/0/16991/coverbig.jpg?v=685e52b457b9c95375b4f46ce1f16aca)
Gemerisik dedaunan, dentingan ranting-ranting yang saling bersentuhan akibat tiupan angin membuat siapa saja lebih memilih memilih bergelung di bawah selimut atau paling tidak meminum cokelat hangat. Hari sudah semakin larut tapi kota New York seperti tidak pernah tidur. Seorang gadis mengeratkan jaketnya yang tebal, giginya sedikit bergemelutuk, bahkan sepatu boots hingga ke lutut tetap tidak melindungi kakinya seperti sudah membeku. Berdiri di bawah pohon besar di saat suhu dibawah nol derajat merupakan pilihan paling buruk bagi siapa saja, termasuk gadis itu. Dia bukanlah seorang yang bodoh dan tidak mempunyai pilihan. Dia punya pilihan untuk pulang, mematikan ponsel dan berakhir tertidur lelap di tempat tidurnya, tapi dia tidak melakukan itu. Bagian bawah sepatunya sudah menipis sehingga tidak dapat melindungi kakinya dari dinginnya es membeku di bawah sana. Sesekali dia meringis karena demi apapun kakinya sudah tidak bisa digerakan lagi. Apakah darah yang dipompa jantungnya sudah tidak sampai ke bawah sana? Entahlah. Kedua tangannya yang terbungkus sarung rajutan merah saling berkumpul untuk menggesek telapak tangan sehingga menghasilkan rasa panas sedikit di sana. Dia mendesah sambil memajukan kepalanya sedikit ke arah badan jalan, tapi tidak ada tanda-tanda kedatangan orang yang ditunggunya. Akhirnya, dia tersenyum kecut. Dia memang bodoh, lagipula ini sudah terjadi lebih dari satu kali, seharusnya dia boleh belajar dari pengalaman saja tanpa mengulang itu. Sebelum dia membalikan tubuhnya menuju tempat pejalan kaki yang berada satu meter di belakangnya, tubuhnya oleng. Astaga, apakah dia hipotermia? Di sini? Di sudut taman tanpa satu orangpun melihatnya? Sayup-sayup sebelum kepalanya terbentur ujung ayunan di taman itu, dia merasakan pelukan hangat seseorang. Lebih hangat dari jaket tebal yang dia gunakan ataupun penutup telinga berbulu halus, sangat hangat sampai dia merasakan jantungnya tidak akan beku meskipun keluar dari tubuhnya karena berdetak semakin menggila. "Kau baik-baik saja?" Gadis itu tidak bisa menjawab, tapi dengan mata tertutup, telinganya bisa menangkap jenis suara berat itu milik seorang pria. Dia masih berkutat dengan pikirannya untuk mengembalikan kesadarannya yang berangsur-angsur pergi, gadis itu tidak ingin penolongnya menghilang setelah menyelamatkannya; khas film yang dia tonton akhir-akhir ini.
"Happy birthday Andre!"
Andre, tersenyum hangat, melipat kedua tangannya di depan dada untuk make a wish, mulutnya berkomat-kamit membuat gadis di depannya mencondongkan tubuh untuk mendengar jenis permohonan apa yang dikatakan pria itu. Detik berikutnya Andre membuka matanya dengan cepat lalu menatap gadis itu dengan tajam sehingga gadis itu merona dan mendudukan pantatnya sambil menekukan wajahnya tanpa menatap pria itu lagi. Dia sangat malu.
Meniup lilin, Andre berdecak "Kenapa lilinnya sangat banyak? Bantu aku meniupnya Ly." Andre menggelengkan kepala, dia sudah melarang gadis itu untuk tidak merayakan ulang tahunnya dengan kue berbentuk hati serta taburan cokelat batangan yang menyerupai daun di atasnya. Oh, dan jangan lupa, ditengahnya ada angka dua puluh delapan dan tidak ada bagian atas dari kue itu tempat kosong tanpa lilin.
"Pelankan suaramu Andre Pranata. Aku Santa. Jangan memanggilku seolah aku berasal dari negara asalmu," protesnya sambil menyandarkan punggungnya di sandaran kursi dan melipat kedua tangannya di depan dada. Wajahnya berubah menjadi masam, tidak bisakah pria di depannya ini mengucapkan kata-kata romantis yang membuat dia bangga telah melukai ketiga jari di tangan kirinya hanya untuk memecahkan telur ke dalam adonan kue itu?
Andre tersenyum hangat, mengangkat kepalanya setelah usahnya untuk meniup lilin yang super banyak itu. "Baiklah. Sekarang mana hadiahku?" Tangannya terulur ke depan wajah gadis itu, membuat gadis yang dipanggil Santa menggeleng pelan lalu menunduk.
"Aku cuma punya uang tabungan untuk membeli bahan kue" gumamnya dengan pelan tapi bisa di dengar oleh Andre. Menarik ujung jasnya, Andre berdiri dan duduk di kursi kosong di sebelah wanita itu.
"It doesn't matter Ly. Maybe you my everything I need.." bisiknya sambil menarik gadis itu dalam pelukannya. "Ah, jangan berbohong pada dirimu sendiri. Santa Lyona! . Sekalipun kau mengganti kewarganegaraanmu, kau tetap berasal dari sana."
Santa menyandarkan kepalanya di dada bidang pria itu, air matanya menetes pelan. Kenyataan yang berusaha dia hapus dari pikirannya. Kenyataan yang membuat dia tidak bisa memejamkan matanya saat malam atau menarik nafas lega saat fajar. Kenyataan yang membuat dia harus lari ke New York, meninggalkan semuanya di belakang tanpa berniat memandang itu lagi.
Bahwa pria yang dia peluk ini. Kekasih hatinya selama lima tahun, telah menikah.
Memejamkan matanya, Santa melepaskan pelukan mereka, menyeka air mata dengan punggung tangannya lalu mendesis "Kita akhiri saja semua ini" ucapnya dengan suara yang bergetar. Kedua matanya tertutup rapat beserta bahunya yang bergetar hebat. Dia terisak. Untung saja mereka berada di sudut cafe yang membuat mereka sedikit jauh dari jangkauan orang-orang yang akan membuat mereka menjadi pusat perhatian.
"Kau tahu itu tidak akan terjadi Ly. Kau sudah mengucapkan itu beratusan kali, dan aku akan tetap seperti semula.. tidak akan melepaskanmu." Andre menegaskan kata-katanya yang dia sendiri tidak yakin kalau mereka akan bertahan berapa lama lagi, tapi dia sudah mencoba, mereka telah melakukan hal yang dikatakan Santa sejak satu tahun yang lalu, sejak dia dijodohkan dengan anak dari rekan bisnis Ayahnya.
Santa menggeleng pelan, sedikit tidak setuju. "Kau sudah memiliki seseorang yang akan menunggu kau pulang di rumah. Dan.." menarik nafasnya dalam lalu menghembuskan dengan keras "kau memiliki seorang putri yang menunggumu untuk membacakan dongeng sebelum tidur." Suaranya tercekat, bahkan dia hampir gila saat lima tahun lalu mengasingkan diri ke sini, saat berita di televisi itu mengatakan pertunangan kekasihnya. Pria yang baru saja menyatakan perasaan padanya lalu beberapa bulan kemudian dia bertunangan dengan wanita lain?
"Ly?"
"Tunggulah sampai akhir tahun ini heum? Aku akan segera menceraikannya, perusahanku sudah bisa berdiri sendiri tanpa sokongan dana dari Ayahnya."
Santa menggeleng tegas. "Kau gila Andre. Kau memiliki anak dengannya, kau mau apakan anakmu itu kalau kalian bercerai?"
"Aku tidak peduli."
Mendesah, Santa berdiri, memundurkan kursi dan berjalan dengan langkah besar-besar untuk keluar dari sana. Mereka selalu seperti ini, terkadang keduanya berusaha melupakan fakta mengerikan itu, terkadang malah membuat mereka berakhir dengan pertengkaran seperti ini.
Andre mematung di tempatnya. Dia bukannya tidak mau menyusul gadis itu, hanya.. menurutnya gadis itu butuh waktu untuk sendiri. Lagipula gadis itu merupakan gadis yang tegar. Ya, Santa adalah sosok seperti itu dimatanya, dewasa dan tidak berpikir dangkal untuk mengakhiri hidupnya. Bahkan Andre yang senewen, saat malam pertamanya dia malah berangkat pada penerbangan pertama ke New York untuk memastikan bahwa gadis-nya baik-baik saja. Dan seperti dugaannya, gadis itu hanya tidak bisa tertidur, berpenampilan acak-acakan dengan mata yang sembab.
Hanya satu yang sangat disesalkan Andre. Ayahnya, menggunakan dirinya sebagai tameng untuk kejatuhan perusahan mereka. Sebenarnya Ayahnya tidak memaksa. Hanya Andre yang dilahirkan sebagai yang sulung harus merasakan beban itu harus dia pikul. Resikonya adalah dia kehilangan gadis yang amat dia cintai. Dering ponselnya membuat Andre tersentak, keningnya bertaut saat membaca nama penelepon.
"Hallo"
"Daddy!" Andre mengulum senyum mendengar suara anak perempuannya di seberang.
"Dad, malam ini cepat pulang. Lea dan Mommy sudah menyiapkan kejutan untuk~"
"~sudah Mommy katakan ini rahasia Lea, kenapa kau mengatakannya?" potong isterinya terdengar oleh Andre. "Andre, emm.. kau tidak lembur lagi `kan? Cepat pulang, kami menunggumu, bye."
Andre tersenyum hambar. Dia merasa menjadi pria paling brengsek sekarang ini. Bagaimana mungkin dia dapat melakukan ini pada dua wanita yang baik itu? Dia tidak bisa berbohong kalau dia sudah jatuh cinta pada isterinya, dengan buah hati mereka sebagai pelengkap. Tapi dia juga sudah berkomitmen kepada kekasihnya, dia tidak bisa meninggalkan gadis itu saat banyak yang telah Santa korbankan untuknya. Waktu. Selama lima tahun tetap menerima Andre dengan status itu, Santa tidak pernah melakukan protes apapun.
Tapi jika dia bersama Santa, rasanya dia bisa melakukan apa saja. Menceraikan isterinya dan tidak mempedulikan Catalea, anak mereka. Andrew melipat kedua tangannya, menyanggah sikunya di atas meja, menundukan kepala dan dia berdoa.
***
Dia mendudukan tubuhnya di atas papan kayu mahoni, lantai kamarnya yang dingin. Air matanya seakan tidak pernah habis sejak lima tahun yang lalu. Dia selalu seperti ini, hubungan mereka tidak bisa berakhir dengan mudah. Rasanya dia seperti wanita penganggu rumah tangga orang jika anak kecil dalam keluarga Andre harus merasakan apa yang dia rasakan dari orang tuanya dulu. Tapi hati kecilnya selalu membela. Dia memiliki hak atas itu. Sejak awal, wanita itulah yang merusak hubungan mereka. Sejak awal, dialah pemilik hati Andre, akan begitu sampai mereka mengikat janji suci di altar nantinya. Andre sudah menjanjikan itu, kalau akhir tahun ini akan menceraikan isterinya.
"Tapi aku tidak bisa" erangnya sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Bagaimana mungkin dia bisa bahagia sedangkan anak lima tahun itu masih terlalu kecil untuk menghadapi kenyataan yang mungkin akan merusaknya nanti. Santa masih memiliki hati nurani, tapi semakin dia mencoba untuk melepaskan Andre, semakin dalam perasaan yang ia miliki. Dan disaat seperti ini, hanya satu yang dia bisa lakukan, selain mengeluh..
Santa menekukan kedua lutut di lantai kayu itu, melipat kedua tangannya di atas kasur dan kepalanya menunduk dalam. "Tuhan yang Maha kasih.. mungkin Kau telah bosan mendengar keluh kesahku. Tapi terima kasih karena sejauh ini masih menjadi pendengar setiaku, saat aku tidak bisa membagi ini dengan siapapun. Kau paling tahu isi hatiku, tunjukan jalanMu untuk kami. Aku yang selalu berlutut dan menangis untuk berdoa, ku mohon, berikan aku kebahagiaan. Aku ingin merasakan itu. Amin."
Kisah Daddy Dominic, putri angkatnya, Bee, dan seorang dosen tampan bernama Nathan. XXX DEWASA 1821
WARNING 21+‼️ (Mengandung adegan dewasa) Di balik seragam sekolah menengah dan hobinya bermain basket, Julian menyimpan gejolak hasrat yang tak terduga. Ketertarikannya pada Tante Namira, pemilik rental PlayStation yang menjadi tempat pelariannya, bukan lagi sekadar kekaguman. Aura menggoda Tante Namira, dengan lekuk tubuh yang menantang dan tatapan yang menyimpan misteri, selalu berhasil membuat jantung Julian berdebar kencang. Sebuah siang yang sepi di rental PS menjadi titik balik. Permintaan sederhana dari Tante Namira untuk memijat punggung yang pegal membuka gerbang menuju dunia yang selama ini hanya berani dibayangkannya. Sentuhan pertama yang canggung, desahan pelan yang menggelitik, dan aroma tubuh Tante Namira yang memabukkan, semuanya berpadu menjadi ledakan hasrat yang tak tertahankan. Malam itu, batas usia dan norma sosial runtuh dalam sebuah pertemuan intim yang membakar. Namun, petualangan Julian tidak berhenti di sana. Pengalaman pertamanya dengan Tante Namira bagaikan api yang menyulut dahaga akan sensasi terlarang. Seolah alam semesta berkonspirasi, Julian menemukan dirinya terjerat dalam jaring-jaring kenikmatan terlarang dengan sosok-sosok wanita yang jauh lebih dewasa dan memiliki daya pikatnya masing-masing. Mulai dari sentuhan penuh dominasi di ruang kelas, bisikan menggoda di tengah malam, hingga kehangatan ranjang seorang perawat yang merawatnya, Julian menjelajahi setiap tikungan hasrat dengan keberanian yang mencengangkan. Setiap pertemuan adalah babak baru, menguji batas moral dan membuka tabir rahasia tersembunyi di balik sosok-sosok yang selama ini dianggapnya biasa. Ia terombang-ambing antara rasa bersalah dan kenikmatan yang memabukkan, terperangkap dalam pusaran gairah terlarang yang semakin menghanyutkannya. Lalu, bagaimana Julian akan menghadapi konsekuensi dari pilihan-pilihan beraninya? Akankah ia terus menari di tepi jurang, mempermainkan api hasrat yang bisa membakarnya kapan saja? Dan rahasia apa saja yang akan terungkap seiring berjalannya petualangan cintanya yang penuh dosa ini?
Novel Cinta dan Gairah 21+ ini berisi kumpulan cerpen romantis terdiri dari berbagai pengalaman romantis dari berbagai latar belakang profesi yang ada seperti ibu rumah tangga, mahasiswa, CEO, kuli bangunan, manager, para suami dan lain-lain .Semua cerpen romantis yang ada pada novel ini sangat menarik untuk disimak dan diikuti jalan ceritanya sehingga bisa sangat memuaskan fantasi para pembacanya. Selamat membaca dan selamat menikmati!
Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."
Seto lalu merebahkan tubuh Anissa, melumat habis puting payudara istrinya yang kian mengeras dan memberikan gigitan-gigitan kecil. Perlahan, jilatannya berangsur turun ke puser, perut hingga ke kelubang kenikmatan Anissa yang berambut super lebat. Malam itu, disebuah daerah yang terletak dipinggir kota. sepasang suami istri sedang asyik melakukan kebiasaan paginya. Dikala pasangan lain sedang seru-serunya beristirahat dan terbuai mimpi, pasangan ini malah sengaja memotong waktu tidurnya, hanya untuk melampiaskan nafsu birahinya dipagi hari. Mungkin karena sudah terbiasa, mereka sama sekali tak menghiraukan dinginnya udara malam itu. tujuan mereka hanya satu, ingin saling melampiaskan nafsu birahi mereka secepat mungkin, sebanyak mungkin, dan senikmat mungkin.