Bagaimana jadinya jika kamu mendapati kenyataan orang yang diinginkan calon suamimu adalah adikmu. Orangtuanya salah melamar, hingga kamu masuk ke dalam pernikahan yang tidak diharapkan
Bagaimana jadinya jika kamu mendapati kenyataan orang yang diinginkan calon suamimu adalah adikmu. Orangtuanya salah melamar, hingga kamu masuk ke dalam pernikahan yang tidak diharapkan
"Dijah, kamu segera siap-siap ya. Nanti malam ada yang melamarmu," ucap emak sambil memamerkan senyum di wajah keriputnya. Binar matanya indah, menyiratkan betapa bahagianya saat ini.
"Me-la-mar, Mak?" tanyaku tak percaya.
"Iya. Sudah hentikan bacaanmu. Kamu segera mandi, ini sudah jam 5 sore juga. Anak perawan kok males mandi," ucap Emak dengan kecepatan kilat sambil menarik paksa buku yang kupegang. Sebuah novel roman yang baru saja kubeli beberapa saat lalu.
Aku Dijah, anak pertama dari seorang janda tua sederhana. Bapakku sudah meninggal beberapa tahun lalu, dan aku hanya tinggal berdua bersama Emakku yang super bawel. Meskipun begitu, aku sangat menyayanginya. Sebenarnya aku masih punya saudara, Namanya Dinda, dia adikku satu-satunya, yang mau tak mau menjadi teman berantemku. Sayang, saat ini ia sedang kuliah di kota, mengejar mimpinya. Sedangkan aku? Aku lebih memilih tinggal bersama ibu, karena tak tega meninggalkan ia. Terlebih lagi aku tak ingin membebani emak dengan biaya kuliah yang mencapai puuhan juta. Hingga tinggallah Dijah, yang hanya sebatas tamatan sekolah menengah atas.
"Dijah! Kenapa masih di kamar? Cepat segera mandi," teriak emak dengan tinggi nada yang semakin keatas.
Kalau ucapannya sudah bervolume diatas standar, mau tidak mau aku harus nurut. Dari pada daun telinga ini menjadi korban atas keganasannya, atau bisa jadi sapu dan kemoceng akan melayang ke setiap bagian tubuhku.
Dijah, nama yang sangat kuno bukan? Aku dilahirkan pada tahun 90 an, tapi namaku seperti pada era kemerdekaan. Nama yang selalu menjadi sasaran empuk buat teman-temanku untuk membullyku. Meskipun sebenarnya nama pemberian dari almarhum bapak ini, adalah nama yang indah. Lengkapnya Khadijah. Nama yang cantik bukan? Bapak pernah berharap, aku memiliki kelembutan hati seperti istri seorang nabi. Tapi, sayangnya, di umurku yang terbilang sudah cukup dari kata matang belum juga ada lelaki yang hendak mempersuntingku.
Bukan tanpa alasan. Aku adalah wanita biasa, hidupku juga sangat biasa. Aku tak cantik, juga tak cerdas, aku juga tak memiliki keahlian apapun, terlebih aku bukanlah perempuan berada. Entahlah, mungkin saat pembagian rejeki, aku hanya dapat bagian sedikit saja. Lain halnya dengan adikku Dinda. Meskipun kami dilahirkan dari rahim yang sama, nyatanya rejekinya berbeda. Dia terlahir sebagai wanita cantik, hidungnya mancung, tubuhnya semampai dengan kulit tubuh yang putih dan bersih. Bibirnya kecil, namun selalu berwarna kemerahan, berikut dengan alis warna hitam meskipun tanpa tersentuh oleh eye brow. Jika kami sedang berdiri bersama, tentu akan terlihat perbedaan mencolok diantara kami, terlebih lagi tinggiku sudah tersaing oleh tubuh sempurnanya.
"Dijah, masih belum keluar kamar juga?" tanya emak dengan nada yang semakin meninggi, dengan cepat aku membuka pintu kamar dan menampakkan diri.
"Emak, tadi Dijah ambil handuk dulu," ucapku sambil memerkan benda bertekstur halus yang melingkari leherku.
Emak tersenyum.
"Sebenarnya siapa yang mau melamar dijah, Mak?" tanyaku ragu.
Sebenarnya siapapun yang datang, aku tak mungkin menolak. Karena bagaimanapun, aku yakin kalau pilihan emak adalah jodoh yang terbaik, itulah yang aku percayai. Lebih memilih pasrah dengan jodoh yang akan ditakdirkan tuhan kepadaku.
"Nak Ammar."
"Ammar?" tanyaku yang diikuti dengan menelan saliva dengan kasar.
"Jangan bilang kamu menolak. Kamu sudah janji kan, menyerahkan urusan jodoh kepada Emak.'
"Nggih, Mak," ucapku yang segera berlalu ke kamar mandi dengan menahan senyum di hatiku.
"Ammar?" ucapku tak percaya sambil menatap wajahku di cermin kamar mandi.
Ya, di ruangan yang tak besar ini aku memang meletakkan pecahan kaca yang memiliki sisi tak beraturan ke dinding. Aku mempunyai kebiasaan menatap wajahku sebelum dan sesudah mandi. Alasannya sih supaya tahu bagaimana perubahan wajahku dari jelek menjadi cantik, tapi nyatanya tak ada yang berubah. Entah aku mandi ataupun tidak, rasanya tak ada bedanya, karena itulah aku jadi wanita yang malas mandi.
Ammar, dia adalah salah satu pemuda idaman di kampung ini. Lebih tepatnya idamanku. Dia anak dari seorang imam masjid tempat ini. Lain dari kakak-kakaknya yang selalu terlihat rapi dan agamis. Ammar memiliki penampilan yang beda. Jika kedua kakaknya lebih sering memakai sarung dan baju koko, Ammar lebih suka dengan celana levis dan atasan kaos. Jika kedua kakaknya suka ikut berjamaah di saf depan bersama bapak mereka, lain halnya dengan Ammar yang selalu datang terlambat dan berada di saf sholat paling belakang. Ia terlihat lebih urakan dari saudaranya yang lain, tapi tetap saja wajah tampannya itu menghipnotis kaum hawa.
'Amar melamarku?' batinku yang masih tak percaya. Beberapa kali kuusap kasar wajahku sendiri, memastikan jika semua bukanlah mimpi.
***
Detikan jam terus berjalan, bersamaan dengan hatiku yang dag dig dug tak karuan. Menghadirkan sandi rumput yang entah bagaimana cara membacanya.
Apalagi ketika kulihat rombongan dengan 2 mobil terparkir. Jantungku seakan hendak copot dari tempatnya. Emak memintaku untuk berdiam di kamar, menatap rombongan itu masuk dari balik jendela. Sedangkan wanita keramat yang telah melahirkanku, menjamu tamunya dengan wajah sumringah.
"Khadijah," teriak bulekku bersamaan dengan ketukan pintu.
Kalau sudah seperti ini, mau tidak mau aku harus keluar menampakkan batang hidungku yang terkesan pas-pasan. Kulihat kembali wajahku di cermin, berikut dengan pakaian yang menyelimutiku saat ini. Aku berdiri di depan kaca besar yang menempel di pintu almari, mengenakan kebaya warna biru dengan make up seadanya. Tidak lupa kututupi mahkotaku dengan warna senada.
"Eh, lupa," ucapku bermonolog sambil mengambil parfum murahan yang berada di atas meja, kusemprotkan benda tersebut, hingga wangi itu menguar ke seluruh ruangan.
"Tarik nafas, hembuskan. Tatik nafas, hembuskan," ucapku sendiri sambil melakukan perintah dari bibir. Seperti inilah caraku menenangkan diri dari rasa tegang.
Perlahan kupegang gagang pintu, dan memutarnya. Kugeser benda kayu itu, hingga terdengar suara berderit ketika pintu kayu berbenturan dengan lantai. Kini, semua mata menatap kearahku, karena pintu kamar langsung berhadapan ke ruang tamu.
Kedua orang tua Ammar duduk di sofa panjang, dengan ketiga anaknya yang saling berdampingan dengan pasangan masing-masing. Tak terlihat Amar layaknya sebuah pesta lamaran di tiktok ataupun facebook. Karena di desa ini, masih sangat mengikuti budaya lokal. Dimana sang lelaki yang melamar, tak akan turut serta untuk datang. Apalagi sampai bertukar cincin layaknya selebriti. Bahasa jawanya, orang tua akan nembung kepada pihak perempuan, meminta ijin jika anak perempuannya akan diunduh mantu. Setelahnya, sang wanita ditanyai oleh pihak lelaki, apakah bersedia dinikahi oleh anaknya yang bernama fulan. Ketika aku menjawab iya, semuaa prosesi usai. Ya, sangat sederhana.
Setelah melakukan prosesi lamaran usai. Baik keluarga Ammar dan keluarga besarku saling musyawarah tentang hari pernikahan. Sekilas akupun mendengar, jika hari pernikahanku tinggal hitungan hari. Hingga di hari H, aku mendapati kenyataan jika yang hendak dilamar oleh Ammar adalah Dinda, adikku.
‘Ikuti terus jatuh bangun perjalanan Sang Gigolo Kampung yang bertekad insyaf, keluar dari cengkraman dosa dan nista hitam pekat. Simak juga lika liku keseruan saat Sang Gigolo Kampung menemukan dan memperjuangkan cinta sucinya yang sangat berbahaya, bahkan mengancam banyak nyawa. Dijamin super baper dengan segala drama-drama cintanya yang nyeleneh, alur tak biasa serta dalam penuturan dan penulisan yang apik. Panas penuh gairah namun juga mengandung banyak pesan moral yang mendalam.
Blurb : Adult 21+ Orang bilang cinta itu indah tetapi akankah tetap indah kalau merasakan cinta terhadap milik orang lain. Milik seseorang yang kita sayangi
Bacaan Komedi Romantis Dewasa! Danny Sasmita, remaja yang berusaha mencari jati diri. Dia punya tetangga baru yang cantik dan bening dilihat, namanya Tante Camelia. Diam-diam Danny sering kepo mengintip aktivitas pribadi si tante dengan teropong canggih miliknya. Suatu hari saat Tante Camelia baru saja selesai mandi dan belum berpakaian, dia membuat teh di dapur berbalut handuk saja. Tiba-tiba si tante menjerit histeris sampai Danny berlari segera menolongnya tanpa pikir panjang. Pucuk di cinta ulam pun tiba, Danny dipeluk erat-erat oleh si tante yang panik karena phobia kecoak. Namun, warga komplek perumahan salah paham dan mereka dinikahkan paksa padahal beda usia mereka cukup jauh. Apa yang selanjutnya terjadi di antara Danny dan Tante Camelia? Siapa sebenarnya Tante Camelia, janda 'kah atau perawan kasep? Di tengah konflik dengan warga sekitar dan kerabat yang nyinyir dengan pernikahan tak wajar itu, mantan tunangan Camelia hadir kembali setelah berpisah dua tahun. Siapa yang akan dipilih oleh Camelia? Danny atau pria dari masa lalunya? Follow I G Author Agneslovely2014 untuk info karya terbaru ini ya. Thank you!
21+ "Pantas belum jalan, ada maunya ternyata" Ujar Fany "hehehehe... Yuk..." Ujar Alvin sambil mencium tengkuk istrinya. Fany segera membuka handuknya. Buah dadanya menggantung indah, perutnya yang rata dan mulus, serta area kemaluannya yang ditutupi rambut hitam langsung muncul. Alvin segera memeluk Fany dan melumat buah dadanya dengan rakus. "Pintu sudah dikunci? " Tanya Fany "Sudah...." Jawab Alvin disela mulatnya sedang mengenyot puting pink milik Fany "nyalain Ac dulu" suruh Fany lagi Sambil melepas sedotannya, Alvin mencomot remote AC lalu memencet tombol ON. Kembali dia melumat buah dada Fany bergantian kiri dan kanan, buah dada yang putih dan terlihat urat-urat merah dan biru di buah dada putihnya, membuat Alvin makin rakus melumatnya. Sambil menrunkan celana pendek dan celana dalamnya, dia membuka kaosnya, lalu merenggangkan paha Fany, ujung kontolnya yang belum tegak sempurna diberi ludah lewat jari tengahnya di bagian kepala, lalu menggosok gosok pelan di bibir vagina Fany. Fany mendesah dan merasakan mulai ada rangsangan di bibir kemaluannya, lalu tiba-tiba masuk batang berurat milik Alvin di vagina Fany yg belum begitu siap dan basah, pelan2 lelehan cairan membasahi dinding vaginanya, Alvin mulai menggoyang dan naik turun, Fanny memeluk bagian pinggul suaminya, pahanya dibuka lebar. Tidak lama kemudian.....
Ditinggalkan sejak kecil dan menjadi yatim piatu akibat pembunuhan, Kathryn bersumpah akan merebut kembali setiap bagian dari hak warisannya yang dicuri. Ketika dia kembali, masyarakat menyebutnya sebagai anak hasil hubungan gelap yang tidak beradab, mengejek bahwa Evan kehilangan akal karena menikahinya. Hanya Evan yang tahu kebenarannya: wanita yang dipeluknya dengan hati-hati seperti porselen itu menyimpan cukup banyak rahasia untuk membuat kota ini gemetar. Dia juga dikenal sebagai dukun legendaris, peretas ulung, dan pembuat parfum kesayangan istana. Di pertemuan-pertemuan, para direktur mengeluh melihat pasangan yang mesra itu, "Apa dia benar-benar perlu hadir di sini?" Evan hanya mengangkat bahu. "Istri senang, hidup tenang." Segera topengnya jatuh, dan mereka yang mencibir pun tunduk dengan kagum.
Lima tahun lalu, aku menyelamatkan nyawa tunanganku di sebuah gunung di Puncak. Insiden itu membuatku cacat penglihatan permanen—sebuah pengingat yang berkilauan, yang terus-menerus ada, tentang hari di mana aku memilihnya di atas penglihatanku yang sempurna. Dia membalasku dengan diam-diam mengubah rencana pernikahan kami di Puncak menjadi di Bali, hanya karena sahabatnya, Amara, mengeluh di sana terlalu dingin. Aku mendengarnya menyebut pengorbananku sebagai "drama murahan" dan melihatnya membelikan Amara gaun seharga delapan ratus juta rupiah, sementara gaunku sendiri ia cibir. Di hari pernikahan kami, dia meninggalkanku menunggu di altar untuk bergegas ke sisi Amara yang—sangat kebetulan—mengalami "serangan panik". Dia begitu yakin aku akan memaafkannya. Dia selalu begitu. Dia tidak melihat pengorbananku sebagai hadiah, tetapi sebagai kontrak yang menjamin kepatuhanku. Jadi, ketika dia akhirnya menelepon ke lokasi pernikahan di Bali yang kosong melompong, aku membiarkannya mendengar deru angin gunung dan lonceng kapel sebelum aku berbicara. "Pernikahanku akan dimulai," kataku. "Tapi bukan denganmu."
© 2018-now Bakisah
TOP
GOOGLE PLAY