Amar telah memasukkan anda ke dalam grup "Alumni SMA Negeri 1 Gondang 2018". Dhafa membaca sebuah notifikasi seraya tersenyum senang. 'Gercep benar sohibku yang satu ini. Hmm..., tolak atau terima?' Dhafa masih tertegun dalam keraguan.
'Gadis kejam itu sudah pasti ada di Grup, karena dia selalu haus popularitas.' Dhafa membatin. Ia meletakkan ponselnya di atas nakas, belum menentukan pilihan apapun. Luka lama masih mengganjal di hatinya, membuatnya ragu untuk masuk Grup Alumni.
Dhafa bersandar resah di pembaringan. Sepertinya luka itu belum sembuh dan masih berdarah, menyisakan trauma yang mendalam di ruang batinnya. Ia sudah lama menghapus semua perasaan bodoh itu, iya bodoh! Bisa-bisanya Ia jatuh cinta pada si gadis pembully, gadis yang juga sangat ia benci di masa lalu. Seiring berjalannya waktu dan tumbuhnya kedewasaan, Dhafa telah memutuskan untuk membuang jauh-jauh perasaan yang bertentangan dengan akal pikirannya tersebut. Tapi kenapa ketakutannya pada sosok Salma Azzahra masih terpatri di sisi-sisi hatinya.
'Akh, kenangan itu terlalu buruk! Namun, bukankah aku telah berjanji untuk kembali sebagai sosok yang baru. Aku yang sekarang bukan lagi diriku yang dulu. Tak kan ada lagi Dhafa yang bisa ditindas semena-mena atau Dhafa yang mereka bilang cupu. Aku telah membuat perubahan besar pada diriku. Buktinya para gadis kini memandangku dengan terpana dan terkagum-kagum.'
Dhafa bangkit meraih ponselnya, lalu ia menekan tulisan "terima". Rasa percaya dirinya telah tumbuh lagi. Seketika ponselnya kembali bergetar berulang-ulang, notifikasi pesan masuk dari Grup Alumni mulai menyita perhatiannya.
Dhafa membaca pesan masuk itu satu persatu, ada secercah kerinduan di hatinya akan kebersamaan dengan beberapa teman yang cukup dekat dengannya di masa SMA dulu.
Selamat datang di Grup, Bro Dhafa. Teman-teman, ada Dhafa Akramul Dzauri kelas Dua Belas IPA-E baru masuk Grup, sambut yang meriah dong! (Amar)
Terimakasih, telah mengizinkan saya bergabung di sini. (Dhafa)
Wah, Dhafa ini yang langganan Juara Satu Umum Sekolah, kan? Bagaimana kabar kamu sekarang? (Intan)
Dhafa, masih ingat aku, kan? Kamu enggak amnesia kan? Wayan nih, teman sekelas kamu yang paling ganteng. Kapan kita ngumpul-ngumpul, bro?
Hai Dhafa, Selamat bergabung di Grup, ya. Aku ingat dong sama cowok paling pintar di sekolah. (Naya)
Hmmm..., ini Dhafa yang dulu pernah nembak Salma, tapi ditolak di depan kelas itu, kan? Kok baru nongol di Grup sih, selama ini kemana aja masbro? Eh, maaf jadi kepo, hehehehe.... (Chikka)
Deg! jantung Dhafa berpacu lebih cepat. Ada emosi yang meledak-ledak di kepalanya. Bahkan setelah bertahun-tahun, teman-temannya masih mengingat salah satu momen yang paling Dhafa benci dari masa SMA-nya. Momen dimana ia difitnah dan dipermalukan oleh seorang gadis pembully, Salma Azzahra, hanya sebagai bahan lelucon dan untuk memuaskan rasa iseng gadis bengal itu semata. Peristiwa itu masih begitu melekat dibenak Dhafa, tak pernah ia mampu untuk menghapusnya, begitu juga rasa sakitnya.
''Hi..., Class! Kalian mau tahu rahasia terbesar abad ini? Mau dong, ya!'' pekik Salma membuka pidato konyolnya di depan kelas. Salma Azzahra yang cantik dan kharismatik selalu bisa membuat semua orang tertarik dengan apapun yang dia katakan dan apapun yang dia kerjakan.
"Mau doooong...!'' seru hampir semua siswa yang ada di kelas Dua Belas IPA-E. Dhafa sendiri hanya melempar senyum dikulum melihat tingkah gadis bengal yang akhir-akhir ini semakin intens membully-nya. Semakin di bully, ia semakin sakit hati. Semakin ia sakit hati, wajah Salma semakin tak mau pergi dari ingatannya.
Dhafa sungguh tidak mengerti, dan entah apa lagi yang akan terjadi hari ini, batinnya.
''Gini, Guys. Ada cowok yang imejnya di mata kalian sok paling anti sama cewek, enggak sudi berdekatan sama cewek, tapi diam-diam cowok ini nembak aku kemarin, iya kan Dhafa? Ngaku saja, be gentleman dong! Tapi, maaf ya bocil, aku enggak bisa menerimanya karena kamu belum cukup umur,'' tukas Salma dengan gaya centil yang khas sehingga semua mata tertuju padanya.
''Gyaaahahahahahahahaahahaha....!!" Seisi kelas penuh dengan suara tawa para siswa yang merasa geli, mereka percaya begitu saja dengan semua cerita Salma. Bagi mereka ini adalah hal yang sangat janggal dan lucu, ketika seorang cowok cupu, anti cewek dan kutu buku, begitu beraninya menyukai Salma Azzahra yang sedang menjalin hubungan dengan siswa paling populer, paling ganteng, paling tajir di sekolah, Gading Putra Bagaskara.
Dhafa mematung bagai terhipnotis, tak ada sepatah katapun yang bisa keluar dari bibirnya. Wajahnya memerah, lebih merah dari biasanya. Ingin ia berkata ''tidak", tapi lidahnya seakan kelu. Ia justru merasa seperti sorang pencuri yang sedang tertangkap basah, ia menyerah kalah dan bertekuk lutut di bawah tekanan perasaannya sendiri. Bagaimanapun, memang benar ia telah menyukai gadis kejam di depan kelas itu diam-diam. Meski ia tak pernah mengungkapkannya dan ia tak akan pernah punya nyali untuk itu.
''Gila elo, Dhafa. Muka kaya' keset begitu, beraninya nembak Salma. Wow dah, Hahahaha!"
''Si bocil sudah baligh sekarang, guys!''
''Hahahahahhaha!''
''Kalau udah baligh berarti sudah tahu mimpi basah dong ya, hahahahhaha....!''
''Hahahahahhhaaa....!''
''Duh, kasiannya bagai pungguk merindukan bulan. Makanya kalau mimpi jangan ketinggian, cari cewek yang selevel kamu dong, hihihi.....''
Teriakan demi teriakan mengarah kepada Dhafa, menghina dan menertawakannya! Semua dilakukan oleh teman sekelasnya yang dipicu oleh kisah bohong dari Salma. Dimana Salma melakukannya hanya karena iseng dan demi lelucon semata. Salma tak pernah berfikir hal itu akan menjadi salah satu luka terdalam yang terus membayangi kehidupan seorang Dhafa Akramul Dzauri.
Dhafa menghentikan semua ingatannya akan masa SMA-nya yang kelam itu, ia tak ingin berdarah lagi. Sudah bagus ia sekarang lebih kuat dan berhasil menyembuhkan lukanya sendiri.
***
Sementara itu wajah Salma Azzahra cemberut berat, ia melempar bantalnya dengan keras ke pembaringan. "Kenapa mereka tak juga melupakan semua kelakuan burukku di masa lalu? Itu sudah lama sekali. Huuuh..., lagipula apa tidak ada hal lain yang bisa di bahas!?" Bibirnya mengerucut menahan kesal.
Salma mengetuk-ngetuk pipi kenyalnya dengan jari telunjuk, otaknya berpikir keras.
"Hmm..., sebaiknya aku keluar saja dari grup alumni ini, tapi...., Aaaargghh!!" Salma benar-benar kesal dan bingung. Ia mengacak-acak ramburnya sendiri, menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
#Bersambung