/0/16824/coverbig.jpg?v=ede1f76b400f3cfd57bd9b253e5f1fd4)
"Apakah kita pernah bertemu? Wajahmu terlihat tidak asing di mataku," ucap pria bernetra hitam gelap tersebut, membius wanita menawan yang sekarang terduduk di hadapan. Hanya dengan sebuah senyuman tipis, wanita itu pun membalas, "Kalau kita pernah bertemu, saya rasa saya tidak akan melupakan pria seperti Anda, Pak." | Di hari dirinya menghadiri wawancara kerja, Karin Arvantie merasa canggung menghadapi pria yang mungkin akan menjadi calon bosnya, Ryan Atmaja, seorang pria dengan manik hitam gelap menawan dan CEO Atmaja Corp. Dengan tatapan dingin yang tajam dan intens, wanita tersebut merasakan gejolak tak terbendung setiap kali berdekatan dengan pria tersebut. Akankah Karin mampu mempertahankan hubungannya dengan Ryan sebatas atasan dan bawahan? Atau mungkin, mereka akan tenggelam dalam hubungan tak terduga yang lebih panas dan menggairahkan?
'Astaga! Sudah jam berapa ini? Aku bisa terlambat menghadiri wawancara kerja hari ini. Bagaimana aku akan diterima bekerja, kalau untuk menghadiri wawancara kerja saja aku sampai datang terlambat,' batin Karin.
Ia pun bergegas menuju kamar mandi, lalu mandi di bawah air pancuran. Selesai mandi Karin pun mengambil kemeja berwarna putih dan rok dengan panjang di atas lutut. Ia lalu mematut dirinya di depan cermin besar, yang ada di dalam kamarnya. Ia hanya mengenakan make up tipis dan lip tint, agar wajahnya tidak terlihat pucat.
Selesai sarapan, dengan menyandang tas kecil di pundaknya. Karin pun berjalan ke luar dari apartemennya menuju ke halte bis.
Tak lama berselang, bis yang ditunggunya datang. Karin pun duduk di dalam bis dengan perasaan yang tegang dan gugup. Hari ini ia akan menjalani wawancara, untuk lowongan sebagai sekretaris yang dilamarnya. Sesekali ia melihat jam tangannya, untuk memastikan ia tidak datang terlambat.
Begitu bis yang ditumpanginya berhenti di halte, yang letaknya tidak jauh dari perusahaan yang akan ditujunya. Rasa lega, menghinggapi hati Karin, karena ia tidak terlambat. Masih ada waktu baginya, untuk bersiap nantinya sebelum menjalani wawancara.
Ia terlalu bersemangat, dengan wawancara yang akan dijalaninya pada hari ini. Ada harapan besar, yang ia inginkan dari wawancaranya nanti. 'Aku harus mendapatkan pekerjaan itu, karena ini bisa jadi merupakan jawaban dari masalahku selama ini,' gumam Karin dalam hati.
Dengan terburu-buru, Karin keluar dari dalam bis dan berjalan cepat menuju gedung tempatnya akan menjalani wawancara. Sesampainya di dalam gedung tersebut Karin pun bertanya, di mana ruangan pimpinan tersebut berada.
'Sial! Aku tidak memiliki waktu untuk merapikan penampilanku terlebih dahulu. Dan ini semua, karena aku yang bangun kesiangan,' batin Karin.
Menurut informasi yang didapatnya ia akan menjalani wawancara langsung, dengan sang pimpinan perusahaan tersebut. Duduk di depan ruangan dengan dinding yang di car warna putih, rasa gugup itu semakin terasa.
Baru saja Karin sampai di depan pintu, yang dijanjikan menjadi tempat dirinya melakukan wawancara, sebagai sekretaris bagi pimpinan di perusahaan tersebut.
Sebuah suara terdengar menyebut namanya dan mempersilakan kepadanya untuk masuk ke dalam ruangan, yang pintunya tertutup rapat.
"Nona Karin Arvantie?" panggil seorang wanita yang mengenakan setelan profesional. Ekspresi jutek terpasang di wajahnya, membuat jantung Karin berdegup kencang ketika dipanggil. "Giliranmu," ucapnya saat menangkap keberadaan orang yang dipanggil.
Karin pun berdiri dari kursinya dan melangkah masuk ke dalam ruangan. Bulir-bulir keringat menghiasi dahi Karin, menunjukkan jelas kegugupannya menghadapi wawancara kerja yang segera menantinya. Ini merupakan pengalaman pertama Karin menjalani wawancara pekerjaan.
Diabaikannya sorot tatapan tidak suka dari wanita itu, ia akan menghindari wanita dengan raut wajah jutek, yang dengan jelas memperlihatkan aura tidak suka kepadanya. Diketuknya pintu yang tertutup rapat di depannya dan setelah dipersilakan masuk ia pun membuka pintu tersebut.
Karin merasakan pungggungnya, seperti terbakar. Dan ia merasa itu pasti, karena wanita yang tadi memanggilnya. Entah alasan apa yang membuat wanita itu menjadi tidak menyukainya.
Saat masuk ke dalam ruangan, pandangan Karin terarah pada seorang pria yang terduduk di depan sebuah meja dengan kertas menutupi wajahnya. Rambut hitam pria itu ditarik ke belakang, terlihat sangat rapi. Tubuhnya yang dibalut kemeja putih tetap kentara kekar di mata Karin, terlebih karena lengan kemeja itu digulung mencapai siku. Dengan dua kancing kemeja bagian atas yang dibuka dan memperlihatkan sedikit rambut di dadanya.
Karin sedikit ragu untuk menyapa pria yang sedang duduk di kursi kerjanya. Dan terlihat ia begitu serius dengan apa yang sedang dikerjakannya.
"Permisi, Pak," panggil Karin sembari berdiri di sebelah kursi yang disediakan untuknya, tidak berani duduk sebelum dipersilakan.
Mendengar suara wanita tersebut, pria di hadapan pun menurunkan kertas yang sedang dia pegang. Raut wajah pria itu terlihat dingin, dengan bibir tipisnya yang terkatup rapat.
Detik itu, juga Karin membeku. Jantungnya langsung berdetak kencang, berhadapan dengan wajah tampan, walaupun terkesan dingin.
Tatapan tajam yang diberikan netra hitam itu begitu menghanyutkan. Ditambah guratan alis tebal dan rahang tegas, wajah pria tersebut patut Karin akui sebagai pria tertampan yang pernah dia lihat secara langsung. Bahkan, bila Karin menonton televisi pun, sepertinya agak sulit menemukan pria setampan itu!
"Duduk." Suara dalam pria tersebut menggetarkan hati Karin, membuat wanita itu tanpa berpikir langsung bertindak sesuai arah. "Perkenalkan dirimu," titahnya tegas, membuat Karin entah kenapa merasa sedikit jengkel.
'Dia ... belum memperkenalkan diri, 'kan?' batin Karin.
Memang, tanpa diberi tahu, Karin sebenarnya sudah bisa menebak siapa pria di hadapannya. Pria itu tidak lain adalah Ryan Atmaja, CEO Atmaja Corp. yang sedang mencari seorang sekretaris, pekerjaan yang sedang Karin incar. Rumor mengatakan bahwa pria itu memang sangat tampan, tapi juga dingin dan kejam. Itulah alasan kenapa tidak ada sekretaris pribadi yang bertahan bekerja untuknya lebih dari tiga bulan.
Ah, Karin lupa. Tidak hanya itu, pria tersebut juga sering dikabarkan sebagai seorang playboy yang senang mempermainkan wanita.
'Bagaimana kami para wanita tidak tertarik dengannya? Wajah tampan, dengan aura dingin dan misterius yang membuatnya, seperti sebuah tantangan,' batin Karin.
Namun, bahkan dengan rumor dan berita-berita tentang Ryan, masih banyak wanita yang bersedia mencoba menjadi sekretaris pribadi pria tersebut. Lagi pula, bayaran dan benefit yang ditawarkan sangatlah menggiurkan!
Sebelum melamun terlalu lama, Karin pun langsung memperkenalkan dirinya, "Nama saya Karin Arvantie, saya merupakan lulusan universitas ternama di kota ini dengan predikat cumlaude."
Selagi Karin memperkenalkan dirinya, wanita itu merasa netra hitam tersebut tidak berpindah dari wajahnya. Ada sesuatu dari pandangan Ryan yang membuat darah Karin berdesir. Namun, wanita itu berusaha untuk tetap tenang dan profesional, menunjukkan sisi terbaiknya agar bisa mendapatkan posisi yang dia inginkan itu.
'Kenapa ia terus menatapku dan membuatku menjadi resah? Apakah ada yang salah dengan penampilanku? Seharusnya tadi aku mematut diriku dahulu di dalam toilet, sebelum masuk ke dalam ruangan ini,' gumam Karin dalam hatinya.
Selesai memperkenalkan diri, Karin terkejut dengan pertanyaan yang terlontar dari bibir Ryan. "Apakah kita pernah bertemu?" Dengan manik terpaku pada sosok Karin, Ryan menambahkan, "Wajahmu terlihat tidak asing di mataku?"
'Apa ini ... cara baru untuk merayu wanita?' batin Karin dalam hati, teringat rumor bahwa pria di depan adalah seorang playboy. Karena ditatap dengan tajam dan begitu intens oleh Ryan, dia mengepalkan tangannya untuk menahan kegugupannya. Hanya dengan sebuah senyuman tipis, wanita itu pun membalas, "Kalau kita pernah bertemu, saya rasa saya tidak akan melupakan pria seperti Anda, Pak."
Tatapan Ryan berpindah ke bibir Karin, yang terlihat seksi dan menggoda. Bibir itu seolah mengundang untuk dicium bibirnya.
Ryan berdiri dari kursinya, mengitari meja sebelum akhirnya bersandar di sana. Dua tangan terlipat di depan dada, sebuah senyuman terlukis di bibirnya. "Pintar menyanjung," balasnya, entah itu sindiran atau pujian. "Apa yang membuatmu melamar ke perusahaanku?"
Pertanyaan Ryan membuat Karin menggigit bibir, sedikit kesulitan dengan pertanyaan yang diajukan. Namun, dengan cepat wanita itu menjawab, "Pengalaman, gaji, dan juga jenjang karir. Saya yakin Atmaja Corp. adalah tempat yang tepat untuk mendapatkan yang terbaik untuk tiga hal tersebut."
Jantung Karin berdebar semakin kencang. tangannya terasa berkeringat dingin. Ia belum pernah merasakan aura panas, berada dekat dengan Ryan, seperti ini.
Netra Ryan terarah pada bibir Karin yang memerah karena sempat digigit. "Begitukah?" Pria itu berjalan menghampiri wanita di kursi itu, menyebabkan senyuman profesional Karin sedikit bergetar dan tubuhnya menempel pada sandaran kursi. Dengan dua tangannya mendarat di tangan kursi Karin dan wajah hanya berjarak beberapa inci dari wajah wanita tersebut, sudut bibir Ryan pun terangkat. "Apa kamu yakin kamu kemari bukan karena diriku?"
Kedua orang yang memegangi ku tak mau tinggal diam saja. Mereka ingin ikut pula mencicipi kemolekan dan kehangatan tubuhku. Pak Karmin berpindah posisi, tadinya hendak menjamah leher namun ia sedikit turun ke bawah menuju bagian dadaku. Pak Darmaji sambil memegangi kedua tanganku. Mendekatkan wajahnya tepat di depan hidungku. Tanpa rasa jijik mencium bibir yang telah basah oleh liur temannya. Melakukan aksi yang hampir sama di lakukan oleh pak Karmin yaitu melumat bibir, namun ia tak sekedar menciumi saja. Mulutnya memaksaku untuk menjulurkan lidah, lalu ia memagut dan menghisapnya kuat-kuat. "Hhss aahh." Hisapannya begitu kuat, membuat lidah ku kelu. Wajahnya semakin terbenam menciumi leher jenjangku. Beberapa kecupan dan sesekali menghisap sampai menggigit kecil permukaan leher. Hingga berbekas meninggalkan beberapa tanda merah di leher. Tanganku telentang di atas kepala memamerkan bagian ketiak putih mulus tanpa sehelai bulu. Aku sering merawat dan mencukur habis bulu ketiak ku seminggu sekali. Ia menempelkan bibirnya di permukaan ketiak, mencium aroma wangi tubuhku yang berasal dari sana. Bulu kudukku sampai berdiri menerima perlakuannya. Lidahnya sudah menjulur di bagian paling putih dan terdapat garis-garis di permukaan ketiak. Lidah itu terasa sangat licin dan hangat. Tanpa ragu ia menjilatinya bergantian di kiri dan kanan. Sesekali kembali menciumi leher, dan balik lagi ke bagian paling putih tersebut. Aku sangat tak tahan merasakan kegelian yang teramat sangat. Teriakan keras yang tadi selalu aku lakukan, kini berganti dengan erangan-erangan kecil yang membuat mereka semakin bergairah mengundang birahiku untuk cepat naik. Pak Karmin yang berpindah posisi, nampak asyik memijat dua gundukan di depannya. Dua gundukan indah itu masih terhalang oleh kaos yang aku kenakan. Tangannya perlahan menyusup ke balik kaos putih. Meraih dua buah bukit kembarnya yang terhimpit oleh bh sempit yang masih ku kenakan. .. Sementara itu pak Arga yang merupakan bos ku, sudah beres dengan kegiatan meeting nya. Ia nampak duduk termenung sembari memainkan bolpoin di tangannya. Pikirannya menerawang pada paras ku. Lebih tepatnya kemolekan dan kehangatan tubuhku. Belum pernah ia mendapati kenikmatan yang sesungguhnya dari istrinya sendiri. Kenikmatan itu justru datang dari orang yang tidak di duga-duga, namun sayangnya orang tersebut hanyalah seorang pembantu di rumahnya. Di pikirannya terlintas bagaimana ia bisa lebih leluasa untuk menggauli pembantunya. Tanpa ada rasa khawatir dan membuat curiga istrinya. "Ah bagaimana kalau aku ambil cuti, terus pergi ke suatu tempat dengan dirinya." Otaknya terus berputar mencari cara agar bisa membawaku pergi bersamanya. Hingga ia terpikirkan suatu cara sebagai solusi dari permasalahannya. "Ha ha, masuk akal juga. Dan pasti istriku takkan menyadarinya." Bergumam dalam hati sembari tersenyum jahat. ... Pak Karmin meremas buah kembar dari balik baju. "Ja.. jangan.. ja. Ngan pak.!" Ucapan terbata-bata keluar dari mulut, sembari merasakan geli di ketiakku. "Ha ha, tenang dek bapak gak bakalan ragu buat ngemut punyamu" tangan sembari memelintir dua ujung mungil di puncak keindahan atas dadaku. "Aaahh, " geli dan sakit yang terasa di ujung buah kembarku di pelintir lalu di tarik oleh jemarinya. Pak Karmin menyingkap baju yang ku kenakan dan melorotkan bh sedikit kebawah. Sayangnya ia tidak bisa melihat bentuk keindahan yang ada di genggaman. Kondisi disini masih gelap, hanya terdengar suara suara yang mereka bicarakan. Tangan kanan meremas dan memelintir bagian kanan, sedang tangan kiri asyik menekan kuat buah ranum dan kenyal lalu memainkan ujungnya dengan lidah lembut yang liar. Mulutnya silih berganti ke bagian kanan kiri memagut dan mengemut ujung kecil mungil berwarna merah muda jika di tempat yang terang. "Aahh aahh ahh," nafasku mulai tersengal memburu. Detak jantungku berdebar kencang. Kenikmatan menjalar ke seluruh tubuh, mendapatkan rangsangan yang mereka lakukan. Tapi itu belum cukup, Pak Doyo lebih beruntung daripada mereka. Ia memegangi kakiku, lidahnya sudah bergerak liar menjelajahi setiap inci paha mulus hingga ke ujung selangkangan putih. Beberapa kali ia mengecup bagian paha dalamku. Juga sesekali menghisapnya kadang menggigit. Lidahnya sangat bersemangat menelisik menjilati organ kewanitaanku yang masih tertutup celana pendek yang ia naikkan ke atas hingga selangkangan. Ujung lidahnya terasa licin dan basah begitu mengenai permukaan kulit dan bulu halusku, yang tumbuhnya masih jarang di atas bibir kewanitaan. Lidahnya tak terasa terganggu oleh bulu-bulu hitam halus yang sebagian mengintip dari celah cd yang ku kenakan. "Aahh,, eemmhh.. " aku sampai bergidik memejam keenakan merasakan sensasi sentuhan lidah di berbagai area sensitif. Terutama lidah pak Doyo yang mulai berani melorotkan celana pendek, beserta dalaman nya. Kini lidah itu menari-nari di ujung kacang kecil yang menguntit dari dalam. "Eemmhh,, aahh" aku meracau kecil. Tubuhku men
BERISI ADEGAN HOT++ Leo pria tampan dihadapan dengan situasi sulit, calon mertuanya yang merupakan janda meminta syarat agar Leo memberikan kenikmatan untuknya. Begitu juga dengan Dinda, tanpa sepengetahuan Leo, ternyata ayahnya memberikan persyaratan yang membuat Dinda kaget. Pak Bram yang juga seorang duda merasa tergoda dengan Dinda calon menantunya. Lantas, bagaimana dengan mereka berdua? Apakah mereka akan menerima semua itu, hidup saling mengkhianati di belakang? Atau bagaimana? CERITA INI SERU BANGET... WAJIB KAMU KOLEKSI DAN MEMBACANYA SAMPAI SELESAI !!
Yolanda mengetahui bahwa dia bukanlah anak kandung orang tuanya. Setelah mengetahui taktik mereka untuk memperdagangkannya sebagai pion dalam kesepakatan bisnis, dia dikirim ke tempat kelahirannya yang tandus. Di sana, dia menemukan asal usulnya yang sebenarnya, seorang keturunan keluarga kaya yang bersejarah. Keluarga aslinya menghujaninya dengan cinta dan kekaguman. Dalam menghadapi rasa iri adik perempuannya, Yolanda menaklukkan setiap kesulitan dan membalas dendam, sambil menunjukkan bakatnya. Dia segera menarik perhatian bujangan paling memenuhi syarat di kota itu. Sang pria menyudutkan Yolanda dan menjepitnya ke dinding. "Sudah waktunya untuk mengungkapkan identitas aslimu, Sayang."
Warning 21+ mengandung konten dewasa, harap bijak dalam memilih bacaan. Winda Anita Sari merupakan istri dari Andre Wijaya. Ia harus rela tinggal dengan orang tua suaminya akibat sang ibu mertua mengalami stroke, ia harus pindah setelah dua tahun pernikahannya dengan Andre. Tinggal dengan ayah suaminya yang bersikap aneh, dan suatu ketika Anita tau bahwa ayah mertuanya yang bernama Wijaya itu adalah orang yang mengidap hiperseks. Adik iparnya Lola juga menjadi korban pelecehan oleh ayahnya sendiri, dikala sang ibu tak berdaya dan tak bisa melindungi putrinya. Anita selalu merasa was-was karna sang ayah mertua selalu menatapnya dengan tatapan penuh nafsu bahkan tak jarang Wijaya sering masuk ke kamarnya saat ia sedang tidur. Akankah Anita mampu bertahan tinggal bersama Ayah mertuanya yang hiperseks? Atau malah menjadi salah satu korban dari ayah mertuanya sendiri?
Seorang gadis SMA bernama Nada dipaksa untuk menyusui pria lumpuh bernama Daffa. Dengan begitu, maka hidup Nada dan neneknya bisa jadi lebih baik. Nada terus menyusui Daffa hingga pria itu sembuh. Namun saat Nada hendak pergi, Daffa tak ingin melepasnya karena ternyata Daffa sudah kecanduan susu Nada. Bagaimana kelanjutan kisahnya?
Ika adalah seorang ibu rumah tangga yang harus berjuang mencari nafkah sendiri karena suaminya yang sakit. Tiba-tiba bagai petir di siang bolong, Bapak Mertuanya memberikan penawaran untuk menggantikan posisi anaknya, menafkahi lahir dan batin.