"Sa ayo masuk! Malah bengong sih, masih tak percaya kalau aku orang baik?" tanya Ega.
"Ga, maaf ya, aku nggak jadi nginep, aku mau cari kontrakan saja," ucap Farisa.
Bukan takut di culik, tapi Farisa takut, tak diterima keluarga Ega.
Namun bukannya menjawab, Ega malah menggenggam lembut jemari Farisa.
"Sa, dirumah cuma ada mama sama mbok Sum, dan aku, tadi sudah bilang sama mama, kalau aku pulang bersamamu," ucap Ega meyakinkan Farisa.
Tok!
Tok!
Tok! Ega mengetuk pintu.
Seorang perempuan tua, membukakan pintu "Eeh Mas Ega sudah pulang, ini siapa mas? pacarnya ya?" tanyanya ceplas ceplos.
"Apaan si Mbok, mama mana mbok?" yang di tanya bukannya menjawab malah senyum senyum nggak jelas.
"Ada di dalam Mas," jawab mbok Sum.
"Ayo Neng silahkan masuk!" ajak mbok Sum.
Farisa hanya mengangguk, lalu mengikuti Ega dari belakang.
"Mamaa," sapa Ega sambil tersenyum.
Perempuan yang sedang duduk di sofa pun tersenyum melihat kearah Ega, dan Farisa.
"Ini pasti Farisa ya," ucapnya.
"I..iya Tante," jawab Farisa gugup.
"Aku Yasinta, mamanya Ega."
"Ya sudah, kalian pasti capek, istirahatlah dulu!" kata Yasinta ramah.
"Ga, antar Farisa kekamarnya ya,?" ucap Yasinta.
"Siap bos!" jawab Ega patuh.
Mendengar jawaban Ega yang sangat bersemangat, Yasinta hanya geleng geleng kepala melihat tingkah anaknya. Dirinya heran, tumben saja Ega bisa begini ceria saat bersama seorang gadis.
Selama ini Ega tak sesemangat ini, apa lagi kalau dirinya membahas soal perempuan, Ega terlihat malas menanggapinya. Pernah suatu saat Yasinta meminta Ega untuk melamar Gina, karena hanya gadis itu yang dekat sama Ega. Namun Ega menolak dengan alasan Gina cuma teman biasa saja, dan Ega tak punya perasaan lebih. Kalau sudah begitu, Yasinta tak mau memaksakan keinginannya, pada anak semata wayangnya. Baginya kebahagiaan anaknya lebih penting dari apapun. Walau sejujurnya dirinya ingin sekali, Ega menikah dan segera, memberinya seorang cucu.
Selesai membersihkan diri Farisa bingung mau ngapain, ingin keluar menemui Ega, tapi ini kan sudah malam, takut di sangka perempuan nggak bener. mungkin lebih baik tidur saja, pikirnya.
Baru saja Farisa merebahkan tubuhnya, terdengar suara Ega memanggilnya.
"Sa, makan dulu yuk!" katanya.
Farisa keluar menghampiri Ega. Dilihatnya Ega semakin mempesona.
"Aduh mikir apa sih?" makinya dalam hati.
"Sa, makan yuk! aku udah lapar nih," ajakan Ega pun di iyakan Farisa dengan anggukan.
Ada bermacam lauk, yang tersedia di meja makan, sampai Farisa bingung memilihnya. Matanya tertuju pada ayam goreng, seketika
ia, teringat ibunya. "Menu kesukaan ibu, aah ibu aku kangen ibu, aku kangen makan bersama ibu." Tak terasa bulir bening menetes di matanya.
"Sa, ayo dong makan! kok malah nangis sih, jelek tau." Ucap Ega sambil mengusap pipi Farisa.
"Maaf Ga, aku hanya teringat ibu, ibu suka sekali dengan ayam goreng," ujar Farisa.
"Sa, aku tau apa yang kamu rasakan, tapi kamu jangan berlarut-larut dalam kesedihan. Kamu harus semangat Sa, semangat demi ibumu. Ibumu ingin kamu bahagia, jadi kamu harus membuktikannya," ucap Ega menyemangati Farisa.
"Sekarang makan dulu Sa, aku suapin ya bujuk Ega.
"Aku bisa sendiri Ga," sahutnya, sembari mengambil sesendok nasi lalu memakannya.
Tanpa mereka berdua sadari, ternyata Yasinta melihat dan mendengar percakapan mereka. Ada rasa sedih melihat gadis itu menangis, tak dapat di bayangkan bagaimana rasanya kehilangan seorang ibu, karena dirinya pernah merasakannya, dan Yasinta berjanji dalam hatinya akan menjaga, dan menyayangi Farisa layaknya anak sendiri.
Keesokan paginya Farisa telah bersiap hendak berangkat mencari alamat ayahnya, setelah sarapan pagi, Farisa pun berpamitan pada Yasinta.
"Tante Risa pamit dulu ya," ucap Farisa.
"Ga, aku..
"Sa, tunggu dulu! Aku kan udah janji mau antar kamu," sela Ega memotong ucapan Farisa.
"Sa, Jakarta ini luas loh sayang, kamu jangan pergi sendiri, banyak orang jahat di sekitar kita, biar Ega nanti yang antar kamu, Tante nggak mau kenapa-kenapa sama kamu," imbuh Yasinta.
"Tapi Tante, insyaallah Risa bisa sendiri, Risa nggak mau ngerepotin Ega terus. Risa pamit ya Tante" ucap Farisa sambil mencium tangan Yasinta.
"Tunggu dulu Sa! Aku mohon kamu jangan pergi sendiri ya, aku akan temani kamu, tapi kamu sabar ya, aku ada urusan sebentar, aku janji setelah selesai, aku segera pulang." bujuk Ega setengah memaksa.
Entah mengapa Ega tidak rela Farisa pergi sendiri, Ega takut kalau nanti Farisa bertemu ayahnya dan berakhir kecewa, siapa yang akan menenangkannya dan menghiburnya.
"Baiklah Ga, kalau itu maumu, aku akan tunggu kamu pulang." balas Farisa.
"Sa, Tante tau apa yang kamu rasakan, kalau Tante jadi kamu belum tentu Tante sekuat kamu Nak," ucap Yasinta.
"Sa, boleh Tante peluk kamu sayang" ucapnya lagi sambil memeluk Farisa.
Farisa pun menangis sesenggukan di pelukan Tante Yasinta, ada rasa damai dalam hatinya, Farisa seperti menemukan kembali kehangatan pelukan seorang ibu.
"Mulai sekarang kamu jangan sungkan ya sama Tante, anggap Tante sebagai ibumu, Tante sudah menganggap kamu, seperti anak Tante sendiri." ucapnya sambil membelai sayang, rambut Farisa.
Mendengar perkataan Yasinta, tangis Farisa pun makin menjadi. Begitu terharunya Farisa, hingga air matanya mengalir begitu deras, membasahi baju Yasinta.
"Menangis lah Nak! jika itu membuatmu merasa lega." Kembali Yasinta membelai Farisa dengan lembut.
Ega yang melihat mamanya begitu tulus menyayangi Farisa, perasaanya campur aduk, ada sedih juga senang, Ega tak menyangka kehadiran Farisa akan di terima baik oleh mamanya.
"Mama, aku berangkat dulu ya."
Pamit Ega menyadarkan mereka berdua yang sedang larut dalam pikiran masing-masing.
"Iya sayang, hati-hati ya, ingat kalau udah selesai urusannya segera pulang, Farisa pasti menunggumu," ucap Yasinta.
"Iya Ma, pasti." jawab Ega.
"Sa, aku pergi dulu ya, ingat jangan kemana-mana dulu, tunggu sampai aku pulang!" pesan Ega.
Farisa hanya mengangguk tanpa menjawab perkataan Ega.
"Sa lebih baik kamu istirahat aja ya, tunggu sampai Ega pulang, Tante mau berangkat ke butik dulu." ucap Yasinta.
"Iya tante" jawab Farisa.
Di kamarnya Farisa malah jadi bingung, Farisa tak biasa bersantai-santai seperti gadis lain. Dirinya sudah biasa beraktifitas sepanjang hari.
Kalau seperti ini, tentu, membuatnya bosan, akhirnya Farisa memutuskan untuk membantu mbok Sum di dapur.
"Mbok, mbok Sum," sapanya ketika melihat mbok Sum sedang mencuci piring.
"Iya Neng, ada apa?" balas mbok Sum.
"Ada yang bisa di bantu nggak? Aku bosan Mbok nggak ngapa-ngapain." Ujar Farisa.
"Beneran, Neng mau bantu?" ucap mbok Sum senang.
Baru kali ini ada gadis teman majikannya, ramah padanya. Biasanya mereka sombong, seperti Gina contohnya. Boro-boro menyapa menoleh pun enggan. Mbok Sum merasa seperti tak kasat mata, tak terlihat oleh mereka, padahal mereka sama dengan mbok Sum, sama-sama manusia hanya statusnya saja yang berbeda.
"Mbok, kok malah melamun?"
Ucapan Farisa menyadarkan mbok Sum dari lamunannya.
"Kalau Neng mau bantu, mau nggak Neng nyiramin bunga-bunga di halaman depan, itu selang airnya ada disamping!" ucap mbok Sum.
"Baiklah mbok dengan senang hati," Farisa pun bergegas menuju halaman depan.
Baru saja Farisa menyalakan keran, terdengar ponselnya berdering.
Farisa segera mengambil ponsel di sakunya, ada panggilan nomor baru.
"Hallo," ucap Farisa.
"Sa, ini Tante, kamu baik baik saja kan?" tanyanya dari seberang sana.
"Tante aku baik-baik saja kok, ini lagi bantu mbok Sum nyiram bunga," jawab Farisa.
"Syukurlah kalau gitu, Tante cuma khawatir sama kamu, Tante tutup dulu ya,"
"Iya Tante," balas Farisa.
Tante Yasinta baik banget sama aku, segitu khawatirnya sampai telepon segala. Ya Allah engkau telah mengambil ibuku, namun engkau menggantikan dengan Tante Yasinta. Walaupun seorang ibu takan terganti, aku merasa ibu hadir kembali melalui Tante Yasinta, aku merasa dia seperti ibuku. gumam Farisa, dengan senyum bahagia.