tidak salah paham.

"Maaf, Pak. Saya bukan wanita murahan dan gila harta yang rela mengorbankan darah daging saya sendiri. Bapak bilangin saja sama teman Bapak agar mencari wanita panggilan yang mau dibayar." ketus Stevi, berdiri dari tempat duduknya dan berlalu pergi keluar ruangan Raja.

Raja hanya bisa menghela napas seraya memijat pelipisnya yang terasa berdenyut.

"Huff! Ternyata tidak mudah mencari sosok perempuan yang dengan suka rela ingin mengandung bibit unggulku," gumam Raja frustasi.

~~~~~ooOOoo~~~~~

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Rilis Terbaru: Bab 5 Barbara Gulabi   02-02 10:43
img
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY