Di ponsel suaminya tertulis si buruk rupa, rupanya pemilik nomor ponsel itu adalah istrinya. Semua itu karena sang suami sudah memiliki wanita idaman lain.
Di ponsel suaminya tertulis si buruk rupa, rupanya pemilik nomor ponsel itu adalah istrinya. Semua itu karena sang suami sudah memiliki wanita idaman lain.
Kejutan Pagi
"Mah, carikan ponselku," teriak suamiku, mas Hanung. Dia pasti kehilangan ponselnya tadi malam setelah terlalu seru memainkan game hingga larut malam, lalu tertidur di ruang tamu.
"Iya pah, sebentar, aku sedang menyuapi Bintang," teriakku dengan tangan belepotan bubur bayi, membantu makan anak keduaku, Bintang Perkasa Wiguna yang berusia delapan bulan.
Aku usapkan tangan penuh bubur tim daging sapi itu ke daster, supaya kembali bersih. Itulah salah satu fungsi daster yang aku pakai di pagi hari. Lagipula aku belum mandi, tidak apalah kotor, nanti aku akan mencucinya hingga bersih.
Itulah salah satu aktifitas pagiku, bagi ibu rumah tangga yang mengurus satu orang suami dan dua orang anak.
Namaku Hesti, berusia tiga puluh lima tahun, setiap hari yang aku kerjakan adalah rutinitas sebagai seorang ibu rumah tangga. Bangun jam empat pagi, tidur paling malam setelah memastikan semuanya sudah terlelap dengan baik, semua itu sudah biasa.
Suamiku mas Hanung Wiguna adalah staff di salah satu perusahaan swasta yang bergerak di bidang kecantikan. Ya, dia adalah staff akunting bagian keuangan yang setiap hari dipusingkan dengan angka angka yang menjadi laporannya.
Anak pertamaku bernama Adam Perkasa Wiguna, usianya enam tahun, sekarang duduk di bangku taman kanak kanak. Anak laki laki berkulit putih bersih, seperti kulit dasarku sebelum terbakar sinar matahari. Maklumlah, sekarang tidak lagi sempat memakai kaus tangan apalagi kaus kaki untuk melindungi tangan mulus dari terpaan sinar matahari.
Sepertinya warna kulitku turun satu tingkat, apalagi sudah tidak lagi sempat mengusapkan pelembab kulit, apalagi pencerah.
Aku dikelilingi tiga orang laki laki yang harus aku urus dengan baik, mulai mereka bangun tidur hingga kembali tidur. Iya, mereka semua adalah laki laki, yang membutuhkan kesabaran dan dedikasi yang luar biasa, itu menurutku, bukan bermaksud membandingkan gender, mungkin karna aku seorang wanita, jadi aku membutuhkan waktu untuk terus belajar bagaimana mengurus mereka dengan sebaik mungkin.
Tidak mengeluh sedikitpun, karna bagiku menjadi istri dan seorang ibu adalah ibadah yang aku percaya nantinya akan berbalas surga oleh Allah, surga terindah, setelah pengabdian seumur hidup yang dilakukan dengan ikhlas.
"Bintang, sebentar ya nak, mamah cari ponsel papah dulu," ucapku pada Bintang, walaupun dia belum bisa bicara, namun aku tahu betul dia memahami apa yang aku ucapkan. Aku menerapkan pola asuh komunikatif. Sering mengajaknya berbicara, bercerita mengenai banyak hal, yang mungkin juga belum dia pahami.
"Mamah, susuku," ucap Adam yang merengek karna ada tumpahan susu di dekat piring makannya.
"Iya sebentar ya nak, pakai lap yang ada di sebelahmu," ucapku pada Adam yang duduk di meja makan, menyantap sarapannya, menu sederhana, nasi putih dengan telur dadar setengah matang yang merupakan menu kesukaannya. Juga segelas susu rasa Vanila, dia akan menghabiskan itu semua sebelum mobil jemputan sekolah datang.
Aku segera mencari ponsel suamiku karna dia akan segera berangkat ke kantor. Aku cari di tempat biasa, sofa kesayangannya yang seolah menjadi tempat bertapa. Dia bisa menghabiskan waktu berjam jam hanya untuk bermain dengan ponselnya. Entah apa yang dimainkannya, mungkin game online, atau membuka buka media sosial. Aku tidak ingin tahu atau mencari tahu, karna itu sudah menjadi ranah pribadinya.
Aku masukkan tanganku ke semua sisi sofa, ternyata tidak ada. Aku mencarinya, dengan teliti, di semua area ruang tamu. Nihil, ponsel itu tidak ada. Aku terdiam sejenak, memikirkan di mana kira kira ponsel itu berada.
"Ah, kamar tidur," ucapku. Aku segera berlari menuju ke kamar tidur, mencari ponsel berwarna hitam dengan pelindung yang juga berwarna hitam.
Di atas tempat tidur, di bawah bantal, di balik selimut yang masih berantakan karna aku belum sempat merapikannya. Di atas meja, bahkan di dalam lemari, aku tidak menemukan ponsel itu. Ponsel itu seolah lenyap, tidak terlihat dimanapun.
"Mah, Bintang nangis, Adam juga mencarimu, ayo cepat," teriak mas Hanung dari luar kamar tidur.
"Iya sebentar, masih aku cari," teriakku.
Mas Hanung terlihat masih sibuk berkaca, membenahkan sabuk hitam, lalu dasi berwarna biru garis garis yang dia kenakan. Di depan kaca besar yang ada di ruang tengah, ah dia bisa berdiri di sana mungkin sekitar sepuluh menit sebelum memastikan semuanya siap dan sempurna.
Kami tinggal di perumahan dengan dua kamar tidur, lumayan lah, cukup besar untuk kami tinggali ber empat. Apalagi kami baru pindah sekitar setahun, meninggalkan rumah mertuaku, mandiri di rumah sendiri, mengurusnya sendiri, walau sangat repot tapi aku bersyukur, karna bisa membangun keluargaku sendiri, dengan caraku sendiri.
Hidup tanpa asisten rumah tangga, mengalah untuk tidak bekerja supaya kedua anakku tidak kehilangan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Masih bisa merasakan diurus dengan sebenar benarnya, melihat wajah orang tuanya, melewati masa kecil dengan bahagia.
Itu sudah kami sepakati, mencari nafkah adalah tugasnya, mengurus rumah dengan seluruh isinya adalah tugasku. Menjadi ibu rumah tangga bukan berarti tidak melakukan apa apa, karna dari ujung rambut hingga kaki, dan juga semua hal yang mereka butuhkan adalah menjadi tanggung jawabku.
Aku tidak ingin membuang waktu, cara cepat menemukan ponsel adalah dengan cara menghubungi nomornya. Aku segera meraih ponselku, ponsel dengan pelindung bergambar foto keluarga, ya itu sebuah wujud kebahagiaanku karna meniliki suami yang baik, juga dua anak laki laki yang menggemaskan.
Aku mencari kontak suamiku, lalu melakukan panggilan. Dengan serius aku mencari suara yang timbul dari ponsel suamiku, suara dering.
Ya, aku sudah mendengar bunyi ponsel itu. Dengan sigap segera berlari untuk menemukannya.
Aku membuka pintu kamar mandi, rupanya ponsel itu ada di dalam kamar mandi, dia letakkan di atas rak tempat sabun.
"Kebiasaan, kenapa tidak sekalian mengajaknya mandi (ponsel)," gerutuku.
Aku hendak mematikan ponselku, namun tiba tiba mataku dikagetkan dengan sebuah nama yang muncul di layar ponsel suamiku yang sekarang sudah ada digenggamanku.
"Si buruk rupa."
"Deg," bunyi jantungku yang seakan mendapat hantaman benda keras.
Tiba tiba kepalaku merasakan sedikit pusing, ada kunang kunang yang menyergap, namun aku berusaha tetap sadar. Aku menggoyang goyangkan kepala, apa benar aku akan pingsan? ah untuk apa, ada dua anak yang menungguku, mereka harus aku urus.
Apa maksudnya? dia menamai kontakku dengan si buruk rupa? benarkah itu, sungguh tidak bisa aku percaya.
Aku menamainya dengan sebutan suamiku, aku sangat menghargai dia sebagai suami, juga ayah dari anak anak yang aku lahirkan.
Apa aku berlebihan jika memiliki perasaan yang tiba tiba menyesakkan ini? hanya sebuah nama, ya, nama yang mengejutkan.
Devanka nyaris diperkosa oleh tetangganya sendiri, nyaris menjadi kutukan karma buruk bagi keluarganya, karma tujuh turunan yang akan diterima mana kala tidak mampu menjaga keperawanannya. Dia bertemu dengan pria casanova, sang petualang cinta, kaya namun arogan, yang harus mendapatkan istri seorang gadis perawan sejati, demi mewujudkan keinginan kakeknya melihat cucu kesayangannya menikah dengan gadis perawan seutuhnya tepat di hari ulang tahunnya yang ke 80. Karena bisa menikah dengan gadis perawan seutuhnya adalah sebuah kehormatan bagi keluarga Hamzah, keluarga kaya raya yang memiliki banyak kuasa.
Selama sepuluh tahun, aku diam-diam mencintai waliku, Bima Wijaya. Setelah keluargaku hancur, dia membawaku masuk dan membesarkanku. Dia adalah seluruh duniaku. Pada hari ulang tahunku yang kedelapan belas, aku mengumpulkan semua keberanianku untuk menyatakan cintaku padanya. Tapi reaksinya adalah kemarahan yang belum pernah kulihat sebelumnya. Dia menyapu kue ulang tahunku ke lantai dan meraung, "Kamu sudah gila? Aku ini WALImu!" Dia kemudian tanpa ampun merobek lukisan yang telah kukerjakan selama setahun—pengakuanku—menjadi serpihan. Hanya beberapa hari kemudian, dia membawa pulang tunangannya, Clara. Pria yang telah berjanji untuk menungguku dewasa, yang memanggilku bintangnya yang paling terang, telah lenyap. Satu dekade cintaku yang putus asa dan membara hanya berhasil membakar diriku sendiri. Orang yang seharusnya melindungiku telah menjadi orang yang paling menyakitiku. Aku menatap surat penerimaan dari Universitas Indonesia di tanganku. Aku harus pergi. Aku harus mencabutnya dari hatiku, tidak peduli betapa sakitnya. Kuambil telepon dan menekan nomor ayahku. "Ayah," kataku, suaraku serak, "Aku sudah memutuskan. Aku ingin ikut dengan Ayah di Jakarta."
WARNING!!! CERITA KHUSUS DEWASA 21+ Angga menganggap bahwa cara paling bagus untuk mengobati patah hati adalah bergelung seharian sambil merenungi segalanya. Sampai akhirnya dia hubungi Doni dan dimintai bantuan untuk menenangkan sepupu perempuannya, Riri. Meski terdengar konyol Angga akhirnya keluar dari cangkang untuk pertama kalinya, tanpa tahu bahwa itu adalah akal-akalan Doni semata untuk menghibur si pemuda dengan cara tergila. Hidup Angga sebagai seorang pria yang disia-siakan itu pun berubah seratus delapan puluh derajat setelah keperjakaannya diambil oleh Riri. Tahu rencananya berhasil, Doni pun menawarinya sebuah pekerjaan untuk menghibur para wanita kesepian yang membutuhkan pelepas stress. "Apa menurutmu aku terlihat seperti seorang gigolo?" kata Angga mencoba untuk membela diri. "Setelah melihatmu bisa menangani Riri dengan baik. Aku tahu kalau kau berbakat, dan kau adalah sang pemuas yang sempurna untuk calon klien kita," kata Doni lalu melemparkan segepok uang kepadanya. "Jadi kita sepakat kan?"
Setelah menghabiskan malam dengan orang asing, Bella hamil. Dia tidak tahu siapa ayah dari anak itu hingga akhirnya dia melahirkan bayi dalam keadaan meninggal Di bawah intrik ibu dan saudara perempuannya, Bella dikirim ke rumah sakit jiwa. Lima tahun kemudian, adik perempuannya akan menikah dengan Tuan Muda dari keluarga terkenal dikota itu. Rumor yang beredar Pada hari dia lahir, dokter mendiagnosisnya bahwa dia tidak akan hidup lebih dari dua puluh tahun. Ibunya tidak tahan melihat Adiknya menikah dengan orang seperti itu dan memikirkan Bella, yang masih dikurung di rumah sakit jiwa. Dalam semalam, Bella dibawa keluar dari rumah sakit untuk menggantikan Shella dalam pernikahannya. Saat itu, skema melawannya hanya berhasil karena kombinasi faktor yang aneh, menyebabkan dia menderita. Dia akan kembali pada mereka semua! Semua orang mengira bahwa tindakannya berasal dari mentalitas pecundang dan penyakit mental yang dia derita, tetapi sedikit yang mereka tahu bahwa pernikahan ini akan menjadi pijakan yang kuat untuknya seperti Mars yang menabrak Bumi! Memanfaatkan keterampilannya yang brilian dalam bidang seni pengobatan, Bella Setiap orang yang menghinanya memakan kata-kata mereka sendiri. Dalam sekejap mata, identitasnya mengejutkan dunia saat masing-masing dari mereka terungkap. Ternyata dia cukup berharga untuk menyaingi suatu negara! "Jangan Berharap aku akan menceraikanmu" Axelthon merobek surat perjanjian yang diberikan Bella malam itu. "Tenang Suamiku, Aku masih menyimpan Salinan nya" Diterbitkan di platform lain juga dengan judul berbeda.
Arga adalah seorang dokter muda yang menikahi istrinya yang juga merupakan seorang dokter. Mereka berdua sudah berpacaran sejak masih mahasiswa kedokteran dan akhirnya menikah dan bekerja di rumah sakit yang sama. Namun, tiba-tiba Arga mulai merasa jenuh dan bosan dengan istrinya yang sudah lama dikenalnya. Ketika berhubungan badan, dia seperti merasa tidak ada rasa dan tidak bisa memuaskan istrinya itu. Di saat Arga merasa frustrasi, dia tiba-tiba menemukan rangsangan yang bisa membangkitkan gairahnya, yaitu dengan tukar pasangan. Yang menjadi masalahnya, apakah istrinya, yang merupakan seorang dokter, wanita terpandang, dan memiliki harga diri yang tinggi, mau melakukan kegiatan itu?
“Aduh!!!” Ririn memekik merasakan beban yang amat berat menimpa tubuhnya. Kami berdua ambruk dia dengan posisi terlentang, aku menindihnya dan dada kami saling menempel erat. Sejenak mata kami bertemu, dadanya terasa kenyal mengganjal dadaku, wajahnya memerah nafasnya memburu, aku merasakan adikku mengeras di balik celana panjang ku, tiba-tiba dia mendesah. “Ahhh, Randy masukin aja!” pekik Ririn.
© 2018-now Bakisah
TOP
GOOGLE PLAY