Unduh Aplikasi panas
Beranda / Cerita pendek / Kumpulan Cerita Dewasa Untuk 21+++
Kumpulan Cerita Dewasa Untuk 21+++

Kumpulan Cerita Dewasa Untuk 21+++

5.0
25 Bab
15.4K Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

Warning! Banyak adegan dewasa 21+++ Khusus untuk orang dewasa, bocil dilarang buka!

Bab 1 Menjadi Kekasih Adik Ipar 1

"Kak Sandra, Kakak lagi apa?"

Suara Dimas adik iparku sungguh mengagetkan ku. Aku segera keluar dari kamar mandi, supaya dia tidak tau apa yang sedang kulakukan di sini. Bisa sangat memalukan, kalau sampai ketahuan orang lain.

Bagaimana jika dimas sampai tahu, aku sedang memuaskan hasratku menggunakan jari? Karena Andre suamiku sudah lama tidak menggauli aku. Uh, membayangkannya saja sudah membuatku begidik.

"Ada apa, Dimas?" tanyaku, begitu bertatapan dengan adik Iparku yang masih SMA.

Sebenarnya Dimas lebih ganteng dari pada Andre. Sebenarnya... Ah apa yang kupikirkan, dia ini adik iparku! Ingat Sandra! Jangan gila!

"Aku sedang menyiapkan sarapan untuk kita berdua, Adik. Kamu belum makan, kan?" jawabku dengan nada lembut, mencoba menenangkan diriku sendiri.

"Aku baru bangun tidur, Kak. Masih kenyang dari makan malam tadi." jawab Dimas sambil menggaruk-garuk kepalanya yang masih pusing.

"Sudah beres. Aku akan segera menyiapkan sarapan untuk kita berdua." jawabku sambil berjalan menuju dapur.

"Terserah Kakak saja, tapi Dimas belum lapar Kak... Oh iya, Dimas mau mandi. Ini sudah siang, Dimas harus segera berangkat sekolah," kata Dimas.

"Oh ya, benar juga. Sebaiknya kamu cepat mandi dan bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Aku akan menyiapkan sarapan secepat mungkin untukmu," jawabku dengan senyum yang ramah.

Aku mencoba menenangkan diri sendiri dan melupakan perasaan aneh yang baru saja muncul. Aku tahu itu tidak benar, dan aku harus menjaga diri sendiri agar tidak terjebak dalam godaan ini lagi.

Beberapa menit kemudian Dimas keluar dari kamar mandi dan hanya menggunakan handuk untuk menutup bagian bawahnya. Aku menatap tubuh Dimas yang kekar tanpa berkedip.

Saat itu, hatiku berdegup kencang dan aku merasa gugup. Namun, aku mencoba untuk tidak menunjukkan perasaanku dan mencoba untuk tetap tenang di depan Dimas. Aku berbicara dengan memiliki sikap ramah dan menjaga jarak agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Setelah itu, aku kembali ke dapur untuk menyiapkan sarapan bagi kita berdua. Namun, pikiran-pikiran aneh itu terus mengganggu pikiranku. Aku merasa sangat bersalah terhadap suamiku dan merasa tidak pantas atas perasaan yang baru saja muncul dalam pikiranku.

Beberapa menit kemudian aku menyiapkan sarapan di meja makan. Saat itu Dimas sudah mengenakan seragam sekolahnya. Dia terlihat sangat tampan, kulitnya putih bersih seperti susu, dan rambut hitamnya yang halus dan lurus menambah pesona kecantikannya.

"Sarapan sudah siap, Adik," teriakku dari dapur, berharap ia segera datang ke meja makan. Segera saja, ia datang dan duduk di kursi di seberang meja makan.

Aku menjaga jarak dengan Dimas, memilih untuk tidak terlalu dekat dan mencoba untuk fokus pada makanan di meja.

Setelah selesai sarapan, Dimas berdiri dan bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Aku melihatnya mengulurkan tangan untuk berpamitan, dan aku meraih tangannya dengan senyum di bibirku. Aku merasa agak bersalah ketika pikiran-pikiran itu muncul lagi dan aku merasa tertarik padanya.

"Selamat tinggal, Dimas. Semoga harimu menyenangkan," ucapku dengan suara lembut.

Dimas tersenyum dan melambaikan tangannya, "Terima kasih, Kak Sandra. Sampai bertemu nanti."

Setelah ia pergi, aku merasa lega dan berusaha sebisanya untuk melupakan perasaan-perasaan yang tidak semestinya. Sementara itu, aku mulai sibuk dengan rutinitas harianku, membersihkan rumah dan menyiapkan makan malam untuk suamiku Andre.

Namun, perasaan yang tidak semestinya itu terus menghantui pikiranku sepanjang hari. Aku merasa terikat pada pengalaman-pengalaman seksual yang baru-baru ini aku jalani bersama dengan Andre, yang lebih tua dan kurang bergairah.

Saat Andre pulang dari kantor, aku menyambutnya dengan senyum dan menawarkan makan malam yang sudah selesai aku buat. Seakan tidak ada yang terjadi, kita berbicara tentang hal-hal biasa, dan Andre tidak mencurigai apa-apa.

Setelah makan malam, Andre mengajakku untuk menonton film bersama. Kami duduk di sofa, dan aku merasa agak gugup karena pikiran-pikiran tidak sepantasnya itu semakin muncul lagi.

Namun, suasana di dalam ruangan tiba-tiba berubah ketika adegan film memperlihatkan adegan intim di antara pasangan di layar. Andre tiba-tiba mengambil tangan ku dan membimbingnya ke kamar tidur. Ketika kami sampai di kamar, Andre memelukku dan menciumku dengan lembut.

"Sandra, aku merindukanmu," gumam Andre di telingaku.

Aku merasa bersalah karena perasaan yang muncul pada Dimas, tapi aku berusaha fokus pada suamiku dan menenangkan diri.

Kami mulai berciuman dengan lebih ganas dan Andre merayap di atas tubuhku. Aku merasakan sentuhan lembutnya yang membuatku makin tergoda dan mengikuti alurnya.

Setelah beberapa saat, Andre hentikan dirinya dan merangkak ke sampingku. Aku merasa kecewa dan bertanya-tanya mengapa dia berhenti begitu cepat.

"Andre, kenapa kamu berhenti?" tanyaku dengan sedikit kecewa.

Andre memandangku dengan tatapan penuh kasih sayang, lalu menciumku lagi dengan penuh gairah. Aku merasakan ketertarikan yang kembali muncul dari dalam diriku dan mulai meresponsnya dengan semangat.

Namun, tiba-tiba pintu kamar terbuka dan Dimas masuk ke dalam dengan wajah penuh keheranan. Aku merasakan diriku terperangkap dalam keadaan yang memalukan, sedangkan Andre mencoba untuk cepat-cepat mengambil selimut untuk menutupi kami berdua.

"Maaf, aku tidak bermaksud mengganggu. Aku hanya ingin mengambil buku catatanku yang tertinggal di sini," kata Dimas sambil membalikkan tubuhnya dan menuju ke meja belajar.

Aku merasa sangat malu, dan Andre meminta maaf atas apa yang terjadi tadi. Sementara itu, pikiran-pikiran aneh itu kembali muncul dalam diriku dan membuatku merasa sangat bingung.

Hari-hari berikutnya, aku terus merasa gelisah dan terobsesi dengan pikiran tentang Dimas. Aku mencoba untuk mengatasi perasaan-perasaan itu dengan cara menghindari pertemuan dengan adik iparku itu, tapi hal itu tidak berguna.

Satu malam, aku dan Andre sedang santai di sofa ketika Dimas masuk ke dalam rumah dengan wajah murung. Aku tahu segera bahwa ada sesuatu yang salah, dan mencoba untuk menenangkannya dengan kata-kata yang penuh kasih sayang.

"Ada apa, Dimas? Apa yang terjadi?" tanyaku dengan suara lembut.

"Kak Sandra, aku tidak tahu harus berbuat apa. Aku sedang mengalami masalah besar di sekolah dan tidak tahu harus bagaimana," jawab Dimas dengan suara terbata-bata.

"Oh tidak, apa yang terjadi? Ceritakanlah kepada kami," kata Andre sambil membelainya di bahunya.

Dimas menatapku dengan wajah muram dan menceritakan bahwa ia sedang diintimidasi oleh sekelompok teman sekelasnya. Mereka terus menggodanya, mengolok-oloknya dan mempermalukannya di depan banyak orang.

Aku merasa sedih dan marah pada saat yang sama. Aku tidak bisa membayangkan betapa sulit dan menyakitkan rasanya menjadi korban bullying di usia muda seperti itu. Aku dan Andre mencoba menasehati Dimas dan memberinya dukungan. Kami juga mengatakan padanya, jika kami akan membantunya menyelesaikan masalah ini.

Dimas mengangguk, sebelum pergi ke kamarnya.

***

Beberapa hari kemudian, aku bertemu dengan Dimas di dapur. Dia terlihat sudah lebih ceria dari sebelumnya dan aku tahu bahwa semua masalah yang dialaminya di sekolah sudah teratasi.

"Apa kabar, adikku?" tanyaku sambil tersenyum ramah pada Dimas.

"Kak Sandra, terima kasih banyak untuk semuanya," jawab Dimas dengan rasa terima kasih yang jelas terlihat di wajahnya.

"Apa yang bisa kakak lakukan untukmu?" tanyaku kembali.

Dimas berpikir sejenak, sebelum melanjutkan, "Sebenarnya kak Sandra bisa membantuku untuk mengerjakan tugas sekolah yang sulit ini. Aku kesulitan memahami topik yang dijelaskan oleh guru."

Aku merasa kasihan melihat wajah bersedih Dimas. "Jangan khawatir, adikku. Kakak akan membantumu," kataku sambil meletakkan tanganku di pundaknya.

"Benarkah kak?" Tanya Dimas dengan senyum di wajahnya.

"Tentu saja," jawabku. "Mari kita duduk dan bicarakan tugasmu, ada apa saja yang kamu kesulitan?"

Dimas menggelengkan kepalanya. "Semua topik terdengar sulit untuk dipahami, kak," katanya lalu meraih buku teksnya.

"Sudah kau coba membaca bukunya dari awal dan memeriksa konteksnya?" tanyaku sambil membantu mengambil buku-buku dan membukanya di atas meja.

Dimas menganggukkan kepalanya dan bersama-sama kami membaca buku teksnya untuk mencari konsep yang membuatnya bingung. Aku mengajarkan prinsip-prinsip dasar dan contoh-contoh praktis tentang topik yang sulit. Kami meluangkan waktu untuk membahas setiap konsep sampai ia benar-benar memahami mengenai apa yang dia sedang pelajari.

Setelah beberapa kali belajar bersama, Dimas makin memahami konsep-konsep yang sulit dalam pelajaran matematika. Ia semakin percaya diri dan mampu mengatasi masalah yang sebelumnya dianggap sulit. Kami terus belajar bersama, memperdalam konsep yang telah dipelajari dan membahas topik lain seperti fisika dan kimia.

Pada suatu hari, ketika kami belajar bersama di teras rumah, saya merasa terkejut ketika Dimas bertanya tentang matematika tingkat lanjutan, seperti kalkulus dan geometri differensial. Meskipun aku tidak sepenuhnya memahami topik-topik tersebut, aku membantunya dengan segenap kemampuan saya untuk memahami prinsip-prinsip dasar dan mencari referensi online untuk membantu menjelaskan lebih detail.

Dalam waktu singkat, Dimas mampu memahami konsep-konsep yang sulit tersebut dan mulai mampu menguasai topik-topik yang lebih canggih. Selama itu kami sering belajar bersama, dan aku mulai menyadari bahwa aku tertarik pada Dimas. Aku merasa tergoda oleh kecantikan dan kegantengannya, dan aku merasa bersalah karena merasa seperti itu. Aku mencoba untuk menyingkirkan perasaan aneh itu, tapi sulit bagi saya untuk melakukannya.

Ketika Andre pergi dalam suatu perjalanan bisnis selama beberapa minggu, aku menjadi semakin tertarik pada Dimas. Kami semakin sering belajar bersama, dan aku merasa bahwa ia juga menunjukkan minat yang lebih pada diriku.

Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan, karena aku tahu bahwa ini tidak benar. Aku ingin mengubah perasaan itu dan menjaga hubungan aku dengan Andre sebagaimana mestinya, tapi sulit untuk menghentikan pikiran-pikiran aneh ini.

Suatu hari ketika aku sedang belajar dengan Dimas, aku merasa mendadak kesepian dan merindukan kehangatan tubuh yang memelukku. Aku merindukan kasih sayang dan nafsu yang dimiliki Andre terhadap diriku. Dan aku merasakan bahwa Dimas juga dapat memberikan itu padaku.

Aku merasa kesulitan untuk menahannya ketika kami sedang belajar bersama, keinginan untuk memilikinya terus melintas dipikiranku. Bagaimana caranya aku menjaga perasaan ini, menghentikan pikirannya dan memikirkan dengan baik pada masa depanku, bukan hanya pada keinginan yang tidak benar ini?

Sementara itu, waktu terus bergulir. Semua berjalan seperti biasa sampai suatu saat aku naik ke lantai dua dan melihat Dimas sedang mandi. Dalam sekejap, aku melihat tubuhnya yang telanjang dan kecantikan tubuhnya yang membuatku tidak bisa menahannya lagi. Aku merasa sangat tertarik padanya dan ingin mencoba merasakan tubuhnya dalam cara yang tidak semestinya.

Tapi aku tahu bahwa itu salah. Aku harus menghentikan pikiran aneh ini dan fokus pada suamiku dan pernikahan kami.

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY