/0/8599/coverbig.jpg?v=70444a30f5c9a43cb27f5a3aaca3a93d)
Pengalamanku hari ini datang dengan sangat tidak kusangka, tak kusadari ternyata memberikan efek yang sangat berbeda padaku. Aku seperti menemukan duniaku lagi lalu keresahanku seakan hilang. Aku bukan sedang menyatakan diri bahwa aku jatuh cinta padanya. Aku hanya kagum dan juga tidak menyangka akan pertemuan ini. Bulu-bulu yang ada di kotak gaun menari waktu itu ternyata adalah milik Pierre. Entah bagaimana benda itu ada di tempatku, aku tidak mempermasalahkan jika Pierre menyusup ke dalam rumahku. Ia memiliki sayap dan kekuatan istimewa yang tidak dimiliki manusia, pasti mudah baginya untuk menyelundupkan benda itu ke rumahku. Satu hal yang masih mengganjal di pikiranku adalah mengapa Ia datang kepadaku. Semenjak aku tahu bahwa Ia adalah malaikat, maka sejak itu pula aku tahu bahwa Ia telah datang kepadaku jauh sebelum aku mengenalnya. Ia menguntit hidupku. Ia mulai menampakkan diri ketika aku berkemah di Bulawanong satu tahun yang lalu. Untuk apa Ia datang? Dalam dongeng yang kutahu tentang malaikat, malaikat tidak boleh berpasangan dengan manusia, apalagi sampai menghasilkan keturunan. Jadi, tidak mungkin Ia ke sini untuk mencari jodoh. Keturunan campuran antara manusia dan malaikat akan sangat ditakuti oleh kalangan malaikat. Ia dianggap lebih laknat dari iblis karena perilakunya lebih biadab. Ia akan menjadi pengkhianat dan pendengki. Saat aku tidak bisa membaca pikiran Pierre, di situlah aku memiliki prasangka yang bermacam-macam. Apakah ini alami atau mungkin manipulasi Pierre, aku tidak bisa memastikannya. Seperti Pierre ingin aku merahasiakan tentang dirinya, aku juga berharap diriku bisa merahasiakan diri bahwa aku bisa membaca pikiran Pierre sekitar sembilan puluh persen ... Cerita tentang gadis biasa yang jatuh cinta kepada malaikat
Idealnya, kebersamaan itu berakhir bahagia. Tetapi apa yang kudapatkan ternyata tidak. Kebersamaanku dengan Algha selama hampir lima belas tahun berakhir dengan kebencian. Hubungan kami dirusak oleh Ia sendiri, Algha. Lelaki yang kucinta memutuskanku seminggu yang lalu tepat sehari sebelum Ia pergi ke New York. Alasannya klasik dan basi, Ia termakan bujuk rayu wanita yang tidak lain adalah kakak tingkatku sendiri. Lalu aku menganggapnya selingkuh, kukira itu benar.
Tetapi di sini Algha adalah orang yang paling marah ketika aku mengungkapkan ketidakterimaanku atas apa yang Ia lakukan di belakangku.
Sampai detik ini segala sesuatu tentang Algha masih mengganjal di kepalaku. Kepercayaan yang kami bangun selama lima belas tahun rusak hanya dalam hitungan jam. Aku tidak bisa mendefinisikan bagaimana sakit yang kurasakan. Aku hanya menyayangkan bagaimana bisa Algha membagi kasih sayangnya untukku dan wanita itu sekaligus, selama tiga bulan terakhir ini.
"Algha, bukankah aku tidak pernah sepakat bahwa ada perempuan lain di hubungan kita?" seminggu yang lalu aku berusaha sebisa mungkin untuk tidak berkata kasar kepadanya.
"Ia tidak berada di hubungan kita, Alisha. Kau dan aku tetap bersama meski Ia juga bagian lain dari hidupku. Kau tidak perlu mengurusnya. Anggaplah, aku ini irisan di antara dua himpunan, Kau dan dirinya," tanggap Algha.
"Tidak bisa, Kau hanya bisa memiliki aku saja atau Ia saja. Jika ini Kau anggap tidak masalah, aku yang akan mundur. Aku tidak bisa melihat orang lain memilikimu juga," ucapku dengan nada yang mulai meninggi.
"Aku tidak akan melepaskanmu, Alisha. Kau perlu mendengarkan alasanku mengapa aku melakukan ini."
"Tidak perlu. Tidak ada pembenaran apapun untuk perselingkuhan," kupikir tidak penting bagiku mendengarkan pembelaan diri Algha.
"Baiklah, mungkin sekarang bukan waktu yang tepat untuk bicara denganmu. Tapi aku harus berangkat ke New York malam ini. Aku berjanji, tahun depan kita bicara lagi dan urusan kita akan selesai," ucapnya sebelum meninggalkanku seorang diri di anak tangga depan rumahku.
Setelah mengucapkan kalimat itu, Ia membuka pintu mobilnya dengan kasar lalu memacunya dengan kecepatan tinggi. Aku syok dengan kenyataan ini, aku syok dengan apa yang Algha putuskan. Kami berpisah hanya dalam hitungan jam, saat aku menyusul ke rumahnya, Ia sudah pergi. Tak ada siapapun di rumahnya kecuali Nanny, pelayan sekaligus pengasuh Algha sejak Ia kanak-kanak.
"Nanny, apakah Ia sudah lama berangkat?"
"Tentu saja belum, Alisha. Ngomong-ngomong mengapa Kau tidak ikut mengantarnya? Bukankah Kau kekasihnya, Nona Kecil?"
Pertanyaan Nanny membuatku kembali sadar bahwa aku bukan lagi gadis kesayangan Algha. Lelaki itu membohongiku dengan diam-diam memacari orang lain. Tetapi sifat keras kepalaku membuat diriku nekat mengayuh sepeda ke bandara malam itu juga. Hasilnya nihil. Tak ada Algha atau keluarganya sama sekali di sana. Aku terlambat.
Sakit, kesal, malu, dan menyesal bercampur menjadi satu. Aku hanya bisa menangis sepanjang perjalanan malam itu hingga detik ini. Berat sekali rasanya untuk sekadar berkunjung ke rumahnya menemui kedua orangtuanya. Apakah mereka masih menganggapku sebagai calon menantu? Atau bahkan lebih menyetujui hubungan Algha dengan wanita itu?
Lelaki yang menemaniku melewati kehidupan sebatang kara sekarang sudah pergi. Sulit sekali aku menerima takdir ini karena Ia sudah menjadi teman baikku sejak ingatanku mulai tumbuh. Mungkin waktu itu aku berusia empat tahun saat Ia datang ke rumahku bersama kedua orangtuanya. Kami menjadi teman masa kecil.
Aku jatuh cinta kepadanya entah umur berapa, kebersamaan membuat kami saling menyukai. Mungkin takdir kematian kedua orangtuaku juga mempengaruhiku agar aku bergantung kepadanya. Ia memudarkan terjalnya takdir hidupku dengan kisah cinta yang terlalu indah, hingga saat aku dipaksa kehilangan cinta itu, aku terlalu merasa sakit.
Algha kulihat sebagai seorang lelaki saat usiaku sepuluh -setahun setelah kedua orangtuaku kecelakaan pesawat. Saat itu mungkin Ia berusia lima belas, paras remajanya mulai membuatku terpesona. Ia selalu datang ke rumahku setelah kami pulang sekolah sampai menjelang senja. Selain Algha, tak ada orang lain di rumahku. Aku hidup seorang diri di rumah. Pengacara orangtuaku mempercayai seseorang untuk mengurus perusahaan mereka. Setelah aku berumur dua puluh satu nanti, aku sudah harus bisa mengurus perusahaan peninggalan mereka.
Dari jendela kamar lantai dua, kulihat mobil yang melintas di jalan depan rumahku melaju perlahan lalu berbelok memasuki halaman rumahku. Aku berharap keajaiban datang, semoga saja itu adalah mobil tumpangan yang mengantarkan Algha ke rumahku. Pintu mobil terbuka dan aku melompat ke luar kamar menuruni anak-anak tangga untuk memastikan siapa yang datang.
"Alisha... Sudah lama sekali kita tidak bertemu," satu dari tiga perempuan yang turun dari mobil berlari merangkulku. Aku senang bertemu lagi dengannya meski dalam hati kecilku ada rasa kecewa karena ternyata yang datang bukan Algha.
"Sharon," bisikku.
"Kau menangis, Alisha?" tanya Evyta kepadaku sembari menutup pintu mobilnya.
"Ah, aku hanya kesepian," jawabku memasang wajah biasa saja meski siapapun tahu pasti ada alasan yang tidak biasa yang kusembunyikan.
Aku dikenal mereka sebagai gadis periang, aku senang dan tak perlu khawatir mereka mengkhawatirkan diriku. Aku menjalani hidup dengan energik. Tetapi hari ini ketika mereka mengunjungiku setelah sekian lama, mereka melihat sesuatu yang sangat berbeda.
"Tak ada salahnya Kau berbagi cerita dengan kami, siapa tahu suasana hatimu akan membaik," ucap June.
Ketiga teman sekolahku datang sesuai rencana kami satu bulan yang lalu. Seharusnya hari ini kami bersenang-senang karena kami sudah merencanakan kemah tahunan sebagai acara reuni.
"Ah, tidak apa-apa. Aku hanya kesepian, untung saja kalian datang. Apakah hanya kita berempat yang akan kemah?" aku mengalihkan perhatian.
"Tidak, tapi mereka terlalu lambat. Mungkin sebentar lagi mereka datang. Di mana Algha? Bukankah biasanya Ia selalu di rumahmu jika liburan tiba?" Evyta melihat sekeliling, begitu pula Sharon dan June.
"Ia berangkat ke New York minggu lalu, Ia harus mengikuti persiapan program master. Sebenarnya aku sangat keberatan, tetapi bukankah Ia berhak untuk menjalani hidupnya dengan bebas?" jawabku berpura-pura bahwa aku dan Algha masih baik-baik saja.
"Wah, hebat sekali Ia," seru June.
Aku tahu June adalah gadis yang hobi belajar dan Ia mempunyai cita-cita untuk studi di luar negeri, tetapi nasib keluarganya yang serba kekurangan mengharuskan Ia melupakan cita-cita tersebut. Ia cukup menggantungkan cita-citanya untuk berkuliah di kota ini sembari bekerja paruh waktu tahun depan. Mendengar pujiannya kepada Algha, aku hanya tersenyum.
"Mereka akan datang," Sharon mengingatkan kami sembari memegang handphone-nya.
"Ah, aku belum menyiapkan barang bawaan," seruku sembari berlari menuju ruang tengah dan lantai dua untuk mengemasi barang-barang yang harus kubawa untuk berkemah.
Aku pikir tak ada salahnya jika aku mengikuti acara perkemahan ini, di sisi lain aku juga ingin menghibur diriku sendiri dan melupakan Algha. Jika Algha memang sudah tidak mencintaiku lagi, bukankah aku tidak berhak memaksa?
"Alisha, astaga! Kau tidak membaca pesanku sama sekali?"
***
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?
Setelah dua tahun menikah, Sophia akhirnya hamil. Dipenuhi harapan dan kegembiraan, dia terkejut ketika Nathan meminta cerai. Selama upaya pembunuhan yang gagal, Sophia mendapati dirinya terbaring di genangan darah, dengan putus asa menelepon Nathan untuk meminta suaminya itu menyelamatkannya dan bayinya. Namun, panggilannya tidak dijawab. Hancur oleh pengkhianatan Nathan, dia pergi ke luar negeri. Waktu berlalu, dan Sophia akan menikah untuk kedua kalinya. Nathan muncul dengan panik dan berlutut. "Beraninya kamu menikah dengan orang lain setelah melahirkan anakku?"
Binar Mentari menikah dengan Barra Atmadja,pria yang sangat berkuasa, namun hidupnya tidak bahagia karena suaminya selalu memandang rendah dirinya. Tiga tahun bersama membuat Binar meninggalkan suaminya dan bercerai darinya karena keberadaannya tak pernah dianggap dan dihina dihadapan semua orang. Binar memilih diam dan pergi. Enam tahun kemudian, Binar kembali ke tanah air dengan dua anak kembar yang cerdas dan menggemaskan, sekarang dia telah menjadi dokter yang berbakat dan terkenal dan banyak pria hebat yang jatuh cinta padanya! Mantan suaminya, Barra, sekarang menyesal dan ingin kembali pada pelukannya. Akankah Binar memaafkan sang mantan? "Mami, Papi memintamu kembali? Apakah Mami masih mencintainya?"
Livia ditinggalkan oleh calon suaminya yang kabur dengan wanita lain. Marah, dia menarik orang asing dan berkata, "Ayo menikah!" Dia bertindak berdasarkan dorongan hati, terlambat menyadari bahwa suami barunya adalah si bajingan terkenal, Kiran. Publik menertawakannya, dan bahkan mantannya yang melarikan diri menawarkan untuk berbaikan. Namun Livia mengejeknya. "Suamiku dan aku saling mencintai!" Semua orang mengira dia sedang berkhayal. Kemudian Kiran terungkap sebagai orang terkaya di dunia.Di depan semua orang, dia berlutut dan mengangkat cincin berlian yang menakjubkan. "Aku menantikan kehidupan kita selamanya, Sayang."
Hidup itu indah, kalau belum indah berarti hidup belum berakhir. Begitu lah motto hidup yang Nayla jalani. Setiap kali ia mengalami kesulitan dalam hidupnya. Ia selalu mengingat motto hidupnya. Ia tahu, ia sangat yakin akan hal itu. Tak pernah ada keraguan sedikitpun dalam hatinya kalau kehidupan seseorang tidak akan berakhir dengan indah. Pasti akan indah. Hanya kedatangannya saja yang membedakan kehidupan dari masing – masing orang. Lama – lama Nayla merasa tidak kuat lagi. Tanpa disadari, ia pun ambruk diatas sofa panjang yang berada di ruang tamu rumahnya. Ia terbaring dalam posisi terlentang. Roti yang dipegangnya pun terjatuh ke lantai. Berikut juga hapenya yang untungnya cuma terjatuh diatas sofa panjangnya. Diam – diam, ditengah keadaan Nayla yang tertidur senyap. Terdapat sosok yang tersenyum saat melihat mangsanya telah tertidur persis seperti apa yang telah ia rencanakan. Sosok itu pelan – pelan mendekat sambil menatap keindahan tubuh Nayla dengan jarak yang begitu dekat. “Beristirahatlah sayang, pasti capek kan bekerja seharian ?” Ucapnya sambil menatap roti yang sedang Nayla pegang. Sosok itu kian mendekat, sosok itu lalu menyentuh dada Nayla untuk pertama kalinya menggunakan kedua tangannya. “Gilaaa kenyel banget… Emang gak ada yang bisa ngalahin susunya akhwat yang baru aja nikah” Ucapnya sambil meremas – remas dada Nayla. “Mmmpphhh” Desah Nayla dalam tidurnya yang mengejutkan sosok itu.
Seto lalu merebahkan tubuh Anissa, melumat habis puting payudara istrinya yang kian mengeras dan memberikan gigitan-gigitan kecil. Perlahan, jilatannya berangsur turun ke puser, perut hingga ke kelubang kenikmatan Anissa yang berambut super lebat. Malam itu, disebuah daerah yang terletak dipinggir kota. sepasang suami istri sedang asyik melakukan kebiasaan paginya. Dikala pasangan lain sedang seru-serunya beristirahat dan terbuai mimpi, pasangan ini malah sengaja memotong waktu tidurnya, hanya untuk melampiaskan nafsu birahinya dipagi hari. Mungkin karena sudah terbiasa, mereka sama sekali tak menghiraukan dinginnya udara malam itu. tujuan mereka hanya satu, ingin saling melampiaskan nafsu birahi mereka secepat mungkin, sebanyak mungkin, dan senikmat mungkin.