/0/14004/coverbig.jpg?v=8a3915c664acd17c3f4819f3ef533ada)
Lima tahun hidup hanya dengan putrinya, Ratna dikejutkan dengan kehadiran sosok pria yang membuat enggan menikah lagi. Sosok pria yang dikabarkan meninggal akibat kecelakaan lima tahun silam, dan membuat ibu mertuanya membawa salah satu putri kembarnya. Ratna disalahkan atas kecelakaan Erlang dan meninggal dunia. Lalu, saat ini. Ratna kembali berhadapan dengan Erlangga Edward–suaminya. Namun, Erlang sama sekali tidak mengenalnya.
"Mama, aku mohon jangan bawa putriku! Aku sanggup menghidupinya, Ma."
Seorang wanita berparas memikat yang baru saja melahirkan bersimpuh dan memegang kaki wanita lain yang sedang menggendong seorang bayi perempuan baru lahir.
"Jangan egois, kamu! Ini adalah balasan karena kamu telah merebut putraku," hardik wanita dengan usia yang dua kali lipat dengan usianya. Wanita itu menghentakkan kakinya agar ibu dari bayi yang digendongnya melepaskan kakinya.
Setelah lepas, dia pergi dengan cepat agar tidak bisa dikejar.
"Ma.... Aku mohon...!"
Ratna sama sekali tidak menoleh. Dia tak lain adalah mertua dari wanita yang baru saja melahirkan itu. Juga merupakan istri dari Fredi Edward, pemilik perusahaan WANGS GOOD.
Kabar kematian anaknya–Erlangga Edward membuatnya tega memisahkan ibu dan bayi yang baru dilahirkan, yang tak lain adalah cucu dan menantunya.
Sabrina, nama menantu Ratna yang merupakan istri Erlang. Wanita itu masih menangis dan duduk di lantai saat ibu mertuanya sudah tak terlihat. Dua tangannya menyangga badan agar tidak jatuh tengkurap. Sementara kakinya tertekuk pada siku dengkul.
Suster yang tadi bersembunyi langsung keluar dan membawa Sabrina kembali ke kamar setelah Ratna berbelok di pertigaan lorong rumah sakit. Secara tak sengaja, dia melihat drama antara mertua dan menantu secara live setelah kembali mengambil perlengkapan susu formula untuk bayi Sabrina.
Suster ber-name tag Susi itu langsung membantu Sabrina berdiri dan memapah lalu membawanya menuju kamar rawat. Setelah sampai di kamar dia membaringkan Sabrina di kasur brankar.
"Nyonya, sebaiknya istirahat dulu!" ujar Susi lalu beranjak untuk menenangkan bayi di dalam box. Bayi itu menangis sedari tadi, saat saudara kembarannya dibawa oleh Neneknya.
Dengan cekatan, Susi membuat susu untuk bayi yang baru lahir itu. Setelah bayi merah itu tenang dan tidur kembali, Susi berusaha untuk menghibur Sabrina.
Beberapa jam yang lalu, Susi merasa iri pada Sabrina karena mendapatkan mertua seperti Ratna. Sebelum ada kabar kematian Erlangga, Ratna begitu baik dan terlihat sangat menyayangi menantunya. Hingga membuat semua orang yang melihat, termasuk Susi merasa iri. Namun pada detik ini keadaan berubah 180 derajat.
"Nyonya, saya memang kurang tahu dengan permasalahan yang sedang Anda hadapi. Akan tetapi, Nyonya harus semangat. Lihatlah, anak Anda begitu cantik dan masih butuh sosok ibu!" ujar Susi tersenyum. Dia sudah berada di depan Sabrina dan memperlihatkan wajah bayi merah itu.
Sabrina mengusap air matanya, kemudian beralih duduk. "Kamu benar. Aku masih memilikinya di dunia ini."
"Coba, Nyonya gendong!" Susi tersenyum dan mengulurkan bayi itu pada Sabrina.
Bayi mungil nan cantik itu tersenyum di pangkuan ibunya meski terlelap. Sabrina pun ikut tersenyum.
"Senyummu seperti embun di pagi hari yang membasahi tanah gersang. Memperindah bunga dan dedaunan. Karena itu, Mama akan memberimu nama Embun Mentari."
Setelah seminggu, Sabrina dan bayinya sudah diperbolehkan pulang. Karena Sabrina adalah yatim piatu dan tak memiliki sanak saudara di kota ini, dia memutuskan untuk membeli rumah kecil di pinggiran kota menggunakan uang tabungannya semasa kerja.
Sebuah rumah minimalis satu lantai yang memiliki, dua kamar tidur, satu kamar mandi, dapur, satu ruang tamu dan halaman yang luas menjadi pilihan Sabrina. Dia mendapatkan rumah itu dengan bantuan Susi, karena sebelumnya rumah itu milik tetangga Susi.
Dengan sisa uang membeli rumah, Sabrina memulai usaha membangun toko tanaman hias. Setelah lima tahun toko itu mulai membesar dan ada tiga karyawan.
Begitupun putri Sabrina, Embun Mentari. Bocah yang kerap disapa Tari itu tumbuh menjadi sosok gadis kecil yang imut, lucu dan juga aktif. Tak jarang gadis itu mengganggu karyawan Sabrina di sela pekerjaan.
Karena itu, di tahun ajaran kali ini, Susi menyarankan pada Sabrina untuk memasukkan Tari ke paud.
"Tante Susi...," panggil Tari saat melihat Susi pulang dan memasuki gerbang toko. Saat itu Tari baru saja selesai membuat satu karyawan Sabrina yang bernama Bela mengeluarkan taring.
Susi menyambut Tari dengan merentangkan kedua tangannya. "Euummm, wanginya ponakan Tante yang cantik ini," pujinya sembari mencium rambut Tari.
"Tante juga wangi, sudah mandi 'kah?"
"Belum. Tapi tadi menggunakan sanitizer di seluruh badan Tante, agar tidak ada kuman yang ikut tante dan menular pada Tuan Putri yang cantik ini," gemasnya lalu melepas pelukan dan mencubit hidung Tari yang minimalis.
"Sakit, Tante!" protes Tari mengerucutkan bibirnya mungilnya. Susi tertawa dan menggandeng Tari untuk masuk ke rumahnya.
Kini, mereka sudah berada di dalam rumah Susi. Gadis kecil itu langsung melompat pada sofa ruang tamu seperti biasanya. Sementara Susi melepaskan sepatunya.
"Tante, sekolah paud itu gimana sih?" tanya Tari dengan suara khas anak kecil yang menggemaskan.
"Kamu mau sekolah?" Bukannya menjawab, Susi justru balik bertanya.
Bersamaan dengan dia selesai melepas sepatu. Lalu meletakkan sepatunya di rak sepatu dan menggantung tasnya di tempat penggantungan tas di depan pintu kamar.
"Mama bilang, besok Tari mau dimasukkan ke paud. Tadi tidak sengaja, Tari dengar Mama bicara di telepon." Sudut bibir mungil Tari melengkung ke bawah setelah mengatakan itu.
"Kenapa sedih? Kan bagus kalau Tari sekolah, nanti banyak temannya." Susi yang baru saja selesai meletakkan tasnya kembali menghampiri Tari.
"Tapi... kalau Tari kebelet pipis bagaimana, Tan?" Spontan Susi menepuk jidat.
***
"Asalamuallaikum, Selamat pagi, Bu! Permisi! Saya Sabrina Maharani yang kemarin menghubungi yayasan ini via telepon," sapa Sabrina yang membuat wanita berhijab dan badannya sedikit gempal itu menoleh ke arahnya. Sebelumnya dia terlihat serius menatap laptop di depannya.
"Oh iya, Bu Sabrina . Silahkan duduk!" sambut wanita berpipi chubby dengan pandangan teduh itu.
"Wahh, anak Ibu cantik sekali!" puji wanita bernama lengkap Mulasih itu setelah dia, Sabrina dan Tari duduk di sofa.
"Terima kasih, Bu! Benarkah ini dengan Bu Mulasih selaku pemilik yayasan PAUD RUMAH MUTIARA?"
"Benar Bu Sabrina. Anak–anak biasa memanggil saya Bunda," jawabnya lalu beralih menatap Tari yang sedari tadi menatap lemari kaca berisi banyak piala. Dia mengagumi benda baru yang pertama kali dilihatnya itu.
"Hai anak cantik! Bunda boleh tahu nggak siapa namamu?" Namun Tari tidak menjawab karena fokus menghitung piala dalam hati.
Sabrina menyenggol Tari dan mengisyaratkan kalau Bunda Asih bertanya padanya.
"Ibu gendut mau kenalan dengan saya?" ceplos Tari dengan polosnya dan membuat Sabrina menutup wajahnya menggunakan tas. Ingin sekali rasanya bersembunyi ke dasar bumi.
Sedangkan Bunda Asih tersenyum dan menahan tawa melihat kejujuran anak kecil di depannya. Sama sekali dia tidak tersinggung dengan ucapan Tari.
"Iya, Sayang! Boleh 'kan?"
"Boleh. Namaku Tari, Ibu. Kata Mama nama lengkapku Embun Mentari. Kalau nama Ibu?" Tari balik bertanya.
"Nama saya Asih dan Tari bisa memanggil saya Bunda. Mau 'kan?"
Tari mengangguk.
"Bunda, saya minta maaf ya! Anak saya kalau ngomong memang suka ceplas–ceplos." Sabrina malu dan sungkan karena Tari tadi mengatainya 'gendut'.
"Selamat pagi, Bunda!" sapa seorang anak perempuan kecil dari pintu dan menghentikan Bunda Asih saat hendak menjawab.
Spontan Sabrina ikut menoleh ke arah pintu. Matanya membulat sempurna saat melihat seorang pria di belakang anak kecil itu.
"Mas Erlang?"
Septia Sillaila, seorang wanita yang terjebak dua belenggu kehidupan. Pertama, ia terjebak oleh pernikahan toxic. Keluarga suaminya dan suaminya sendiri pun selalu memberikan racun pada mentalnya. Alan Yanuar Arifin, seseorang dari masa lalunya yang datang kembali dan menawarkan untuk keluar dari keluarga toxic itu dan memulai kehidupan baru. Septia menolak karena ingin mempertahankan rumah tangganya, meskipun dalam hati dia sangat ingin kembali pada Alan. Akibat penolakan Septia, Alan memilih untuk pergi menjauh. Yakni bertugas ke Lebanon untuk kembali melupakan Septia yang kedua kalinya. Hingga pada akhirnya hubungan Septia dan Helmi tetap kandas karena Helmi sudah tiga kali mentalaknya Akankah Septia dan Alan dapat bersatu? Kuy ikuti ceritanya sampai selesai !
"Sekarang katakan! Mana hadiahnya?" tagih Luna. "Menikahlah denganku!" kini giliran tawa Luna yang pecah. "Mas, nggak lucu tauk! Haha, prank kamu nggak mempan di aku." Luna tetap saja tertawa, meskipun hatinya juga dag-dig-dug mengharapkan. Sebenarnya Luna pun berharap perkataan Reza tidak merupakan sebuah candaan, tapi ia segera menepis harapan itu. Gadis itu tahu diri. Kasta, harta dan tahta telah menjadi tabir cintanya kepada Reza. Reza merogoh sesuatu di saku jas hitamnya, lalu ia melipat kedua lututnya dan bertumpu pada telapak kaki. Reza membuka sebuah kotak yang bertengger sebuah cincin berlian di dalamnya. Sederhana namun elegan. "Salsabiluna Dewi, maukah kau menikah denganku?" Ya, Reza melamar Luna. Seketika tubuh Luna kaku dan tangganya menjadi dingin. "Aku serius, Luna. Baiklah akan aku ulangi sekali lagi! Salsabiluna Dewi, maukah kamu menjadi teman hidupku untuk menggapai surga?"
Wanita bertubuh ideal tidak terlalu tinggi, badan padat terisi agak menonjol ke depan istilah kata postur Shopie itu bungkuk udang. Menjadi ciri khas bahwa memiliki gelora asmara menggebu-gebu jika saat memadu kasih dengan pasangannya. Membalikkan badan hendak melangkah ke arah pintu, perlahan berjalan sampai ke bibir pintu. Lalu tiba-tiba ada tangan meraih pundak agak kasar. Tangan itu mendorong tubuh Sophia hingga bagian depan tubuh hangat menempel di dinding samping pintu kamar. "Aahh!" Mulutnya langsung di sumpal...
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?
Chelsea mengabdikan tiga tahun hidupnya untuk pacarnya, tetapi semuanya sia-sia. Dia melihatnya hanya sebagai gadis desa dan meninggalkannya di altar untuk bersama cinta sejatinya. Setelah ditinggalkan, Chelsea mendapatkan kembali identitasnya sebagai cucu dari orang terkaya di kota itu, mewarisi kekayaan triliunan rupiah, dan akhirnya naik ke puncak. Namun kesuksesannya mengundang rasa iri orang lain, dan orang-orang terus-menerus berusaha menjatuhkannya. Saat dia menangani pembuat onar ini satu per satu, Nicholas, yang terkenal karena kekejamannya, berdiri dan menyemangati dia. "Bagus sekali, Sayang!"
Warning 21+ mengandung konten dewasa, harap bijak dalam memilih bacaan. Winda Anita Sari merupakan istri dari Andre Wijaya. Ia harus rela tinggal dengan orang tua suaminya akibat sang ibu mertua mengalami stroke, ia harus pindah setelah dua tahun pernikahannya dengan Andre. Tinggal dengan ayah suaminya yang bersikap aneh, dan suatu ketika Anita tau bahwa ayah mertuanya yang bernama Wijaya itu adalah orang yang mengidap hiperseks. Adik iparnya Lola juga menjadi korban pelecehan oleh ayahnya sendiri, dikala sang ibu tak berdaya dan tak bisa melindungi putrinya. Anita selalu merasa was-was karna sang ayah mertua selalu menatapnya dengan tatapan penuh nafsu bahkan tak jarang Wijaya sering masuk ke kamarnya saat ia sedang tidur. Akankah Anita mampu bertahan tinggal bersama Ayah mertuanya yang hiperseks? Atau malah menjadi salah satu korban dari ayah mertuanya sendiri?
Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."