Ketika mata Kevin menatap wajah Anne yang pucat, dia merasakan hatinya sakit. Kata-kata permintaan maaf yang sudah dia siapkan untuk diucapkan sulit untuk keluar dari tenggorokannya.
Pada akhirnya, niat awalnya pun runtuh, Kevin lalu berkata, "Itu tidak penting lagi."
"Ha ha." Bibir Anne melengkung membentuk seringai yang samar. Anne ingin membela dirinya sendiri, tetapi setelah dipikir-pikir, hal itu memang tidak terlalu penting. Sepuluh bulan lagi dia akan bercerai dengan Kevin, segala sesuatu yang berhubungan dengannya tidak akan berarti lagi.
Karena tiba-tiba merasa lelah dan muak melihat Kevin, Anne berbalik dan menghela napas perlahan, "Kamu bisa pergi sekarang, aku butuh istirahat."
Ketidakpedulian Anne membuat hati Kevin semakin sakit. Kevin membuka mulutnya, tetapi tidak bisa menemukan kekuatan untuk mengungkapkan perasaannya kepada Anne, "Selamat beristirahat."
Ketika Kevin berjalan keluar dari dalam ruangan, perasaan campur aduk mulai muncul ke permukaan. Seharusnya dia merasa sangat gembira, tetapi yang dirasakannya hanya kesedihan dan kesuraman.
Kevin berusaha memahami perasaannya sendiri dengan mengangkat tangan di depan matanya, menyadari bahwa tangannya tidak gemetar dan penglihatannya tidak kabur. Lalu, mengapa dirinya merasa seperti itu?
Dia akan menjadi seorang ayah. Dia akan memiliki anak. Mengapa dia tidak bahagia?
Yang paling penting, dia akan berpisah dengan wanita yang membuatnya muak.
Sambil mengangkat sudut bibirnya menjadi seringai kecil, Kevin berkata pada dirinya sendiri, 'Kevin, seharusnya kamu merasa bahagia.'
Lalu Kevin melangkah pergi, tatapan matanya kembali ke ekspresi tajam dan dingin seperti biasanya.