"Pergilah, Clarissa." Suara Bram terdengar sangat berat menahan sakit di sisa hidupnya. "David Lee telah mengetahui keberadaan kamu."
"Aku tidak mungkin meninggalkan Paman dalam keadaan seperti ini. Kita ke rumah sakit saja Paman, agar Paman bisa sembuh, dan kita lawan David bersama-sama," ucap Clarissa. Dia tidak bisa meninggalkan Bram begitu saja. Apalagi selama ini yang merawat dia adalah Bram.
"Pergilah Clarissa! Pikirkan ayahmu yang saat ini masih setia menunggumu. Jangan pikirkan diriku jika kamu masih menganggapku sebagai seorang paman. Pergilah!" bentak Bram kepada Clarissa. Dia tidak mau jika David Lee mengetahui keberadaan Clarissa.
Clarissa menutup matanya sejenak. Antara ingin pergi atau tetap diam di samping Bram. Dia ingin sekali Bram tetap hidup, melawan David bersama-sama.
Clarissa menggelengkan kepalanya. Dia tetap ingin menemani Bram, apapun yang terjadi.
"Clarissa ... waktuku tidak lama lagi. Biarkanlah orang yang hampir mati ini menjemput ajalnya. Asalkan kamu tetap hidup, dan membalaskan dendamku kepada orang bengis itu," ucap Bram lemah. Dia sudah kehabisan tenaga untuk berbicara.
"Tapi ...."
"Pergilah, Clarissa!" bentak Bram memotong perkataan Clarissa.
Clarissa mencoba bangkit meninggalkan Bram sendirian di dalam rumah sederhana, yang atapnya hanya terbuat dari tanah liat. Dia menoleh ke belakang melihat keadaan Bram. Air matanya tak henti menetes saat melihat senyum Bram. Clarissa pergi meninggalkan Bram sendirian di rumah yang selama ini menjadi saksi dia berlatih bela diri.
Clarissa melangkah, dan terus melangkah tanpa dia tahu kemana arah tujuannya. Bahkan saat ini dia sama sekali tidak membawa uang sepeserpun. Uangnya habis untuk membeli bahan makanan dari supermarket tadi. Clarissa selalu memikirkan Bram. Hingga tanpa sadar dia berhenti di tengah jalan.
Clarissa hanya mampu menutup matanya saat sebuah mobil Ferrari hitam akan menabraknya. Namun, saat dia membuka mata, mobil itu berhenti tepat di depan matanya, dengan jarak yang hanya sejengkal.
Tidak berapa lama keluarlah seorang pemuda tampan dari dalam mobil tersebut dengan menggunakan pakaian serba hitam, dan kaca mata hitam.
Clarissa memperhatikan sosok pemuda tersebut. Dia merasa pernah melihat pemuda itu. Namun, dia lupa di mana dia pernah melihatnya. Perlahan dia mencoba mengingat pemuda yang saat ini berjalan ke arahnya, tetapi tiba-tiba pandangannya menjadi buram berwarna hitam, dan gelap, membuat tubuh Clarissa terjatuh tepat di dekapan pemuda tersebut.
Pemuda itu membawa Clarissa ke mansion. "Siapa wanita ini? Kenapa dia ada di tengah jalan?" ucap pemuda yang memiliki nama Leonardo Shu itu.
Tiba di mansion, semua pengawal heran melihat bosnya membawa seorang wanita cantik dalam keadaan pingsan. Biasanya, dia tidak pernah peduli kepada seorang wanita.
"Maaf, Tuan? Siapa gerangan wanita itu? Kenapa dia bisa anda bawa kemari?" tanya salah satu pelayan yang bekerja di mansion Leonardo.
Seketika memancarkan mata elangnya yang tajam, Leonardo menatap salah satu pelayannya yang berani lancang bertanya kepadanya. "Siapa kamu? beraninya kamu menanyakan hal itu kepadaku. Aku adalah bosmu, apa pun yang aku lakukan bukanlah urusanmu!" bentak Leonardo membawa Clarissa ke dalam kamar.
Leonardo menatap wajah Clarissa dengan sangat intens. Ada rasa kasihan kepada gadis yang baru saja dia temui itu. Dia merasa gadis itu terlalu banyak pikiran. Sehingga, dia ingin bunuh diri.
Leonardo mengambil sebuah minyak kayu putih untuk wanita yang saat ini telah berbaring di atas ranjang. Dia ingin wanita itu segera sadar, dan langsung pergi dari Mansion. Dia tidak mau ada seseorang yang mengganggu hidupnya. Walaupun dia merasa sangat kasihan kepada wanita tersebut.
Clarissa mencium aroma yang menurutnya tidak sedap hingga dia terbangun. Matanya tertuju kepada seseorang yang saat ini ada di depannya. Dia langsung terduduk saat ada orang asing menatap wajahnya dingin.
"Siapa kamu? Sedang apa kamu di sini?" tanya Clarissa yang tidak sadar saat ini dia sedang di tempat siapa.
Kedua sudut bibir Leonardo tertarik mendengar ucapan Clarissa. "Coba kamu perhatikan saat ini kamu sedang berada di mana. Agar kamu tidak asal bicara."
Leonardo menatap wajah Clarissa dengan sangat tajam. Namun, tatapan itu tidak membuat Clarissa takut sama sekali. Dengan santai dia menatap sekelilingnya.
"Jadi aku berada di tempatmu? Baiklah aku akan pergi. Minggirlah," ucap Clarissa berusaha bangkit dari tempat tidur Leonardo.
Leonardo mengernyitkan dahi. Dia merasa aneh dengan wanita yang belum dia kenal itu. Wanita itu terlihat santai berhadapan dengannya. Bahkan tidak merasa bersalah sama sekali.
"Kamu mengusirku? Siapa kamu berani mengusir diriku? Apakah kamu tidak takut denganku?" tanya Leonardo kepada Clarissa.
"Untuk apa aku takut kepada kamu, Tuan? Sedangkan aku tidak mengenalmu," ucap Clarissa. Dia pura-pura tidak tahu siapa Leonardo. Namun sebenarnya dia sudah mengingat siapa Leonardo.
"Tetap berada di sini atau aku akan membunuhmu!" bentak Leonardo. Entah mengapa dia merasa penasaran dengan Clarissa. Dia merasa Clarissa beda dari wanita yang pernah dia jumpai sebelumnya.
Clarissa sedikit heran dengan sikap Leonardo kepadanya. Namun, dia mencoba tidak peduli, setidaknya dia bisa masuk ke dalam geng mafia yang dipimpin oleh Leonardo, jika dia bisa mendekati pemuda itu. Tapi, dia tidak ingin Leonardo curiga.
"Saya tidak pernah takut dengan ancaman seseorang, Tuan. Jika aku ingin pergi, maka aku akan tetap pergi," ucapnya membalas tatapan Leonardo Shu.
"Siapa kamu? Kenapa kamu terlihat santai saat seseorang akan membunuhmu!" Leonardo sangat penasaran dengan Clarissa.
"Aku adalah gadis biasa yang sudah kehilangan seluruh keluarganya. Jadi, mati adalah hal yang tidak patut ditakuti untukku."
Leonardo berdiri melangkah sedikit menjauh dari Clarissa. Dia mencoba membelakangi Clarissa.
"Jadi oleh karena itu, kamu mencoba mengakhiri hidupmu di tengah jalan tadi," ucap Leonardo menoleh ke arah Clarissa.
Clarissa hanya tersenyum simpul mendengarkan ocehan Leonardo. Dia tidak menyangka jika Leonardo berpikir kalau dirinya sengaja berhenti di tengah jalan untuk bunuh diri. Padahal yang sebenarnya dia tidak pernah berpikir sampai sejauh itu.
"Mungkin apa yang anda katakan itu benar, Tuan. Lalu kenapa anda tidak menabrak aku, tadi? Seharusnya anda tabrak aku. Agar aku bisa menyusul keluargaku." Clarissa sengaja berpura-pura putus asa di depan Leonardo, agar Leonardo bersimpati kepadanya.
Leonardo mendekati Clarissa dengan mata elangnya. Mata itu memancarkan aura pembunuh di hadapan Clarissa. Namun, tetap saja Clarissa terlihat santai di depan Leonardo. Dia ingin tahu apa yang akan Leonardo lakukan kepadanya