/0/16522/coverbig.jpg?v=e996cfb14c59e4aa7a6fecbebbe40317)
Gea Athena harus menjalani kehidupan yang pilu, ketika dia dijual pada seorang pria lumpuh seharga 3 Milyar oleh suaminya sendiri.
Gea Athena harus menjalani kehidupan yang pilu, ketika dia dijual pada seorang pria lumpuh seharga 3 Milyar oleh suaminya sendiri.
Athena Salindri.
Perempuan berusia 21 tahun itu tak pernah sekalipun bahagia dalam pernikahannya dengan Bima. Satu tahun mereka menikah, tapi tak sehari pun Athena bisa hidup tenang.
"Gak guna!" Athena tersungkur di lantai rumahnya yang masih berupa tanah berdebu, sementara Bima mengamuk karena Athena tak bisa memberinya uang untuk berjudi.
Sebuah pukulan keras dari kayu rotan itu menodai betis Athena yang putih mulus seputih susu. Luka dari pukulan itu meninggalkan guratan merah dengan rasa perih yang menyiksa, walau rasa sakitnya sangat menyengsarakan, tapi Athena enggan menangis.
Padahal dulu Bima tak seperti ini. Bima tak pernah sekasar ini. Dulu Bima hanyalah pria baik dan cukup tampan dimata Athena, sehingga Athena berani jatuh hati padanya.
Namun, Bima berubah setelah mereka dijodohkan. Setelah mereka menikah, Bima jadi terjerumus pada perjudian dan bahkan jadi pemabuk.
Bima jadi selalu menyalahkan Athena atas kehidupannya yang sengsara dan menganggap Athena sebagai penyebab dari putusnya hubungan dia dengan Ayu- perempuan yang kala itu menjadi kekasih hatinya.
"Gak ada, mas. Aku gak punya uang lagi... beneran, aku gak bohong."
"Halah! pasti diumpetin kan duitnya? Ngaku! Kerja keras jadi buruh cuci dari rumah ke rumah, masa gak dapet duit!"
Athena tersentak tiap kali mendapat pukulan demi pukulan itu. Ia bahkan tak sanggup untuk sekadar berteriak kesakitan karena jika ia melakukannya, pukulan itu akan semakin membabibuta.
"Uangnya aku pake buat beli minyak sama beras, mas. Udah abis, telur saja gak kebeli-" ucapnya tertahan.
Athena tidak bisa menyelesaikan kalimatnya, ketika tangan besar nan kasar itu meraih lehernya dan menekannya keras untuk sekadar-
"Kalung lo gue ambil, buat bayar hutang judi."
Bima membuka kalung emas yang dikenakan oleh Athena itu dengan hati-hati, sementara Athena sudah tidak punya kekuatan lagi untuk mencegahnya.
"Itu kalung buat biaya lahiran anak kita, mas... jangan diambil." Suara Athena lemah.
Namun apa pernah Bima jadi pria baik yang punya nurani?
Hahah! tentu saja tidak pernah.
"Bodoamat," cetus Bima tak acuh.
Dengan tidak tahu malunya, Bima mengantongi kalung itu, mendorong kasar bahu Athena sampai punggung Athena terantuk kayu penyangga dinding rumah yang terbuat dari anyaman bambu.
Rasa sakit luar biasa langsung menjalari punggung Athena, membuatnya mematung merasakan rasa sakit itu sendirian.
Kemudian, Bima bergegas pergi begitu saja keluar rumah meninggalkan Athena yang tak berdaya di tempatnya.
Isak tangis yang terdengar pilu itu keluar dari bibir Athena yang gemetar. Athena memandang nelangsa kepergian Bima, bukan karena ia bersedih atas ketidakberadaan Bima, bukan itu.
Athena menangis karena satu-satunya harapan biaya untuk melahirkan anaknya telah raib, ditambah dengan fakta bahwa dirinya tidak pernah seberharga itu di mata suaminya sendiri.
"Sakit," gumam Athena dengan suara tercekik. Detik itu juga ia memeluk perut buncitnya yang tiba-tiba terasa sakit seperti tengah diurut dengan sangat keras.
Sakit... sangat sakit.
Athena meringkuk, memeluk perutnya sambil terus meringis kesakitan. Sampai kemudian darah segar mengalir deras dari paha atasnya, diiringi sensasi sesuatu yang keluar dari dalam dirinya-
Athena keguguran.
***
"Sialan!" umpat Bima menendang kaleng soda itu dengan kesal.
Ia menyugar rambutnya dan mengusap kasar wajahnya, mulai mengutuk dirinya sendiri karena kalah dalam berjudi.
"Tolol, emang. Udah berharap bisa menang banyak setelah jadiin kalungnya jaminan, eh malah kalah. Padahal, niatnya buat bayar hutang."
Lagi, Bima menyugar rambutnya. Ia merasa frustasi... benar-benar frustasi. Sesekali ia mendengus jengkel lalu meludah sembarangan sambil terus merutuki ketidakberuntungannya.
Baru saja Bima berniat melangkahkan kakinya untuk pulang menuju rumahnya, ketika sebuah mobil Jeep berhenti di depannya.
Seseorang kemudian keluar dari sana, dan menghampiri Bima dengan aura yang membuat Bima menelan ludahnya dengan susah payah.
"Hutangmu, Bima. Lagi-lagi kamu ingkar janji dan tidak membayar hutangmu," ucap pria setengah baya dengan suara bariton yang membuat Bima sontak menatap lawan bicaranya itu dengan ketakutan besar yang tercipta jelas diwajahnya.
"B-Bukan gitu, Pak Mandor. Saya mau bayar kok. Tadinya saya mau bayar pake uang hasil judi, cuma gimana, ya, hari ini saya kalah judi. Janji deh Pak Mandor, nanti saya akan bayar." Alibinya.
"Banyak alasan," desis pria setengah baya yang dijuluki sebagai Pak Mandor itu. Kemudian ia melirik ke arah dua orang pria berbadan kekar disisi kiri dan kanannya. "Bawa dia. Tuan Brian memintaku untuk membuat pertemuan dengan si Bima Bima ini," lanjutnya.
Tanpa menunggu lama, kedua pria kekar itu langsung menyergap Bima dan menyeretnya masuk ke dalam mobil. Sekalipun Bima meronta-ronta, kedua pria kekar itu tetap bisa membuat Bima masuk ke dalam mobil tanpa bisa berkutik lagi.
Di dalam mobil, Bima diapit oleh kedua pria kekar itu, dimana tiap kali ia memberontak, yang dirasakannya kemudian adalah sensasi dari tulang bahunya yang terasa hampir remuk.
Tak butuh memakan waktu lama. Ketika akhirnya mereka sampai di rumah megah nan mewah itu, buru-buru para pria besar itu membawa Bima ke dalam rumah.
Dengan kasar, tubuh Bima diseret ke ruang bawah tanah, lalu dilemparkan tepat dibawah kaki pria lumpuh yang duduk di kursi rodanya.
Walau dalam keremangan cahaya yang minim, tapi Bima bisa melihat dengan jelas dan memastikan bahwa pria yang ada dihadapannya itu punya dagu yang bengkok.
Seperti orang stroke.
"Tuan... Maaf tuan, ini cuma salah paham. Hutangnya pasti saya bayar!" mohon Bima dengan panik, lalu memeluk erat kaki pria di hadapannya itu.
Pak Mandor yang melihat itu, hanya berdecak dan mendelik muak.
"Percuma berbicara dengan tuanku karena dia hanya bisa melihatmu tanpa bisa mendengarkan suaramu– tuanku tuli. Lagipula jangan berbicara omong kosong. Aku tahu kalau dirimu hanya berbohong, kamu gak akan bisa bayar hutangmu,Bima."
"Bisa, pak... Saya bisa bayar hutangnya!" Bantah Bima cepat. Kemudian, ia beringsut mundur dan bersimpuh di kaki sang mandor.
"Mau bayar pake apa? Kamu miskin, Bima," cibirnya meremehkan semua janji Bima yang terdengar seperti omong kosong baginya.
"Saya punya barang berharga. Saya akan jual itu ke tuan Brian. Mungkin bisa melunasi hutang saya," katanya.
"Barang apa?"
"Istri saya."
Pria setengah baya yang dijuluki sebagai Pak Mandor itu pun diam sejenak lalu kemudian melirik ke arah Brian untuk sekadar berbicara dengan bahasa isyarat. Membicarakan hal yang diucapkan Bima itu kepada Brian.
(Bawa perempuan itu kehadapanku, Ismail. Biar aku sendiri yang memastikan apa barangnya layak beli atau tidak,) ucap Brian dengan bahasa isyaratnya.
Pak Mandor yang bernama Ismail itu pun lalu mengangguk mengerti lalu kemudian mengalihkan pandangannya pada Bima.
"Bawa istrimu kehadapan tuanku. Biar tuanku sendiri yang memastikan apakah istrimu layak untuk dibeli atau tidak," pungkas Ismail dingin.
***
"Ikut gue," tukas Bima seraya menarik tangan Athena untuk mengikutinya.
Padahal Bima baru saja pulang,tapi tanpa nurani, ia langsung menarik Athena secara kasar. Ia bahkan tak bertanya terlebih dahulu tentang kondisi Athena, padahal saat ini Athena belum pulih pasca keguguran.
"Ke mana? Aku sakit, mas. Aku baru keguguran, apa kamu gak akan ngerasa sedih sama sekali?"
"Syukur deh kalo keguguran. Beban hidup gue berkurang satu," pungkasnya dingin dan masih terus menarik tangan Athena untuk keluar dari rumah dan bergegas mengajaknya masuk ke dalam mobil Jeep yang dikendarai oleh salah satu anak buah Brian.
"Kita mau ke mana?" ulang Athena yang mulai panik ketika mobil itu melaju pergi.
Namun, Bima tak menggubrisnya. Ia tetap diam seribu bahasa, memilih fokus ke jalanan desa yang mereka lalui, sampai tak lama kemudian akhirnya mereka pun sampai di kediaman Brian.
Rumah dua tingkat dengan gaya arsitektur Mediterania itu tampak berdiri dengan kokohnya, begitu kontras dengan rumah-rumah di desa yang umumnya hanya berupa rumah bedeng dengan dinding yang terbuat dari anyaman bambu.
Sekitar 50 orang penjaga berdiri di setiap sudutnya, menjaga keamanan rumah atau yang lebih tepatnya adalah menjaga keamanan Brian si sang empunya rumah yang tidak berdaya sama sekali di atas kursi rodanya.
"Ayo turun," perintah Bima yang lagi-lagi menarik kasar tangan Athena untuk masuk ke dalam rumah itu.
Bagian dalam rumah jauh lebih megah, membuat Athena sempat tersihir dengan keindahannya, sebelum akhirnya keberadaan dua orang yang datang membuatnya kembali tersadar bahwa ia berada di tempat asing.
Athen membeku.
Tatapannya terpaku pada seorang pria yang duduk di atas kursi roda, dengan kondisi yang membuat Athena buru-buru menundukan kepalanya karena tak sanggup melihatnya.
Pria itu cacat.
Walaupun punya wajah yang sangat tampan, tapi ketampanan itu bahkan tertutupi oleh rahang yang bengkok dan juga kondisinya yang duduk di atas kursi roda.
"Saya datang dengan istri saya, pak. Gimana?" ujar Bima terlihat begitu ceria, sementara Athena bahkan tidak nyaman sekali karena di tatap lekat-lekat oleh pria disabilitas itu.
"Ayo Athena perkenalkan dirimu," tambah Bima seraya menyenggol lengan Athena.
Athena mengerjapkan matanya beberapa kali, sampai akhirnya ia memberanikan diri untuk mendongak dan dengan ragu mengulurkan tangannya.
"Nama saya Athena Salindri," kata Athena memperkenalkan diri.
Perlahan, Brian mengulurkan tangannya dan menyambut uluran tangan Athena, tetapi ia tak bicara.
"Tuanku bernama Brian Atmaja. Beliau tidak bisa mendengarmu dan tidak bisa bicara, karena beliau tuli dan bisu." Suara Ismail mewakili Brian, membuat Athena jadi semakin merasa tak nyaman.
Athena bahkan bergerak gelisah karena Brian tak juga melepaskan genggaman tangannya. Ia takut... sangat takut pada Brian, entah itu karena kondisi fisiknya atau mungkin karena aura tak baik yang melingkupi pria itu, yang jelas Athena takut pada Brian.
Kemudian, Ismail menoleh sejenak pada tuannya-
(Bagaimana tuan, apa anda suka?) tanyanya dengan bahasa isyarat.
Sengaja, karena tak ingin Athena tahu bahwa dirinya yang dijadikan sebagai objek tawar menawar.
(Lumayan. Kau bayar saja, Ismail. Perempuan ini harus jadi milikku.)
Ayunindira Santi terpaksa menerima pinangan dari kakak iparnya sendiri karena situasi pelik yang dihadapinya. Terlahir sebagai seorang yatim piatu, membuat Santi harus pasrah pada keadaan ketika kakak kandungnya sendiri memberikan wasiat agar suaminya menikahi Santi dengan dalih untuk menjaganya. Bagaimanakah Santi menjalani pernikahan dengan pria yang pernah jadi kakak iparnya sendiri? Apakah pernikahan ini akan bernasib baik?
"Masukin kak... Aahhh... Aku sudah gak tahan..." Zhea mengerang. Kedua tangannya telah berpindah ke atas kedua payudaranya yang berukuran 34B dengan puting berwarna merah muda yang nampak menggemaskan ditambah dengan kulitnya yang putih mulus. Kedua tangan Zhea meremas-remas payudaranya menantikan vaginanya diterobos oleh penis milik suaminya tersebut. Permintaan tersebut tak juga digubris oleh pria yang berstatus sebagai suami dari seorang wanita yang sedang terlentang pasrah menunggu hujaman penis 10cm nya. Pria itu tetap sibuk menggesekkan penisnya yang tak kunjung berdiri sedangkan vagina milik istrinya telah sangat menantikan hujaman dari penis miliknya. "Gak berdiri lagi ya kak?" Tanya Zhea. "Gak tau nih, kok gak bisa berdiri sih" jawab Muchlis. "Ya sudah, gesek gesek saja kak.. yang penting kakak puas" ujar Zhea kepada pria berusia 34 tahun itu
Pernikahan itu seharusnya dilakukan demi kenyamanan, tapi Carrie melakukan kesalahan dengan jatuh cinta pada Kristopher. Ketika tiba saatnya dia sangat membutuhkannya, suaminya itu menemani wanita lain. Cukup sudah. Carrie memilih menceraikan Kristopher dan melanjutkan hidupnya. Hanya ketika dia pergi barulah Kristopher menyadari betapa pentingnya wanita itu baginya. Di hadapan para pengagum mantan istrinya yang tak terhitung jumlahnya, Kristopher menawarinya 40 miliar rupiah dan mengusulkan kesepakatan baru. "Ayo menikah lagi."
Warning 21+ Harap bijak memilih bacaan. Mengandung adegan dewasa! Bermula dari kebiasaan bergonta-ganti wanita setiap malam, pemilik nama lengkap Rafael Aditya Syahreza menjerat seorang gadis yang tak sengaja menjadi pemuas ranjangnya malam itu. Gadis itu bernama Vanessa dan merupakan kekasih Adrian, adik kandungnya. Seperti mendapat keberuntungan, Rafael menggunakan segala cara untuk memiliki Vanessa. Selain untuk mengejar kepuasan, ia juga berniat membalaskan dendam. Mampukah Rafael membuat Vanessa jatuh ke dalam pelukannya dan membalas rasa sakit hati di masa lalu? Dan apakah Adrian akan diam saja saat miliknya direbut oleh sang kakak? Bagaimana perasaan Vanessa mengetahui jika dirinya hanya dimanfaatkan oleh Rafael untuk balas dendam semata? Dan apakah yang akan Vanessa lakukan ketika Rafael menjelaskan semuanya?
WARNING 21+‼️ (Mengandung adegan dewasa) Di balik seragam sekolah menengah dan hobinya bermain basket, Julian menyimpan gejolak hasrat yang tak terduga. Ketertarikannya pada Tante Namira, pemilik rental PlayStation yang menjadi tempat pelariannya, bukan lagi sekadar kekaguman. Aura menggoda Tante Namira, dengan lekuk tubuh yang menantang dan tatapan yang menyimpan misteri, selalu berhasil membuat jantung Julian berdebar kencang. Sebuah siang yang sepi di rental PS menjadi titik balik. Permintaan sederhana dari Tante Namira untuk memijat punggung yang pegal membuka gerbang menuju dunia yang selama ini hanya berani dibayangkannya. Sentuhan pertama yang canggung, desahan pelan yang menggelitik, dan aroma tubuh Tante Namira yang memabukkan, semuanya berpadu menjadi ledakan hasrat yang tak tertahankan. Malam itu, batas usia dan norma sosial runtuh dalam sebuah pertemuan intim yang membakar. Namun, petualangan Julian tidak berhenti di sana. Pengalaman pertamanya dengan Tante Namira bagaikan api yang menyulut dahaga akan sensasi terlarang. Seolah alam semesta berkonspirasi, Julian menemukan dirinya terjerat dalam jaring-jaring kenikmatan terlarang dengan sosok-sosok wanita yang jauh lebih dewasa dan memiliki daya pikatnya masing-masing. Mulai dari sentuhan penuh dominasi di ruang kelas, bisikan menggoda di tengah malam, hingga kehangatan ranjang seorang perawat yang merawatnya, Julian menjelajahi setiap tikungan hasrat dengan keberanian yang mencengangkan. Setiap pertemuan adalah babak baru, menguji batas moral dan membuka tabir rahasia tersembunyi di balik sosok-sosok yang selama ini dianggapnya biasa. Ia terombang-ambing antara rasa bersalah dan kenikmatan yang memabukkan, terperangkap dalam pusaran gairah terlarang yang semakin menghanyutkannya. Lalu, bagaimana Julian akan menghadapi konsekuensi dari pilihan-pilihan beraninya? Akankah ia terus menari di tepi jurang, mempermainkan api hasrat yang bisa membakarnya kapan saja? Dan rahasia apa saja yang akan terungkap seiring berjalannya petualangan cintanya yang penuh dosa ini?
Bella menggeliat di bawah tubuh Bram, kedua tangannya mencengkeram erat sprei yang sudah kusut. Nafasnya terengah, bibirnya tak berhenti mengeluarkan desahan. "Ahh... Bram... ahhh... lebih dalam..." suara itu pecah, bercampur antara kenikmatan dan keputusasaan. Tubuhnya bergetar setiap kali Bram menghantam, membuatnya semakin terhanyut. "Ahh... enak sekali... jangan berhenti..." rintih Bella, matanya terpejam, wajahnya memerah diliputi panas yang semakin membakar. Bram hanya terkekeh rendah, melihat bagaimana istrinya tenggelam dalam permainan mereka. Semakin Bella mendesah, semakin cepat gerakannya, membuat kamar itu penuh dengan suara ranjang yang berderit, bercampur dengan panggilan dan rintihan Bella yang semakin tak terkendali.
© 2018-now Bakisah
TOP