/0/12516/coverbig.jpg?v=48535fc709242fd8068bc8de8369a1ee)
Nay sebut saja dia begitu. Gadis desa yang memiliki ambisi menjadi orang kaya dan terhormat. Semua dia tempuh bahkan menggoda atasannya. Jangan salahkan Nay jika dia memilih jalan hidup seperti itu. Masa kecilnya yang tak bahagia, penuh kesengsaraan, hinaan dan himpitan ekonomi menjadikan dia seorang wanita tangguh, berpendirian keras dan tak mau menyerah mendapatkan apa yang diinginkannya. Jangan salahkan Nay jika dia menggoda pria yang lebih tua darinya. Dia sudah kehilangan dua pria dalam hidupnya dulu. Mantan tunangan dan ayah asuh yang menyayanginya dengan tulus. Mereka meninggal dalam kecelakaan. Separuh jiwanya pergi. Jangan salahkan Nay jika dia ingin kaya dan kekuasaan, karena dia tak mau anaknya kelak seperti dirinya. Seperti apa perjalanan kisah hidup Nayna Danastri dari kecil hingga dia tua? Cerita ini berada di tahun 1975 mengikuti masa kecil Nay.
Tahun 1975
Di tengah teriknya mentari kaki kecilnya terus melangkah sembari membawa satu keranjang kue yang harus dia jual demi menutupi kebutuhan keluarganya. Lelah, lapar dan haus tak dia hiraukan. Dengan penuh semangat suara lantangnya terdengar di jalanan.
"Gorengan ... "
"Kue ..."
Gadis kecil berkuncir dua, hidung bangir dan kulit kuning langsat menjadi tatapan semua orang di jalan. Tak menyangka gadis secantik dia mau dan tak malu berjualan sambil berkeliling.
"Nayna ... sini, Nak."
Senyumannya dapat memikat hati pemuda di sana. Meski gadis bernama Nayna masih berusia delapan tahun banyak pemuda yang menyukainya diam-diam. Mereka akan melamarnya ketika gadis itu sudah beranjak dewasa kelak. Ya hanya tinggal menunggu waktu yang tepat saja.
"Ya Bi, ada apa?" tanya Nayna menghampiri warung di pinggir jalan.
Suaranya yang lembut enak didengar. Tak ada kesan manja, merengek atau berkeluh kesal. Saat membuka kalimatnya, gadis itu berkata dengan sopan dan hormat. Tak ada yang kurang dari gadis tersebut. Sayangnya, dia terlahir dari keluarga tak mampu.
"Kau dan ibumu sudah makan?" tanya sang pemilik warung.
"Sudah tadi pagi, Bi. Lauk yang bibi beri kemarin sore masih ada," jawabnya sopan dengan tutur bahasa yang halus.
"Itu sayur santan. Tidak baik jika disimpan sampai semalam. Nanti sepulangnya kau dari berjualan. Mampirlah sebentar ke sini. Kau paham, Nay?"
"Iya Bi Ros," jawabnya lagi sembari berpamitan.
Rosita pemilik warung di dekat terminal itu memang menjadi persinggahan Nayna maupun para pemuda pengamen. Rosita dan sang ibu Nayna sahabat karib sejak masa sekolah dasar.
"Kasihan benar nasibmu, Cah Ayu. Ayah kandung pergi lalu datang ayah tiri malah pejudi dan pemabuk," ratap Rosita memandang kepergian anak sahabatnya.
Namun Rosita salut pada Maya ibu dari Nayna, wanita itu mampu mendidik anaknya dengan benar setelah ditinggal suaminya yang menikah lagi.
"Na, mana pesananku?" Seorang pemuda berperawakan gemuk menghampiri Nayna yang hendak masuk terminal.
"Ini Bang," kata Nayna menunjukkan sekantung kresek gorengan pesanan Tohir.
"Wah asyik. Terima kasih ya. Ini kembaliannya ambil kamu aja," ucap Tohir menyerahkan uang seribu kepada Nayna.
Nayna menyunggingkan senyum. Senang sekali hatinya kalau Tohir penjaga loket itu membeli dagangannya meski tidak setiap hari hanya ketika ada acara saja di rumahnya. Nayna langsung mengantongi selembar uang dengan tokoh bergambar Pangeran Diponegoro tersebut.
"Gorengan 25 perak ...."
"Lemper 100 perak ...."
Langkahnya kembali terayun. Nayna menjajakan dagangannya di dalam terminal bus yang sudah setahun ini dia lakukan. Jika bukan karena Rusdi ketua preman penjaga terminal gadis kecil itu dilarang masuk dan berjualan, tetapi pria tua itu menaruh rasa iba.
"Nay, udah makan belum?" tanya Rusdi ketika melihat Nayna masih menjajakan jualannya.
"Sudah, Bang," jawab Nayna. Rusdi meski usianya di kepala lima, tetapi dia tak mau dipanggil kakek atau bapak oleh siapa saja.
"Ya sudah hati-hati. Lain kali biarkan Tohir yang ke rumahmu untuk ambil pesanan. Jangan kamu, Nayna. Kamu tuh nggak bisa bawa keranjang berat," ucap Rusdi menggelengkan kepala melihat Nayna berpeluh keringat dengan napas tersengal.
Nayna hanya mengangguk lalu melanjutkan kaki kecilnya mengelilingi terminal bus. Tak ada rasa lelah baginya meski udara kian panas, tetapi Nayna tetap semangat. Dia harus mendapatkan uang hari ini untuk membeli obat sang ibu yang terbaring sakit.
"Gorengan ... lemper ..."
"Masih hangat ... siapa yang mau beli?"
Hampir setengah jam mengitari terminal hanya ada beberapa saja yang laku dan sisanya masih banyak terutama gorengan. Sejenak Nayna duduk di kursi kayu panjang seraya mengambil botol lusuh minumnya. Dia lelah dan perutnya pun berbunyi.
"Tidak, aku tidak boleh beli makan. Kasihan ibu," ujarnya dalam hati.
Meski terasa lapar, Nayna tetap tak berpengaruh pada pikiran jahatnya. Dia akan makan jika dagangannya ini habis dan pulang lalu memakan masakan bibi Rosita yang selalu memberinya lauk sisa.
"Hei! Anak kecil buat apa kamu ke sini?"
"Wah rejeki nih, Bos. Habisin saja," kata pemuda bertato dan bertindik di telinga.
Nayna terkejut kala melihat seorang pria bertubuh kekar menghampirinya bersama dua teman lainnya. Dia beranjak berdiri, tetapi kalah cepat dengan preman tersebut lalu seenaknya memakan gorengan.
"Jangan, Om. Jangan dimakan," ucap Nayna melarang preman itu mengambil gorengannya.
"Hah? Apa katamu Om? Aku bukan om kamu," timpal pemuda ceking satunya sambil tertawa.
"Tolong dibayar, Bang. Ini buat beli obat ibu," kata Nayna memohon.
"Enak saja. Kamu di wilayahku. Jadi ya daganganmu milik aku," jawab sang bos dengan angkuh.
"Bukannya wilayah ini milik Bang Rusdi?" tanya Nayna dengan polosnya.
"Melantur kamu, Bocah. Seluruh area ini punyaku. Jadi siapapun yang berdagang harus bersedia membayar uang atau---"
Nayna tahu tatapan nakal itu. Memang Nayna masih kecil, tetapi dia tahu maksud dari perkataannya mereka dengan melihat dirinya begitu dalam sambil tersenyum.
"Atau apa, Bang?" Nayna harus berani dia tidak boleh menunjukkan rasa takutnya.
"Anaknya secantik ini apalagi ibunya, Banh Hen. Kita culik saja dan---"
Nayna mundur beberapa langkah saat tangan kekar pria bertato itu hendak menyentuh wajahnya. Dia memalingkan wajah dan ingin belari.
"Hei ... kalian!"
Nayna membuka mata dan dia langsung belari menghampiri Rusdi dan anak buah lainnya. Nayna bersyukur bisa selamat dari tangan nakal preman itu.
"Nay, apa mereka melakukan hal buruk sama kamu?" tanya anak buah Rusdi yang bernama Turi.
"Nggak apa-apa, Bang. Tapi dagangan Nay diambil semua tanpa mau bayar."
"Udah kamu kembali ke pos. Biar kami yang menangani mereka. Preman baru netes kok berani ke sini," kata Rusdi siap menghabisi lawan barunya.
Namun belum sempat Rusdi dan komplotanya mendekati preman Hendi, mereka langsung melarikan diri. Tak disangka wilayah seluruh terminal dikuasai Rusdi. Rusdi memang dipercayai oleh pemilik terminal untuk menjaga kawasan ini agar tidak diganggu preman lainnya.
"Lah kok lari, Bang Rus?"
"Mereka itu baru netes kemarin jadi preman. Apa dia tidak tahu kalau bang Rusdi di sini?" Beberapa anak buah Rusdi berkomentar.
Rusdi memandang Nayna yang menatap kosong dagangannya. Isi keranjang itu benar-benar tak tersisa sedikitpun. Andai terjual semua Nayna pasti bisa beli obat untuk ibunya.
"Ibumu masih sakit, Nay?" tanya Rusdi sembari menggandeng tangan Nayna menuju pos.
"Ibu sehat kok, Bang," sahut Nayna tersenyum tak ingin Rusdi tahu penderitaannya.
"Kamu nggak bisa bohongi aku, Nay. Lah wong Turi ke rumahmu lihat ibumu sakit dan wajahnya pucat."
Nayna tak bisa bercerita mengenai kondisi sang ibu. Rusdi sudah banyak menolongnya selama ini dan dia enggan meminta bantuan selama dia masih bisa mencari uang sepulang sekolah.
"Ini uang. Pakai buat beli obat. Nanti aku samperin tuh preman yang berani memakan daganganmu," kata Rusdi sembari menyerahkan tiga lembar uang.
"Turi, anterin nih bocah pulang. Sudah sore lagian," perintah Rusdi pada anak buahnya.
Selepas Nayna mengucapkan terima kasih lalu pamit pulang. Rusdi masih berdiri di sana sampai sepeda motor itu hilang dari pandangannya. Pria itu menghela napas panjang melihat rona kehidupan ibu dari Nayna. Wanita yang hendak dia jadikan istri ke limanya demi menyelamatkan wanita itu dari tangan lelaki bejat.
****
Nayna berucap rasa terima kasih kepada Turi yang mengantarkannya pulang. Gadis kecil itu berjalan menyusuri jembatan batu kecil hingga sampai ke rumahnya. Setiap hari hanya jalan ini yang bisa dilalui dirinya bersama warga lainnya.
Pemukiman warga tak mampu berada di ujung setelah perumahan mewah milik orang kaya dan menengah. Ketika hendak ke rumahnya, Nayna harus melewati rumah orang kaya terlebih dulu lalu jalannya akan semakin sempit karena di sisi kanan dan kiri terdapat ladang juga sawah yang dikelola warga.
"Andai tidak ada jembatan ini mungkin ada mobil yang bisa mengantarkan nenek waktu itu," kenangnya sambil berjalan di atas jembatan yang terbuat dari batu semen kuat.
Setelah melewati jembatan kecil itu, Nayna harus berjalan lagi melewati sungai di sisi kiri dan sawah milik Pak RT barulah dia sampai di pemukiman yang dihuni oleh warga kalangan biasa.
Pemukiman itu memiliki warga yang tak sedikit. Semua pekerja lepas harian, ada yang menjadi petani atau sopir bus kebanyakan. Nayna mengenal semua warga sana karena dia lahir di pemukiman ini.
"Akhirnya sampai. Sepertinya ibu goreng tempe. Aku lapar," katanya dengan riang.
Namun belum sempat kakinya menuju teras rumahnya, terdengar suara gaduh dan lemparan piring disertai umpatan kasar. Nayna memilih diam dan menangis tersedu-sedu tanpa bisa membantu.
=Bersambung=
Chelsea mengabdikan tiga tahun hidupnya untuk pacarnya, tetapi semuanya sia-sia. Dia melihatnya hanya sebagai gadis desa dan meninggalkannya di altar untuk bersama cinta sejatinya. Setelah ditinggalkan, Chelsea mendapatkan kembali identitasnya sebagai cucu dari orang terkaya di kota itu, mewarisi kekayaan triliunan rupiah, dan akhirnya naik ke puncak. Namun kesuksesannya mengundang rasa iri orang lain, dan orang-orang terus-menerus berusaha menjatuhkannya. Saat dia menangani pembuat onar ini satu per satu, Nicholas, yang terkenal karena kekejamannya, berdiri dan menyemangati dia. "Bagus sekali, Sayang!"
Warning 21+ mengandung konten dewasa, harap bijak dalam memilih bacaan. Winda Anita Sari merupakan istri dari Andre Wijaya. Ia harus rela tinggal dengan orang tua suaminya akibat sang ibu mertua mengalami stroke, ia harus pindah setelah dua tahun pernikahannya dengan Andre. Tinggal dengan ayah suaminya yang bersikap aneh, dan suatu ketika Anita tau bahwa ayah mertuanya yang bernama Wijaya itu adalah orang yang mengidap hiperseks. Adik iparnya Lola juga menjadi korban pelecehan oleh ayahnya sendiri, dikala sang ibu tak berdaya dan tak bisa melindungi putrinya. Anita selalu merasa was-was karna sang ayah mertua selalu menatapnya dengan tatapan penuh nafsu bahkan tak jarang Wijaya sering masuk ke kamarnya saat ia sedang tidur. Akankah Anita mampu bertahan tinggal bersama Ayah mertuanya yang hiperseks? Atau malah menjadi salah satu korban dari ayah mertuanya sendiri?
Luna Valleryn adalah seorang perempuan muda yang baru dinikahi oleh Dion satu bulan yang lalu. Tapi ia sama sekali tidak merasakan kebahagiaan sebagai pengantin baru karena suaminya yang terlalu sibuk bekerja. Suatu ketika, saat Dion pergi ke luar kota, Luna menginap di rumah Maya, tantenya. Ia merasa iri melihat rumah tangga Maya dan Berend yang masih hangat kendati usia pernikahan mereka sudah belasan tahun. Maya membayangkan seandainya ia memiliki suami seperti Berend, tentu ia tidak akan merasa kesepian. Seolah membaca pikiran Luna, Berend pun menggoda perempuan muda itu. Disanalah bermulanya perselingkuhan antara Berend dan Luna.
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?
Novel ini berisi kompilasi beberapa cerpen dewasa terdiri dari berbagai pengalaman percintaan penuh gairah dari beberapa karakter yang memiliki latar belakang profesi yan berbeda-beda serta berbagai kejadian yang dialami oleh masing-masing tokoh utama dimana para tokoh utama tersebut memiliki pengalaman bercinta dengan pasangannya yang bisa membikin para pembaca akan terhanyut. Berbagai konflik dan perseteruan juga kan tersaji dengan seru di setiap cerpen yang dimunculkan di beberapa adegan baik yang bersumber dari tokoh protagonis maupun antagonis diharapkan mampu menghibur para pembaca sekalian. Semua cerpen dewasa yang ada pada novel kompilasi cerpen dewasa ini sangat menarik untuk disimak dan diikuti jalan ceritanya sehingga menambah wawasan kehidupan percintaan diantara insan pecinta dan mungkin saja bisa diambil manfaatnya agar para pembaca bisa mengambil hikmah dari setiap kisah yan ada di dalam novel ini. Selamat membaca dan selamat menikmati!
21+ (Bijaklah dalam membaca, cerita mengandung adegan hanya untuk usia dewasa dan kekerasan) Arsenio Orlando Lazcano, muda, tampan, berkharisma dan sudah pastinya kaya raya. Tidak ada wanita yang tidak jatuh cinta kepadanya, bahkan dengan suka rela akan memberikan tubuhnya kepada CEO tampan pemilik Lazcano's corps itu. Namun dibalik itu semua ada hal yang di sembunyikan oleh seorang Arsen. Kehidupan gelapnya, yang siapapun tidak akan pernah mengiranya. Membunuh sudah menjadi hal yang biasa bagi seorang Arsen. Sebuah insiden mempertemukannya dengan seorang gadis yang membuat hidupnya berubah. Gadis lugu, polos dan baik hati. Sungguh sangat berbanding terbalik dengannya. Namun itulah yang membuat ia penasaran dan tertarik dengan gadis itu.