Unduh Aplikasi panas
Beranda / Romantis / Dosen Killerku Ternyata CEO
Dosen Killerku Ternyata CEO

Dosen Killerku Ternyata CEO

5.0
99 Bab
6.9K Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

Demi masa depan sang anak, Surya Dinata menjodohkan Alzena Dinata dengan laki laki pilihannya, yang dianggapnya laki laki baik dan cukup dewasa untuk menjadi seorang suami. Laki laki itu adalah Emilio Cullen, laki laki blasteran Indonesia-London, yang menjadi dosen di Universitas dimana Alzena berkuliah, usia diantaranya terpaut sangat jauh, Alzena 25 tahun sementara Emilio 40 tahun. Namun saat ini Alzena telah memiliki seorang kekasih, ia adalah senior dikampus nya. Lalu bagaimana kisah cinta yang akan Alzena jalani ? Akankah Alzena menerima perjodohan itu atau akan terus mempertahan kan Jody sebagai laki laki tercintanya ? Sementara Emil, ternyata Emil bukanlah seorang dosen biasa, diluar itu ia adalah seorang pewaris harta kekayaan keluarganya, semua itu tak diketahui banyak orang, termasuk Alzena dan keluarganya. Akan kah Emil terus menyembunyikan harta melimpahnya itu dari sang istri? lalu bagaimana perasaan Alzena, ketika tahu Emil tak pernah jujur dengan siapa dirinya sebenarnya?

Bab 1 Pernyataan Aneh Dari Sang Ayah

"Zen, ayah tau kamu masih kuliah, tapi kamu harus tetep menikah sama laki laki pilihan ayah."

"Ayah apaan sih? Alzen ngga mau ya dijodohin, emangnya ini jaman Siti Nurbaya? Lagian Alzen kan udah punya Jody, laki laki yang Alzen cinta," jawab Alzena kala mendengar pernyataan yang baru saja Surya ucapkan.

Sebuah pernyataan aneh yang tiba tiba disampaikan, bak suara petir yang terjadi tanpa hujan, mengejutkan. Hendak menjodohkan Alzena dengan laki laki pilihannya?

Sementara Alzena yang kini telah menaruh hatinya pada laki laki bernama Jody, laki laki yang dianggapnya akan menjadi cinta terakhirnya.

"Zen, ini demi kebaikanmu. Ayah ngga suka kamu bergaul sama Jody, apa lagi kamu bilang cinta didepan ayah, dia ngga baik buat kamu, kamu lihat aja tingkahnya yang suka balapan liar, seperti anak ngga terdidik."

"Tapi balapan kan emang hobinya yah."

"Tapi kan ngga harus balapan liar, Zen. Kenapa ngga sekalian aja ikut kompetisi balap motor? pokoknya ayah ngga mau tau, bulan depan kamu harus mau menikah sama laki laki pilihan ayah!"

Menikah bulan depan? benar benar aneh, apa yang terjadi pada sang ayah, hingga tiba tiba ia memutuskan untuk menjodohkan putrinya secepat ini? Sementara statusnya masih menjadi mahasiswi, haruskah Alzena menikah ditengah tengah perjalanan pendidikannya?

"Bulan depan? Ayah, Zen kan belum tau siapa laki laki itu? Dan kak Adit juga belum menikah, apa Zen harus mendahuluinya?" ucap Alzena melirik Aditya Dinata yang sedang asik menyantap makanan dalam piringnya.

"Siapa bilang? bulan depan kakak juga nikah kok," sahut Adit dengan menjulurkan lidahnya.

Namun pernyataan itu pun membuat Alzena terkejut, karena sebelumnya ia tak mendengar apapun tentang pernikahan ini.

"Kalian akan menikah dihari yang sama. Dan kamu ngga perlu tau tentang laki laki itu Zen, karena ayah bisa pastiin dia adalah laki laki yang baik, dia laki laki yang tepat buat kamu."

Seketika mood makan malam Alzena kali ini menghilang, apa mungkin ia harus pasrah dengan perjodohan ini?

Alzena tahu bagaimana sifat ayahnya, ia adalah laki laki tegas yang segala peraturannya harus di patuhi, meski dalam hatinya bertekad untuk tidak menerima perjodohan itu, namun yang bisa ia lakukan saat ini adalah diam, demi amarah sang ayah agar tidak terjadi.

Namun karena nafsu makannya kini sudah menghilang, ia bergegas menuju kamarnya, menangis dan berharap, semua ini hanyalah mimpi. Ayahnya tak mungkin menjodohkannya!

Tanpa terasa matanya mulai sayup dan ia akhirnya tertidur dengan sebuah keresahan.

Sampai kemudian pagi menyapanya, jam sudah menunjukan pukul 08:00. Tanpa sarapan dan menyapa semuanya, Alzena pergi ke kampus. Pikirannya benar benar kacau dan berpikir kampus akan menjadi tempat untuk bisa menenangkan pikirannya saat ini.

Dikampus, Alzena melangkahkan kaki tak sesemangat biasanya, Langkahnya malas dan dengan tatapan merenung. Lantaran ia yang terus teringat akan perjodohan yang diucapkan sang ayah tadi malam.

"Kenapa sih ayah bertindak secepat ini? Aku kan belum siap nikah, apa lagi sama laki laki yang ngga tau siapa," batin Alzena dengan terus melangkah.

Dari depan, tampak langkah tegap seorang pria berjalan menuju ruangan dosen, dia adalah Emilio Cullen, seorang dosen killer yang sedang viral dikalangan mahasiswinya.

Meski usianya kini sudah berkepala empat, tapi wajahnya terlihat lebih muda. Tubuh atletisnya membuat para mahasiswi tak berkedip saat memandangnya. Kehadirannya selalu menjadi fokus utama bagi seluruh mahasiswi yang melihat.

Begitupun Alzena, yang lamunannya seketika terbuyar kala ia memperhatikan laki laki berwajah bule itu melangkah semakin mendekat.

Tak bisa dipungkiri, jika dosen yang terkenal killer tersebut, ternyata memang mempunyai wajah yang sangat tampan.

Namun tiba tiba "bruuuuk" Alzena menabrak sebuah pilar, hingga membuatnya terjatuh.

"Aduuh," desah Alzena seraya mengusap bagian keningnya yang terasa sedikit sakit.

Karena desahan Alzena, semua pandangan kini beralih padanya, pandangan dari wajah tampan, dan beralih pada seorang gadis mungil yang terjatuh karena sebuah pilar. Lucu, cukup menjadi komedi dipagi hari.

Sementara Emil, yang juga memperhatikannya dengan pandangan aneh, karena jaraknya kini tak lagi jauh, Alzena terjatuh tepat dihadapannya.

Namun melihat itu Emil tak menolong ataupun membantu Alzena berdiri, Emil justru terdiam memperhatikan wajah Alzena yang terus mendongak menatapnya.

Setelah sadar akan keberadaan Emil, Alzena pun melebarkan mata, ia terkejut dengan pemandangan yang ada dihadapannya saat ini, Laki laki berkarisma, dan berparas bule itu memperhatikannya dengan pandangan tajam.

"Kalau jalan hati hati, matanya dipake untuk melihat, bukan untuk melamun," ucap Emil yang membuat Alzena terbelalak.

Terkejut dengan reaksi serta ucapan dari Emil, tanpa basa basi kini Alzena pun beranjak dan meninggalkan tempat, ia tak peduli siapa Emilio ini, yang jelas ia mengenal Emil sebagai laki laki menyebalkan yang tak pernah tersenyum.

Melihatnya terjatuh pun tak ada inisiatif untuk menolongnya, malah hanya terdiam, seperti melihat seseorang yang tak perlu ditolong.

"Laki laki berusia matang? Tapi Senyum aja ngga pernah, pantes aja ngga laku laku. Yaampun ngga kebayang deh, siapa yang akan menjadi istrinya nanti, dan yang pasti, dia ngga akan bahagia hidup bersama laki laki tanpa senyuman dan kaku seperti kanebo kering itu?"gerutu Alzena kala kini ia duduk seorang diri.

Wajahnya tampak sangat kesal, ia menahan emosi dipagi hari seperti ini, hingga membuat moodnya hancur berantakan.

Berbeda dengan Riska, Riska adalah sahabat baik Alzena yang bisa dibilang fans berat dari dosen killer ini, ia selalu terpesona dengan penampilan serta damage dari dosen satu ini, pandangannya tak akan pernah berpaling jika laki laki tampan bertubuh atletis itu masih ada dihadapannya.

"Oh my god, pak bule hari ini ganteng banget," gumam Riska dengan pandangan penuh pesona.

Mendengar ucapan Riska membuat Alzena mengangkat alis sebelah kirinya dan menggelengkan kepala, heran dengan sang sahabat karena telah menyukai laki laki kulkas yang dianggapnya menyebalkan ini.

Sepanjang Emil menjelaskan materi, Alzena sepertinya enggan untuk memperhatikan, entah karena ia malu atau karena ia kesal dengan laki laki yang kini terduduk dihadapannya itu.

Hingga kini Emil melontarkan sebuah pertanyaan pada Alzena, mungkin karena ia tahu jika Alzena sedari tadi tak memperhatikannya.

"Alzena Dinata, apa kamu faham dengan maksut saya?" tanya Emil yang membuat Alzena gelagapan.

Tak menyangka jika pertanyaan itu akan terlontar untuknya, pandangannya bingung, kini ia memperhatikan Riska dan berharap mendapat jawaban darinya, namun ternyata Riska hanya mengangkat kedua bahunya.

"Jadi dari tadi kamu tidak memperhatikan materi saya? Kamu main main dengan kelas saya?" imbuh Emil yang membuat Alzena menunduk, rasa takut seketika menghampiri, setelah mendengar ucapan Emil yang penuh penegasan.

"Maaf pak," ucap Alzena dengan pandangan menunduk kebawah, ia tak kuasa memperhatikan wajah tegang yang kini semakin mendekatinya itu.

"Karena kamu tidak memperhatikan materi saya, maka hari ini saya anggap kamu tidak hadir dikelas saya," ucap Emil yang membuat Alzena terbelalak.

Peraturan macam apa ini? Mengapa sekejam ini? Sudah hampir dua jam Alzena duduk hingga rasa tubuhnya kaku, namun malah dianggap tak masuk, apa ini sebagian peraturan yang benar?

"Ngga bisa gitu dong pak, saya dari tadi duduk disini loh, sampe pantat saya rasanya panas, dan sekarang malah bapak anggap saya ngga masuk," bantah Alzena pada peraturan Emil yang dianggapnya aneh.

"Kalau kamu duduk dari tadi, lalu mengapa kamu tidak bisa jawab saat saya beri pertanyaan?" ucap Emil yang membuat Alzena kembali terdiam.

Ia mengaku salah karena memang ia tak memperhatikan penjelasan materi Emil, namun tetap saja ia tak terima dengan peraturan yang tiba tiba dibuat seenaknya itu.

"Tapi pak..."

"Stop! Don't talk here, saya tunggu kamu diruangan saya!" ucap Emil yang kemudian meninggalkan tempat, kepergiannya membuat Emosi Alzena memuncak.

"Dosen sialan," gerutunya dengan wajah muram.

Dengan cepat kini Alzena pun melangkahkan kakinya menuju ruangan Emilio, muncul perasaan takut saat kini ia berada didepan ruangan itu.

Tok tok tok

"Come in."

Terdengar suara itu dari dalam ruangan menyeramkan ini. Perlahan Alzena pun melangkah masuk dan terduduk dihadapan laki laki yang sedang sibuk dengan layar laptopnya.

Setelah cukup lama terdiam, kini Alzena pun mulai membuka suara.

"Pak..."

"Saya tau maksut kamu," sambar Emil pada ucapan Alzena yang belum selesai.

"Kamu mau protes kan dengan peraturan yang saya buat tadi?"

"Iya lah pak, saya ngga mau dong duduk sia sia kaya tadi, dua jam loh saya duduk masa ngga dianggap."

"Lalu apa kamu menganggap saya? Kamu juga tidak menganggap saya kan? kamu tidak mendengarkan penjelasan saya,"

sambar Emil yang membuat Alzena seketika terdiam.

Ia tak kuasa lagi menjawab ucapan laki laki yang terlihat ingin menerkamnya itu. Namun tak dapat berkata kata, bukan berarti Alzena membuang pandangannya, malah justru pandangannya kini tertuju pada wajah tampan laki laki dihadapannya tersebut. Pandangannya penuh dengan teka teki.

"Kenapa kamu liatin saya seperti itu?"

tanya Emil yang membuat pandangan Alzena seketika buyar.

Tak ingin berbasa basi, dengan cepat Alzena pun bersiap siap hendak melangkah kabur dari hadapan singa menyeramkan tersebut, namun sebelumnya ia ingin sekali mengutarakan isi hatinya sekaligus menjawab pertanyaan Emil barusan.

"Pak, ternyata bener ya kata Riska, kalau Bapak itu... ganteng!" ucap Alzena dengan suara lirih, yang lalu dengan cepat berlari meninggalkan tempat.

Mendengar ucapan itu membuat Emil tak dapat berkutik, sejenak membeku, dan tertegun dengan pujian Alzena untuknya, hingga bibirnya kini sedikit tersenyum dengan lirikan mata yang terus tertuju pada kepergian wanita cantik itu.

Baru kali ini ada seorang wanita yang berhasil membuat Emilio Cullen salah tingkah, hanya karena sebuah pujian yang sepertinya membuatnya tak dapat lupa satu hari satu malam.

"Gimana Zen, Aman kan?" tanya Riska kala kini Alzena menghampirinya.

"Aman Ris, meski pun aku masih deg-degan banget nih, takut diterkam," jawab Alzena yang kini terduduk dan menyeruput minuman dihadapan Riska.

"Diterkam?"

"Iya lah, pak Emil itu kalau marah kaya singa, menyeramkan," jawab Alzena yang membuat Riska terkekeh.

"Emang ada ya singa seganteng itu?"

Mendengar jawaban itu membuat Alzena menggelengkan kepala. Heran dengan sang sahabat yang begitu memuji Emil.

"Ganteng sih, tapi kan dia tua."

"Dih, jaga ucapan mu Zen, dia itu bukan tua, tapi matang, laki laki itu semakin matang semakin menawan, hati hati aja loh, awas jatuh cinta," ucap Rizka yang membuat Alzena mengernyitkan bibirnya.

"Ngga akan mungkin."

•••

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY