/0/16190/coverbig.jpg?v=9657226b3de3d34ea60f66b93b410cf9)
Hanya ada satu pria di hati Regina, dan itu adalah Malvin. Pada tahun kedua pernikahannya dengannya, dia hamil. Kegembiraan Regina tidak mengenal batas. Akan tetapi sebelum dia bisa menyampaikan berita itu pada suaminya, pria itu menyodorinya surat cerai karena ingin menikahi cinta pertamanya. Setelah kecelakaan, Regina terbaring di genangan darahnya sendiri dan memanggil Malvin untuk meminta bantuan. Sayangnya, dia pergi dengan cinta pertamanya di pelukannya. Regina lolos dari kematian dengan tipis. Setelah itu, dia memutuskan untuk mengembalikan hidupnya ke jalurnya. Namanya ada di mana-mana bertahun-tahun kemudian. Malvin menjadi sangat tidak nyaman. Untuk beberapa alasan, dia mulai merindukannya. Hatinya sakit ketika dia melihatnya tersenyum dengan pria lain. Dia melabrak pernikahannya dan berlutut saat Regina berada di altar. Dengan mata merah, dia bertanya, "Aku kira kamu mengatakan cintamu untukku tak terpatahkan? Kenapa kamu menikah dengan orang lain? Kembalilah padaku!"
Saat ini, Regina Hardian sedikit tenggelam dalam lamunannya sendiri.
Sejak siang tadi, semua yang bisa dia pikirkan hanyalah kata-kata dari dokter. "Selamat! Kamu hamil."
Tiba-tiba, Malvin Dirga mencubit lengannya dengan kuat dan menariknya kembali ke dunia nyata. Suara berat khas miliknya terdengar pada detik berikutnya. "Berhentilah melamun. Apa yang sedang kamu pikirkan?"
Sebelum dia sempat menjawab, Malvin mencium Regina dengan liar setelah memegang bagian belakang kepalanya dengan penuh kasih.
Kemudian, pria itu menuju kamar mandi.
Di tempat tidur besar, Regina terbaring tak bergerak. Helaian rambutnya yang basah kini menempel di pelipis dan pipinya. Dia menatap langit-langit kamar dengan mata berkaca-kaca. Tubuhnya yang tanpa pakaian sedikit nyeri.
Setelah beberapa saat, dia mengeluarkan laporan tes kehamilan dari laci nakas.
Regina pergi ke rumah sakit karena terus-menerus mengalami rasa sakit perut yang mengganggu. Setelah menjalani tes urine, dokter menyampaikan kabar tersebut padanya. Usia kehamilannya hampir mencapai lima minggu!
Berita ini tentu sangat mengejutkannya. Dia dan Malvin selalu menggunakan pengaman setiap kali mereka melakukannya.
Setelah memutar otak, dia menelusuri ingatannya agar bisa menemukan waktu dia mulai hamil. Ternyata itu terjadi bulan lalu, setelah sebuah pesta. Malvin mengantarnya pulang dan tiba-tiba bertanya di depan pintu apakah dia dalam masa aman.
Sekarang, dia sadar bahwa waktu itu jauh dari masa aman!
Suara gemericik air terdengar dari dalam kamar mandi. Malvin adalah suaminya. Sudah dua tahun mereka menikah secara diam-diam. Suaminya sendiri menjabat sebagai CEO Grup Dirga, yang juga merupakan atasannya di tempat kerja.
Semua ini terjadi begitu cepat. Dia baru saja bekerja di perusahaan tersebut ketika mereka secara tidak sengaja melakukannya untuk pertama kalinya setelah menghadiri pesta.
Beberapa hari kemudian, kakek Malvin jatuh sakit parah. Saat itulah Malvin menawarkan pernikahan palsu hanya untuk memenuhi keinginan kakeknya yang sekarat.
Mereka menandatangani perjanjian pranikah, setuju untuk menyembunyikan pernikahan mereka dari mata publik. Pernikahan mereka dapat diakhiri kapan saja.
Itu adalah hal yang tidak biasa untuk dilakukan. Namun, saat itu, Regina hanya menganggap dirinya beruntung.
Bahkan dalam mimpi, dia tidak pernah menyangka dia akan menikah dengan pria yang telah dia sukai selama delapan tahun. Dia menyetujuinya dengan senang hati.
Setelah pernikahan mereka, Malvin sangat sibuk. Dia menghabiskan sebagian besar waktunya untuk bekerja.
Regina berharap dia bisa menghabiskan lebih banyak waktu bersamanya di rumah. Namun, dia merasa tenang karena tidak ada rumor atau skandal apa pun tentang Malvin bersama wanita lain dalam dua tahun terakhir pernikahan mereka.
Selain sedikit ketidakpedulian yang dia tunjukkan, Malvin adalah seorang suami yang sempurna.
Perasaan Regina campur aduk saat menatap hasil tes kehamilan.
Akhirnya, dia memutuskan untuk mengungkapkan kehamilannya pada Malvin.
Untuk pertama kalinya, dia juga ingin memberitahunya bahwa dia belum mempelajari apa pun tentangnya sejak dua tahun lalu dan dia telah menyukainya selama bertahun-tahun sebelum mereka menikah.
Gemericik air di kamar mandi akhirnya berhenti.
Begitu Malvin keluar, ponselnya berdering. Dia pergi ke balkon hanya dengan handuk mandi dan menjawab panggilan tersebut.
Regina memeriksa waktu dan ternyata saat ini sudah tengah malam.
Entah kenapa, dia merasa tidak nyaman. Siapa yang akan menelepon Malvin di jam segini?
Malvin menghabiskan beberapa menit di balkon. Setelah itu, dia kembali ke kamar dan menanggalkan handuk mandinya.
Tubuhnya sungguh menarik untuk dilihat. Ada otot-otot menonjol yang menghiasi perutnya. Pinggulnya keras dan kakinya jenjang serta berotot. Sederhananya, pria ini memukau!
Ini bukan pertama kalinya Regina melihatnya tanpa pakaian. Meski begitu, dia masih tersipu dan jantungnya mulai berdebar kencang saat ini.
Malvin yang tidak menyadari tatapan mata yang tertuju padanya, mengambil kemeja dan celana jasnya dari tempat tidur. Dia mengenakannya dan kemudian mengikat dasinya dengan jari rampingnya. Garis wajah di wajah tampannya terlihat jelas, membuat Malvin tampak lebih berwibawa malam ini.
Dia sangat memanjakan mata.
"Tidak perlu menungguku pulang. Selamat malam," ucapnya.
Apa? Malvin hendak pergi? Tengah malam begini?
Cengkeraman tangan Regina pada hasil tes kehamilan semakin erat saat dia menatapnya dengan kecewa. Tanpa sadar, dia sedikit mundur. Setelah berpikir sebentar, dia berseru, "Ini sudah larut malam."
Jari-jari Malvin membeku di dasinya. Dengan senyum tipis, dia mencubit daun telinga istrinya dan bertanya, "Apakah kamu tidak ingin tidur malam ini?"
Mendengar pertanyaan ini, wajah Regina memerah seluruhnya. Jantungnya berdebar keras di dalam rongga dadanya. Dia hendak mengatakan sesuatu ketika Malvin melepaskannya dan berkata, "Jadilah gadis yang baik, oke? Ada sesuatu yang perlu kulakukan. Tidak perlu menungguku pulang."
Setelah mengucapkan itu, dia berjalan menuju ke pintu.
"Malvin."
Regina berlari dengan cepat dan berhasil mengejarnya.
Malvin berbalik dan memandangnya dengan serius.
"Ada apa?"
Ada sedikit aura dingin dalam suaranya. Awan es menyelimuti mereka saat mereka saling menatap satu sama lain.
Sedikit tertekan, Regina bertanya dengan suara pelan, "Aku ingin mengunjungi nenekku besok. Bisakah kamu menemaniku ke sana?"
Neneknya sudah tua, tubuhnya lemah dan sakit-sakitan. Dia selalu ingin bertemu dengannya. Alhasil, Regina ingin mengajak Malvin ke sana untuk meyakinkan neneknya bahwa mereka bahagia.
"Mari kita bicarakan ini besok, oke?" Tanpa menyetujui atau menolak, Malvin buru-buru pergi.
Berbagai macam pikiran terlintas di benak Regina saat dia mandi dan kembali ke tempat tidur. Dia sama sekali tidak bisa tidur.
Setelah cukup lama bolak-balik, dia bangun dari tempat tidur dan membuat segelas susu hangat untuk dirinya sendiri.
Beberapa notifikasi dari blog online masuk ke ponselnya.
Namun, dia tidak tertarik untuk memeriksanya. Ketika dia hendak menghapusnya, salah satu dari notifikasi yang masuk menarik perhatiannya. Nama yang familier itu membuatnya mengekliknya.
Berita itu berbunyi, "Hari ini, desainer terkenal, Leviana Mores terlihat di bandara bersama pacar misteriusnya."
Leviana mengenakan topi model ember. Sosok pria itu sedikit buram, tetapi bentuk tubuhnya cukup untuk menunjukkan bahwa dia tampan.
Regina memperbesar foto dalam artikel. Detik berikutnya, hatinya dipenuhi kesedihan.
Pria di foto itu tidak lain adalah Malvin!
Jadi, dia membatalkan rapat sore tadi hanya untuk menjemput mantan pacarnya dari bandara?
Regina linglung, seolah-olah ada batu besar di perutnya saat dia menyadari fakta ini.
Tangannya gemetar. Tanpa sadar, dia mencoba menelepon nomor Malvin.
Nada sambung yang terdengar di telinga menariknya kembali ke dunia nyata. Saat dia hendak menutup telepon, panggilan tersambung, dan sebuah suara datang dari ujung sana.
"Halo!"
Itu bukan suara Malvin, melainkan suara wanita yang sangat lembut.
Regina membeku sesaat lalu melempar ponselnya.
Dia tiba-tiba merasa mual di perutnya dan tenggorokannya tercekat.
Dengan tangan menutup mulutnya, dia berlari ke kamar mandi dan muntah di toilet.
Keesokan paginya, Regina berangkat kerja tepat waktu.
Malvin telah mencoba membuatnya berhenti bekerja setelah mereka menikah. Keras kepala dengan keputusannya, dia bersikeras menghasilkan uang sendiri.
Malvin tidak menentang keputusannya, tetapi dia memintanya untuk bekerja sebagai asistennya, membantunya melakukan pekerjaan sehari-hari.
Asisten utama Malvin yang bernama Musafa Jasri dibiarkan mengurus pekerjaan besar yang dimiliki Malvin.
Musafa adalah satu-satunya karyawan Grup Dirga yang mengetahui pernikahan mereka.
Sejak awal, hanya asisten pria yang bisa bekerja di kantor CEO. Regina adalah wanita pertama dan satu-satunya di sana. Penempatannya melanggar protokol yang sudah ditetapkan. Alhasil, karyawan lain bertanya-tanya apakah dia menjalin hubungan dengan Malvin.
Butuh beberapa saat sebelum mereka menyadari bahwa Malvin tidak pernah memberi perlakuan khusus pada Regina. Anehnya, hal ini membuat mereka semakin membencinya.
Lagi pula, tidak ada seorang pun yang akan bertahan lama dalam hal apa pun hanya dengan memanfaatkan penampilan mereka saja. Jadi, aneh sekali Regina mampu mempertahankan pekerjaannya selama ini.
Saat ini, salah satu rekan Regina menyerahkan sebuah dokumen dan memerintahkannya untuk membawanya ke kantor Malvin.
Semalam, Malvin tidak pulang ke rumah. Regina sangat khawatir hingga dia sama sekali tidak bisa tidur.
Yang dia pikirkan hanyalah wanita yang mengangkat panggilan teleponnya ketika dia menelepon. Apakah Malvin menghabiskan malam bersama wanita itu?
Regina sudah tahu jawabannya, tetapi dia masih berusaha menyangkal kenyataan.
Sulit baginya untuk menerima kenyataan tersebut.
Regina mencoba untuk tetap tenang sekarang. Dia beralasan bahwa apa pun yang terjadi, dia pantas mendapatkan akhir yang baik atas tahun-tahun yang dia habiskan untuk mencintai Malvin. Semua ini tidak mungkin berakhir sia-sia, kan?
Dia menekan tombol lift dengan tenang dan pergi ke kantor CEO. Sebelum dia keluar dari lift, dia merapikan rambutnya untuk memastikan dia tampil rapi.
Dia tiba di kantor, hanya untuk melihat bahwa pintunya sedikit terbuka. Suara seorang pria mencapai telinganya dan dia langsung berhenti berjalan.
"Ayolah, Bro! Sebenarnya kamu menyimpan perasaan pada Regina atau tidak?"
Suara itu milik Lugi Sanjaya, teman masa kecil Malvin.
"Apa sebenarnya maksud di balik pertanyaanmu itu?" tanya Malvin balik dengan suara dingin.
"Kamu tahu persis apa maksudku!" Lugi mendecakkan lidahnya dengan tidak sabar dan menambahkan, "Menurutku Regina adalah wanita yang baik. Benarkah dia bukan tipe yang kamu sukai?"
"Bagaimana kalau aku memperkenalkannya padamu?" tanya Malvin tanpa pikir panjang.
"Ah, sudahlah, lupakan saja!"
Tawa mengejek Lugi terasa sangat menusuk di telinga Regina.
Mereka membicarakannya seolah-olah dia adalah sebuah objek.
Regina menarik napas dalam-dalam dan mempererat cengkeramannya pada dokumen yang dia bawa.
Tidak lama kemudian, suara Lugi kembali terdengar.
"Omong-omong, aku melihat berita gosip tentang pacar misterius Leviana pagi ini. Itu adalah kamu, kan?"
"Ya, itu aku."
"Wah, wah! Kamu masih sepenuhnya berada di dalam genggaman tangan wanita itu. Kamu selalu ingin menyenangkan hatinya."
Lugi menghela napas dan terus menggoda Malvin. "Kalian berdua telah menghabiskan malam bersama. Seperti pepatah lama, perpisahan justru semakin mendekatkan hati. Katakan padaku, apakah kalian berdua ...."
Percakapan mereka seperti petir di siang bolong bagi Regina.
Wajahnya memucat dan tubuhnya sedingin es.
Leviana dan Malvin telah menghabiskan malam bersama!
Perpisahan justru semakin mendekatkan hati!
Setiap kata seolah menancapkan sebuah pisau ke dalam hatinya.
Beberapa suara bisikan memenuhi benaknya sekarang. Dia tiba-tiba merasa akan jatuh pingsan, penglihatannya menjadi kabur.
Dia memegang dinding dan mengambil satu langkah mundur. Tiba-tiba pintu kantor CEO terbuka dari dalam.
"Regina?"
Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Aku, Rina, seorang wanita 30 Tahun yang berjuang menghadapi kesepian dalam pernikahan jarak jauh. Suamiku bekerja di kapal pesiar, meninggalkanku untuk sementara tinggal bersama kakakku dan keponakanku, Aldi, yang telah tumbuh menjadi remaja 17 tahun. Kehadiranku di rumah kakakku awalnya membawa harapan untuk menemukan ketenangan, namun perlahan berubah menjadi mimpi buruk yang menghantui setiap langkahku. Aldi, keponakanku yang dulu polos, kini memiliki perasaan yang lebih dari sekadar hubungan keluarga. Perasaan itu berkembang menjadi pelampiasan hasrat yang memaksaku dalam situasi yang tak pernah kubayangkan. Di antara rasa bersalah dan penyesalan, aku terjebak dalam perang batin yang terus mencengkeramku. Bayang-bayang kenikmatan dan dosa menghantui setiap malam, membuatku bertanya-tanya bagaimana aku bisa melanjutkan hidup dengan beban ini. Kakakku, yang tidak menyadari apa yang terjadi di balik pintu tertutup, tetap percaya bahwa segala sesuatu berjalan baik di rumahnya. Kepercayaannya yang besar terhadap Aldi dan cintanya padaku membuatnya buta terhadap konflik dan ketegangan yang sebenarnya terjadi. Setiap kali dia pergi, meninggalkan aku dan Aldi sendirian, ketakutan dan kebingungan semakin menguasai diriku. Di tengah ketegangan ini, aku mencoba berbicara dengan Aldi, berharap bisa menghentikan siklus yang mengerikan ini. Namun, perasaan bingung dan nafsu yang tak terkendali membuat Aldi semakin sulit dikendalikan. Setiap malam adalah perjuangan untuk tetap kuat dan mempertahankan batasan yang semakin tipis. Kisah ini adalah tentang perjuanganku mencari ketenangan di tengah badai emosi dan cinta terlarang. Dalam setiap langkahku, aku berusaha menemukan jalan keluar dari jerat yang mencengkeram hatiku. Akankah aku berhasil menghentikan pelampiasan keponakanku dan kembali menemukan kedamaian dalam hidupku? Atau akankah aku terus terjebak dalam bayang-bayang kesepian dan penyesalan yang tak kunjung usai?
Warning!!!!! 21++ Aku datang ke rumah mereka dengan niat yang tersembunyi. Dengan identitas yang kupalsukan, aku menjadi seorang pembantu, hanyalah bayang-bayang di antara kemewahan keluarga Hartanta. Mereka tidak pernah tahu siapa aku sebenarnya, dan itulah kekuatanku. Aku tak peduli dengan hinaan, tak peduli dengan tatapan merendahkan. Yang aku inginkan hanya satu: merebut kembali tahta yang seharusnya menjadi milikku. Devan, suami Talitha, melihatku dengan mata penuh hasrat, tak menyadari bahwa aku adalah ancaman bagi dunianya. Talitha, istri yang begitu anggun, justru menyimpan ketertarikan yang tak pernah kubayangkan. Dan Gavin, adik Devan yang kembali dari luar negeri, menyeretku lebih jauh ke dalam pusaran ini dengan cinta dan gairah yang akhirnya membuatku mengandung anaknya. Tapi semua ini bukan karena cinta, bukan karena nafsu. Ini tentang kekuasaan. Tentang balas dendam. Aku relakan tubuhku untuk mendapatkan kembali apa yang telah diambil dariku. Mereka mengira aku lemah, mengira aku hanya bagian dari permainan mereka, tapi mereka salah. Akulah yang mengendalikan permainan ini. Namun, semakin aku terjebak dalam tipu daya ini, satu pertanyaan terus menghantui: Setelah semua ini-setelah aku mencapai tahta-apakah aku masih memiliki diriku sendiri? Atau semuanya akan hancur bersama rahasia yang kubawa?
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?
Kulihat ada sebuah kamera dengan tripod yang lumayan tinggi di samping meja tulis Mamih. Ada satu set sofa putih di sebelah kananku. Ada pula pintu lain yang tertutup, entah ruangan apa di belakang pintu itu. "Umurmu berapa ?" tanya Mamih "Sembilanbelas, " sahutku. "Sudah punya pengalaman dalam sex ?" tanyanya dengan tatapan menyelidik. "Punya tapi belum banyak Bu, eh Mam ... " "Dengan perempuan nakal ?" "Bukan. Saya belum pernah menyentuh pelacur Mam. " "Lalu pengalamanmu yang belum banyak itu dengan siapa ?" "Dengan ... dengan saudara sepupu, " sahutku jujur. Mamih mengangguk - angguk sambil tersenyum. "Kamu benar - benar berniat untuk menjadi pemuas ?" "Iya, saya berminat. " "Apa yang mendorongmu ingin menjadi pemuas ?" "Pertama karena saya butuh uang. " "Kedua ?" "Kedua, karena ingin mencari pengalaman sebanyak mungkin dalam soal sex. " "Sebenarnya kamu lebih tampan daripada Danke. Kurasa kamu bakal banyak penggemar nanti. Tapi kamu harus terlatih untuk memuaskan birahi perempuan yang rata - rata di atas tigapuluh tahun sampai limapuluh tahunan. " "Saya siap Mam. " "Coba kamu berdiri dan perlihatkan punyamu seperti apa. " Sesuai dengan petunjuk Danke, aku tak boleh menolak pada apa pun yang Mamih perintahkan. Kuturunkan ritsleting celana jeansku. Lalu kuturunkan celana jeans dan celana dalamku sampai paha.
Firhan Ardana, pemuda 24 tahun yang sedang berjuang meniti karier, kembali ke kota masa kecilnya untuk memulai babak baru sebagai anak magang. Tapi langkahnya tertahan ketika sebuah undangan reuni SMP memaksa dia bertemu kembali dengan masa lalu yang pernah membuatnya merasa kecil. Di tengah acara reuni yang tampak biasa, Firhan tak menyangka akan terjebak dalam pusaran hasrat yang membara. Ada Puspita, cinta monyet yang kini terlihat lebih memesona dengan aura misteriusnya. Lalu Meilani, sahabat Puspita yang selalu bicara blak-blakan, tapi diam-diam menyimpan daya tarik yang tak bisa diabaikan. Dan Azaliya, primadona sekolah yang kini hadir dengan pesona luar biasa, membawa aroma bahaya dan godaan tak terbantahkan. Semakin jauh Firhan melangkah, semakin sulit baginya membedakan antara cinta sejati dan nafsu yang liar. Gairah meluap dalam setiap pertemuan. Batas-batas moral perlahan kabur, membuat Firhan bertanya-tanya: apakah ia mengendalikan situasi ini, atau justru dikendalikan oleh api di dalam dirinya? "Hasrat Liar Darah Muda" bukan sekadar cerita cinta biasa. Ini adalah kisah tentang keinginan, kesalahan, dan keputusan yang membakar, di mana setiap sentuhan dan tatapan menyimpan rahasia yang siap meledak kapan saja. Apa jadinya ketika darah muda tak lagi mengenal batas?
Seto lalu merebahkan tubuh Anissa, melumat habis puting payudara istrinya yang kian mengeras dan memberikan gigitan-gigitan kecil. Perlahan, jilatannya berangsur turun ke puser, perut hingga ke kelubang kenikmatan Anissa yang berambut super lebat. Malam itu, disebuah daerah yang terletak dipinggir kota. sepasang suami istri sedang asyik melakukan kebiasaan paginya. Dikala pasangan lain sedang seru-serunya beristirahat dan terbuai mimpi, pasangan ini malah sengaja memotong waktu tidurnya, hanya untuk melampiaskan nafsu birahinya dipagi hari. Mungkin karena sudah terbiasa, mereka sama sekali tak menghiraukan dinginnya udara malam itu. tujuan mereka hanya satu, ingin saling melampiaskan nafsu birahi mereka secepat mungkin, sebanyak mungkin, dan senikmat mungkin.