/0/6321/coverbig.jpg?v=efa11101b78c381c790425cb37763624)
Semua berawal di hari yang dicap Ghea sebagai hari tersial dalam hidupnya. Bisa-bisanya di antara begitu banyak manusia di bumi, ia malah kembali dipertemukan oleh dua orang brengsek yang sialnya eksistensi mereka masih mengganggu ketenangannya. Mantan sahabat-si pelakor, dan mantan pacarnya-cowok minim akal yang bisa-bisanya mengkhianatinya, memunculkan diri di saat Ghea masih berstatus jomblo, alias tidak punya pasangan. Tak ingin dinilai gagal move-on oleh dua orang biadap itu, Ghea spontan memperkenalkan Kenandra Sean-seseorang yang saat itu tertangkap matanya-sebagai kekasih. Entah bagaimana nasibnya setelah ini, karena terlalu berani menyeret Kenandra Sean-yang notabene atasannya di kantor-sebagai bentengnya malam itu. Terlebih, tak lama setelahnya, bom seolah menghantam Ghea ketika mengetahui si mantan sahabat pindah ke tempatnya bekerja. Lantas, bagaimana ia akan mempertahankan kebohongan yang beberapa waktu lalu ia buat? ***
"Wait, Ghea, kan?" Seorang perempuan menunjuk Ghea dengan berbinar.
"Wah!" Lalu menutup mulut takjub.
"Nggak nyangka banget lho, lama nggak ketemu, eh bisa ketemu lo di sini," imbuhnya begitu ceria. Wajahnya sampai berseri-seri.
Bumi bulat atau datar?
Ghea percaya bumi bulat kok. Soalnya kalau bulat, ke mana pun kaki melangkah, pasti memiliki ujung. Terhingga. Tergapai.
Mau bukti? Simpel, seperti sekarang. Sejauh apa pun berjarak dengan mantan, selalu ada pertemuan.
Putus karena dikhianati. Di pertemukan lagi di pernikahan orang karena sama-sama menjadi tamu undangan.
Pernikahan. Komponen yang mulanya pernah menjadi impian Ghea dengan Jeno. Nyatanya tong kosong bunyinya nyari, rencana doang, realisasi enggak.
Kini, usai hampir lima tahun berlalu, dua sosok yang paling Ghea benci dalam hidupnya berdiri di hadapannya. Serupa es, mampu membekukan tubuh Ghea sekaligus mengheningkan bising di sekitarnya.
Orkestra rasanya menjelma gelembung yang meletus, kemudian hilang. Obrolan tamu undangan lambat-laun menguap dari pendengarannya.
Satu-satunya yang Ghea dengar hanya satu : suara Meisya. Mantan sahabatnya.
Di tempatnya, Ghea berusaha mengatur ekspresi. Terakhir lihat Meisya sih di TV, beberapa bulat lalu, jadi presenter acara musik gitu. Terakhir bertemu ya lima tahun lalu. Termasuk dengan Jeno.
Pandangan Ghea memindai cewek di depannya. Mengenakan halter mini dress dengan perpaduan motif brokat dan floral warna merah, jadi kelihatan elegan banget.
Ghea diam-diam meringis menyadari dia hanya mengenakan pakaian off shoulder navi polos berlengan panjang yang dipadukan dengan rok hitam. Kalau bukan karena buru-buru, dia pasti sempat mengenakan kebaya.
Matanya beralih, pada cowok yang lengannya terjerak rangkulan manja Meisya. Mana sekarang dia makin ganteng lagi. Pakai kemeja batik slimfit terus celana levis krem berpadu sepatu kulit cokelat. Rambutnya tertata rapi. Meski ada air muka terkesiap yang bisa Ghea baca.
Pasti kaget bertemu Ghea.
Namun, sebaliknya, tidak patut Ghea heran dengan kehadiran Meisya dan Jeno. Pekerjaan mereka memaksa mereka saling terikan dengan banyak relasi.
Hanya saja, kenapa baru setelah hampir lima tahun, mereka baru bertemu secara kebetulan begini?
Ghea lalu berdehem sebentar usia mengumpulkan kepingan tanya. "Iya, nggak nyangka banget bisa ketemu duo pengkhianatan, ya." Kendati kalah elegan, Ghea punya kunci yang membuat dua orang tersebut membeku.
"Ya, aku kira topik bertanya kabar jauh lebih sopan," kata Jeno. Akhirnya keluar juga suaranya.
Dengkusan Ghea lolos. "Sopan? Ketinggalan di rumah, sih." Ya kali tanya kabar sama mereka. Dan langsung mengundang letupan emosi Meisya.
"Itu lebih baik daripada datang ke kondangan sendiri tanpa pasangan," balas Meisya sinis.
"Sy," tegur Jeno.
Membeku. Ghea tidak mampu berkata-kata usai sindiran Meisya meluncur. Sialan. Bawa-bawa status asmara lagi.
"Aku benar kan, Mas?"
Mas, huwek.
"Aku masih ingat lho katanya Ghea mau membuktikan akan mendapatkan cowok yang lebih baik dari kamu. Sekarang, buktinya dia masih sendiri tuh." Tawa Meisya meletup.
"Sorry ya, Ya. Bukan menyindir, supaya kamu sadar diri," lanjutnya sinis.
Gigi Ghea bergemeletuk. "Sadar diri? Lho, harusnya kan kalian yang sadar diri. Sudah ketahuan selingkuh, nggak punya malu lagi."
"Kamu-" Geraman Meisya tertahan saat Jeno menghadang dada kekasihnya begitu hendak maju menerjang Ghea yang langkahnya langsung sigap surut ke belakang untuk menghindar.
"Cukup, Sy. Kita pergi." Karena bisa jadi keributan mereka nanti mengundang penasaran tamu undangan yang lain. Jeno harus bikin Meisya mengalah.
"Nggak!" tolak Meisya menepis cekalan pacarnya, lalu menatap tajam Ghea.
Tawa Ghea meletup. "Jangan emosi, dong. Lo yang nggak tahu aja kalau gue ke sini enggak sendiri," dusta Ghea.
Gengsi, dong, tahu dua pengkhianat di hidupnya bisa bahagia, sementara dia pdkt sama cowok saja belum. Sepanjang usai perpisahan dengan Jeno, alih-alih ada kemajuan, mundur syantik yang ada.
Mengakui kalau jomlo sama saja menjatuhkan harga diri. Dan Ghea menghindari hal tersebut.
Mata Meisya kontan memincing. "Lo nggak sendiri?"
Ghea menggeleng. "Gue datang sama pacar."
Pacar pantat bayi. Datang sih emang enggak sendiri. Rombongan sama anak kantor. Soalnya ini kawinan artis beken. Bohongnya cuma di bagian : sama pacar.
Meisya dan Jeno kompak celingukan. "Mana? Nggak ada di sini, artinya hoax."
Ghea menggeram, yang namanya Meisya itu emang nyebelin. Kenapa juga dulu dia kenal sama cewek tersebut?
"Biasa lagi ambil satai. Nanti juga ke sini." Ghea mengibaskan rambutnya sebagai bentuk meyakinkan.
Dan akan lebih baik kalau lo segera pergi.
Meisya bersedekap. "Okay, kita tunggu di sini sampai liat pacar lo."
Ghea melotot. Mampus.
"Kenapa tegang? Bohong, ya?" jail Meisya merasa menang.
Gini nih kalau punya air muka mudah tertebak.
Ghea langsung menggeleng dan berdehem. "Nggak. Siapa bilang?"
"Ada kok," lanjutnya santai sebelum pandangannya memanjang, mengedari gedung pernikahan yang sesak tamu undangan dan bising orkestra. Ghea mencari mangsa.
Paling enggak tadi ada Rega, dia bisa meminta bantuan rekan kantornya tersebut. Ironisnya batang hidung Rega belum juga kelihatan.
Hingga, matanya justru tidak sengaja menemukan sosok mengenakan kemeja biru laut bergaris horizontal yang berbalut jas berwarna putih yang tidak dikancingkan, langkahnya mendekat sambil membawa sepiring satai. Senyum Ghea merekah.
"Itu dia!" Ghea menunjuk ke arah belakang Meisya dan Jeno. Keduanya menoleh ke belakang.
"Cowok berjas putih dan jalan ke sini," terang Ghea.
Sementara Meisya terbelalak. " Dia? Nggak! Nggak mungkin." Habis itu terlalu ganteng buat jadi pacar Ghea.
Tawa Ghea meletup. "Kenapa enggak? Buktinya iya kok," bangga Ghea.
"Panggil dia," celetuk Meisya.
Ghea membeku. "Maksudnya?"
"Panggil dia ke sini, supaya bohong lo enggak ketahuan." Meisya menyeringai.
Ghea melotot. "Gue enggak bohong."
"Lo pikir gue per-"
"Dia ke sini," potong Jeno yang menyadari kalau sosok tersebut mendekati mereka.
Sementara Ghea hanya mampu kelabakan begitu sosok itu melangkah semakin dekat, senjata makan tuan karena begitu di depan Ghea, dia lalu bilang, "Ya, saya cari kam-"
Segera Ghea menyelinapkan kedua lengannya pada lengan sosok tersebut. "Makasih ya Sayang udah ambilin aku satai." Lalu merebut satainya.
"Oh ya, kenalin ini Jeno dan Meisya, mereka ... teman." Ghea nyengir.
"Teman kuliah aku dulu," imbuhnya ragu.
Kedua bola mata cowok itu membola. "Sayang?" Suaranya tercekat saking tidak habis pikir.
Mengencangkan kaitan kedua lengan pada lengan cowok tersebut, Ghea mengulas senyum tiga jari. Wajahnya panas menahan malu. "Jen, Sy, kenalin. Ini pacar aku, Kenandra Sean." Begitu cara Ghea mengenalkan.
Kenandra Sean. Atasan Ghea. Produser program infotainment Seleb in News.
Sementara Meisya hanya mampu menganga lalu menggeleng tidak percaya. Nggak mungkin.
"Gimana? Kalian percaya, kan?" congkak Ghea puas melihat ekspresi tercengang keduanya.
Sayangnya, manusia berencana. Tuhan berkehendak. Seminggu usai kegaduhan tersebut, pagi-pagi sekali, Meisya ada di tempat kerja Ghea, bukan sebagai bintang tamu, melainkan menjelma sebagai salah satu rekan tim kantornya.
Mampus!
Kalau sudah begini, Ghea harus gimana coba?
***
Warning !! Cerita Dewasa 21+.. Akan banyak hal tak terduga yang membuatmu hanyut dalam suasana di dalam cerita cerita ini. Bersiaplah untuk mendapatkan fantasi yang luar biasa..
Kurnia, yang buta karena kecelakaan ditolak oleh semua sosialita-kecuali Elara, yang menikah dengannya tanpa ragu. Tiga tahun kemudian, dia mendapatkan penglihatan kembali dan pernikahan mereka pun berakhir. "Kami sudah kehilangan banyak tahun. Aku tidak akan membiarkan dia menyia-nyiakan tahun itu lagi untukku." Elara menandatangani surat perjanjian perceraian tanpa sepatah kata pun. Semua orang mengejek kejatuhannya-sampai mereka menemukan bahwa dokter ajaib, maestro perhiasan, genius saham, peretas ulung, dan putri sejati Presiden ... semuanya adalah dirinya. Ketika Kurnia merangkak kembali, seorang miliarder kejam mengusirnya. "Dia istriku sekarang. Pergilah."
Seorang gadis SMA bernama Nada dipaksa untuk menyusui pria lumpuh bernama Daffa. Dengan begitu, maka hidup Nada dan neneknya bisa jadi lebih baik. Nada terus menyusui Daffa hingga pria itu sembuh. Namun saat Nada hendak pergi, Daffa tak ingin melepasnya karena ternyata Daffa sudah kecanduan susu Nada. Bagaimana kelanjutan kisahnya?
Setelah dua tahun menikah, Sophia akhirnya hamil. Dipenuhi harapan dan kegembiraan, dia terkejut ketika Nathan meminta cerai. Selama upaya pembunuhan yang gagal, Sophia mendapati dirinya terbaring di genangan darah, dengan putus asa menelepon Nathan untuk meminta suaminya itu menyelamatkannya dan bayinya. Namun, panggilannya tidak dijawab. Hancur oleh pengkhianatan Nathan, dia pergi ke luar negeri. Waktu berlalu, dan Sophia akan menikah untuk kedua kalinya. Nathan muncul dengan panik dan berlutut. "Beraninya kamu menikah dengan orang lain setelah melahirkan anakku?"
Rubby sudah merasakan berbagai jenis cinta, sekaligus berbagai jenis ranjang dan desahan, namun akhirnya dia tersudut pada sebuah cinta buta dan tuli yang menjungkir balikkan kewarasan dia, meski itu artinya... TABU, karena seseorang yang dia cintai, adalah sesorang yang tidak seharusnya dia kejar. Ruby hanyalah gadis di pertengahan tiga puluh tahun. Meski begitu, tubuhnya masih terawat dengan baik. Pinggangnya masih ramping tersambung oleh lengkungan indah pinggul yang tidak berlebihan meski kentara jelas.
Yolanda mengetahui bahwa dia bukanlah anak kandung orang tuanya. Setelah mengetahui taktik mereka untuk memperdagangkannya sebagai pion dalam kesepakatan bisnis, dia dikirim ke tempat kelahirannya yang tandus. Di sana, dia menemukan asal usulnya yang sebenarnya, seorang keturunan keluarga kaya yang bersejarah. Keluarga aslinya menghujaninya dengan cinta dan kekaguman. Dalam menghadapi rasa iri adik perempuannya, Yolanda menaklukkan setiap kesulitan dan membalas dendam, sambil menunjukkan bakatnya. Dia segera menarik perhatian bujangan paling memenuhi syarat di kota itu. Sang pria menyudutkan Yolanda dan menjepitnya ke dinding. "Sudah waktunya untuk mengungkapkan identitas aslimu, Sayang."