Tapi tetap saja rambut itu tak bisa ia ajak kompromi.
Aku pasti bisa!!
Aku pasti bisa!!
Grisela terus mengulang kalimat itu untuk mengurangi rasa gugup.
Ia mencoba sekali lagi untuk merapikan rambutnya dengan sisir.
Grisela seketika memutar bola matanya malas saat menatap pantulan wajahnya yang kini terlihat pucat dengan rambut hitam legamnya yang sedikit mengembang.
Bola matanya yang kecoklatan bahkan terlihat terlalu besar di wajahnya.
Grisela meringis saat menatap wajahnya dalam cermin dan merasa miris.
Satu-satunya pilihan Grisela adalah menambahkan sedikit poni di rambut bandel itu, berharap hal itu bisa sedikit merubah penampilannya.
Tamy adalah teman kost Grisela, ia merasa sedikit kesal pada Tamy yang sudah memilih sakit hari ini dari sekian banyaknya hari.
Karena Tamy hari ini sakit, ia tak bisa melakukan wawancara yang sudah lama menjadi rencananya.
Tamy mendapat tugas untuk mewawancarai seorang CEO sebuah perusahaan ternama, yang nantinya berita itu akan dimuat di majalah kampus mereka.
Tapi meski Tamy mengatakan kalau CEO itu adalah orang yang terkenal di dunia bisnis tapi Grisela sama sekali belum pernah mendengarnya.
Akhirnya dengan terpaksa Grisela harus menggantikan Tamy untuk melakukan wawancara.
Meski sebenarnya ia juga harus menyelesaikan tugas akhirnya dan berkerja sambilan disebuah toko serba ada.
Hari ini Grisela harus mengemudi cukup jauh ke Ibu Kota untuk menemui CEO yang dimaksud oleh Tamy.
CEO di perusahaan Adam's Corporation. Seseorang yang dikenal sebagai pembisnis luar biasa. Orang itu bahkan menjadi salah satu donatur terbesar di kampus mereka.
Yang pastinya setiap waktu yang ia habiskan bersama seseorang sangatlah berharga.
Berbeda dengan waktu Grisela yang habiskan dengan melakukan hal itu-itu saja.
Hal itu membuat Tamy merasa beruntung karena orang itu sudah mau meluangkan waktunya untuk melakukan wawancara dengan Tamy.
Sebuah hal yang membuat Grisela tak bisa menolak permintaan Tamy untuk menggantikannya.
"Sela, maafin aku ya. Aku udah nunggu selama lima bulan untuk wawancara ini. Aku harus ngulang lagi semester depan kalau gak ngerjain tugas ini. Aku mau kita lulus bareng nanti."
Sebagai seorang teman yang baik, Grisela sama sekali tak bisa menolak permintaan Tamy.
"Kamu mau ya gantiin aku buat wawancara? Please!!" Ucap Tamy penuh permohonan.
Suaranya yang terdengar sengau khas orang yang sedang terkena flu membuat Grisela semakin merasa iba.
Ia sedikit merasa iri pada Tamy yang saat sakit saja masih terlihat cantik.
Rambutnya yang kecoklatan dengan manik mata biru cerah yang terlihat semakin indah saat dihiasi bulu mata lentik.
Meski hidungnya kini terlihat memerah akibat flu berat yang menyerangnya.
"Baiklah, aku berangkat hari ini buat gantiin kamu. Kamu istirahat aja hari ini biar cepet sembuh. Kamu mau minum obat bodrex atau mixagrif sebelum aku berangkat?" Tanya Grisela sambil mengangkat dua merek obat berbeda di tangannya.
"Mixagrif aja deh!" Tamy meraih satu bungkus obat lalu memakannya.
"Ini daftar pertanyaan yang udah aku siapin sama alat perekam suara. Kamu tinggal teken tombol merah ini buat ngerekam. Kamu tinggal tulis jawabannya disamping pertanyaan. Nanti biar aku yang perbaiki." Ucap Tamy seraya menyodorkan sebuah catatan kecil dengan sebuah alat perekam.
"Tapi, aku gak tau apa-apa tentang dia." Ucap Grisela setengah berbisik.
Grisela berusaha menghilangkan rasa cemasnya karena ia takut akan mengecewakan Tamy.
"Kamu gak usah cemas, kamu cuma perlu bertanya apa aja yang ada di daftar pertanyaan yang udah aku siapin. Ayo cepat berangkat, nanti kamu terlambat, soalnya perjalanan kesana cukup jauh." Ucap Tamy seraya menyodorkan kunci mobil miliknya.
"Baiklah, aku berangkat sekarang. Kamu tidur lagi gih. Nanti aku bikinin bubur kalau aku udah pulang." Grisela meraih kunci mobil yang di sodorkan Tamy.
"Aku rela melakukan ini cuma buat kamu, Tamy." Batin Grisela yang kini menatap Tamy dengan tatapan teduh.
"Iya.. iya.. nanti kalau kamu udah berangkat aku tidur lagi. Terima kasih sebelumnya, kamu emang pahlawan dalam hidupku."
Grisela hanya tersenyum menanggapi ucapan Tamy, ia meraih tas kecilnya lalu melangkah menuju mobil.
Ia tak menyangka kalau dirinya akhirnya menyetujui permintaan Tamy.
Tamy selalu bisa melakukan apapun dan berbaur dengan siapa saja.
Grisela yakin kalau Tamy akan menjadi seorang wartawan yang terkenal.
Selain cantik, Tamy juga sangat pintar bergaul, seorang wanita kuat dan pintar beragumen.
Dan tentu saja dia juga sahabat kesayangan Grisela.
Beruntung hari itu jalanan Ibu Kota yang biasanya macet, kali ini terlihat lenggang.
Grisela mengemudi dari kota Bandung menuju kota Jakarta.
Karena jam masih menunjukkan pukul sembilan pagi Grisela masih bisa bersantai, karena waktu yang dijanjikan CEO itu pukul satu siang.
Beruntung Grisela mengendarai mobil milik Tamy, sebuah mobil sport keluaran terbaru yang membuat Grisela hanya bisa menelan ludah saat mengetahui harganya.
Kalau saja Grisela mengendarai mobil tua miliknya ia tak yakin kalau dirinya bisa sampai tepat waktu.
Grisela merasa sangat bersemangat saat mengendarai mobil sport itu, ia menekan pedal gas cukup dalam sehingga mobil itu membawanya melesat secepat kilat saat melewati jalan tol yang cukup sepi.
Tujuannya saat ini adalah kantor pusat Adam's Corporation.
Sebuah gedung pencakar langit yang menjulang tinggi di pusat kota.
Gedung yang hampir seluruhnya di kelilingi oleh kaca itu memiliki ketinggian 30 lantai.
Sebuah nama Adam's Corporation terpampang jelas di lantai paling atas gedung kantor itu.
Grisela sampai didepan gedung kantor itu pukul 12:30. Ia merasa lega karena dirinya tak terlambat datang.
Dengan jantung berdebar tak karuan, Grisela melangkahkan kakinya memasuki lobi kantor.
Ia melangkah menghampiri sebuah meja setengah melingkar yang dibaliknya terlihat seorang wanita cantik dengan seragam yang terlihat rapi dan seksi.
Wanita itu tersenyum ramah pada Grisela saat melihat dirinya berjalan menghampiri.
"Selamat siang Nyonya! Ada yang bisa saya bantu?" Sapa wanita itu ramah.
"Saya Grisela Andrea, saya datang kesini, menggantikan teman saya Tamy Juliana untuk bertemu dengan Mr.Adam's."
"Baik, tunggu sebentar ya, Nyonya Andrea."
Dahi wanita itu sedikit berkerut saat melihat penampilan Grisela yang hendak bertemu dengan orang yang paling disegani di kantor itu.
Grisela merasa sedikit menyesal karena tak menerima tawaran Tamy yang hendak meminjamkan jas kantorannya.
Dan kini Grisela hanya menggunakan blouse yang hanya dilapisi cardigan rajut.
Meski dirinya sudah berusaha berpenampilan serapi mungkin dengan menggunakan rok span di bawah lutut dan sepatu pantofel yang sudah ia semir.
Grisela merasa penampilan ini sangat cocok untuknya. Ia menyelipkan rambutnya kebelakang telinga untuk sedikit merapikan penampilannya.
"Nyonya Juliana sudah ditunggu Tuan Adam di ruangannya. Silahkan tulis nama anda disini, Nyonya Andrea. Setelah itu, anda bisa pakai lift disebelah kiri, untuk menuju lantai tiga puluh." Wanita itu menjelaskan pada Grisela seraya mengukir senyum.
Ia memberikan sebuah id card khusus tamu Grisela agar dia mendapat hambatan saat hendak menemui Adam.
Mengingat pria itu adalah orang yang sangat penting, pasti tak sembarangan orang bisa bertemu dengannya.
Di dalam lift Grisela terlihat tersenyum getir saat melihat id card yang bertuliskan tamu.
Tentu saja ia hanya tamu, ia sama sekali tak pantas untuk berada di tempat ini.
"Ini tak akan merubah apapun dalam hidupmu Grisela." Ia bergumam dalam hati.
Setelah keluar dari lift Grisela membungkukan badan saat melewati dua penjaga yang berpenampilan lebih rapi dari pada dirinya.
Lift itu ternyata membawa Grisela tiba di sebuah lobi besarnya hampir sama dengan yang berada dilantai dasar.
Seorang wanita cantik tanpa cela dibalik meja setengah melingkar kembali menyapanya.
"Nyonya Andrea, bisa tunggu di sana sebentar?" Wanita itu menunjuk sebuah sofa yang berada tak jauh dari sana.
Ternyata di samping sofa itu terdapat sebuah ruangan rapat yang dibatasi oleh sebuah dinding kaca.
Terlihat di dalam sana sebuah meja panjang yang di sampingnya berjejer kursi kantor yang berwarna senada.
Ruangan itu menghadap langsung pada indahnya pemandangan Ibu Kota dari atas ketinggian.
Pandangan Grisela sampai sulit teralihkan saat menatap indahnya pemandangan itu.
Grisela mendudukkan tubuhnya di sofa itu lalu membaca daftar pertanyaan yang sudah di siapkan oleh Tamy.
Ia seketika mengumpat dalam hati karena Tamy sama sekali tak menyiapkan propil orang yang akan ia wawancarai.
Grisela benar-benar tak tahu orang seperti apa yang akan ia temui hari ini.
Apakah ia seorang pria tua atau seorang justru malah seorang pemuda.
Menunggu sesuatu yang tak pasti itu tentu saja sangat membingungkan, membuat Grisela kini merasa gelisah dalam duduknya.
Ia sama sekali tak menyukai obrolan bertatap mata. Ia lebih suka berbicara secara kelompok dimana dirinya bisa duduk di bagian paling belakang.
Sebenarnya Grisela orangnya lebih suka menyendiri, baginya duduk di bangku taman sambil membaca novel romantis terasa lebih nyaman dari pada duduk di sofa mewah ini.
"Kamu harus sadar Sela, orang yang akan kamu temui pasti seseorang yang luar biasa, seorang pria tampan dengan kulit putih yang bertubuh tinggi dan berbahu lebar. Dia tak mungkin berbeda jauh dengan orang-orang yang kamu temui tadi." Grisela bergumam sambil menatap pantulan wajahnya di kaca jendela.
Beberapa saat kemudian seorang wanita yang nyaris sempurna keluar dari sebuah ruangan dan terlihat menghampiri Grisela.
"Kenapa semua orang disini kelihatan sempurna, apa jangan-jangan tadi di jalan aku sebenarnya kecelakaan dan sekarang aku lagi ada di surga?" Grisela kembali membatin.
"Dengan Nyonya Andrea?" Pertanyaan wanita itu berhasil membawa Grisela dari dunia fantasi ke dunia nyata.
**********
**********