/0/18077/coverbig.jpg?v=20240425195922)
Diselingkuhi calon suami sendiri, Alana tak ingin memperlihatkan kemalangannya pada siapapun, termasuk pada Damar. Tepat setelah hari di mana Alana mengetahui Damar selingkuh, Alana berniat untuk balas dendam. Alana akan membuat Damar membayar rasa sakit hatinya. Entah kebetulan atau memang takdir yang telah disuratkan untuknya, nasib Alana sama persis dengan Arion. Pertemuan keduanya yang awalnya kacau dan buruk, malah berakhir dengan kesepakatan pernikahan yang tak diduga sebelumnya. Rupanya nasib serupa itu membuat pikiran keduanya tak logis dan memilih untuk melakukan balas dendam dengan cara terburuk. Sebuah pernikahan kontrak menjadi pelampiasan mereka untuk membuat mantan masing-masing jera. Tetapi, siapa sangka jika panah asmara tak memilih-milih sasarannya. Sekalipun Alana dan Arion mengelak perasaan yang perlahan tumbuh diantara keduanya, mereka tetap terjebak dalam cinta yang seharusnya tak pernah ada.
Alana berjalan keluar dari ruang fitting gaun pengantinnya menuju ruang tunggu yang ada cermin besar setinggi tubuhnya. Wajahnya ketus, memerah tapi bukan karena haru dan bahagia membayangkan dirinya yang akan segera menuju pelaminan nan sakral itu. Melainkan karena amarah yang sudah dia pendam sekian lama dan sekarang tak bisa ditahannya lagi.
Darahnya seperti naik ke ubun-ubun melihat foto yang baru saja dikirim ke ponselnya dari nomor anonim. Tatapan Alana tajam melihat ke arah sosok pria tinggi di dalam foto. Pria yang notabene harusnya datang bersamanya ke butik untuk mempersiapkan perlengkapan pernikahan mereka, malah dilihatnya sedang memeluk mesra pinggang seorang wanita yang sayangnya wajahnya tak bisa Alana lihat.
"Bisa-bisanya dia menipuku! Beraninya dia selingkuh saat hari pernikahan kami hanya tinggal menghitung hari saja! Harusnya aku memang nggak pernah ngikutin mau Mama buat nikah sama dia!"
Bersamaan dengan itu ponsel Alana berdering. Gambar yang tadi membuatnya marah besar sekarang digantikan oleh tulisan 'Damar Atmajaya'. Tunangannya itu baru menelepon setelah Alana menghubunginya lebih dari sepuluh kali sebelum tiba di butik. Bibirnya menegang. Pandangannya seperti anak panah yang siap lepas landas ke titik target. Tak sabar ingin memberikan rasa sakit yang tak akan dilupakan Damar karena telah mempermainkannya.
"Terserahlah apa alasannya, aku nggak mau tahu! Kalau emang nggak niat datang, ya udah! Mungkin lebih baik kalau kita juga nggak usah jadi nikah!" bentak Alana lantas mematikan ponselnya sebelum Damar sempat bicara.
Tangannya masih mencengkeram ponsel itu begitu kuat. Tetapi hal lain menarik perhatiannya. Matanya membulat lebar saat tak diduganya ada seorang pria yang sedang mengamatinya dari sofa tepat di seberangnya berdiri saat ini.
"AARRGHHH!"
Pekikan itu sontak membuat dua orang staf yang tadi membantunya berpakaian segera berlari terbirit-birit menghampiri Alana. Mengabaikan sikap ketus Alana pada mereka tadi, dua orang itu memberanikan diri menanyai Alana yang masih berdiri tegang di dekat cermin besar itu.
"Nona? Ada apa? Apa yang-"
"KENAPA ADA DIA DI SINI?"
Pertanyaan Alana itu terdengar seperti bentakan bagi kedua staf tadi. Sama halnya dengan reaksi Alana, kedua staf itu pun terlihat kebingungan dengan kedua mata mereka yang saling memandang, mencari pembenaran.
"USIR DIA!"
Berbeda dengan Alana yang terlihat sangat marah, bahkan urat-urat nadi di lehernya tampak jelas sekarang, sementara pria berjas navy yang ada di hadapannya bangun dari duduknya santai. Seolah ingin meledek sikap Alana yang baginya cenderung berlebihan, pria itu menjawab ponselnya dan hanya menatap Alana datar.
"Ya, ini aku. Hm... sepertinya kita bicarakan nanti, ada sedikit gangguan di sini."
'Gangguan?' batin Alana dengan jari-jarinya yang kini terkepal semakin kuat menahan amarah.
"Oke, bye."
Pria itu mematikan ponselnya dan dengan langkah penuh percaya diri berjalan menghampiri Alana. Raut wajah pria itu sama sekali tak berubah. Tenang, tak menunjukkan reaksi apapun.
"Bagi wanita yang akan segera menikah, marah-marah itu nggak bagus. Ck! Apa karena sikapmu yang minus ini makanya kamu datang sendirian ke tempat ini?"
Wajah Alana semakin merah dipermalukan oleh orang asing di hadapannya itu. Saking marahnya, Alana bahkan tak bisa mengucapkan sepatah kata pun lagi. Kerongkongannya seakan tercekat dan suaranya mendadak hilang.
"Saya permisi."
Belum sempat Alana berkata apapun, pria itu sudah melengos pergi. Ini sangat memalukan!
"Apa-apaan dia!" gerutu Alana geram sekali.
"A-ah itu... maaf soal yang barusan, Nona. Kami sungguh..."
Alana berbalik dan segera meninggalkan kedua staf tadi. Tak peduli apa yang akan dikatakan pegawai wanita muda tadi. Amarahnya sudah memenuhi dada dan bisa jadi jika dia tetap di sana, kata-kata kasar akan keluar dari mulutnya tanpa bisa dihentikan.
Harinya sudah buruk dan sekarang situasi tak terduga itu semakin memperkeruhnya. Emosi Alana yang tak stabil saat ini bisa membuat kekacauan yang lebih parah lagi jika dia tak segera meninggalkan ruangan itu.
Terburu-buru Alana melepaskan gaunnya, tak peduli jika ada bagian yang robek sekali pun. Jikalau memang ada, dia akan membayar berapapun. Alana sudah tak memikirkan nasib pernikahannya lagi. Entahlah, mungkin sejak awal ide pernikahan itu memang ide yang buruk.
"Urus semuanya dan laporkan saja pada Damar Atmajaya! Aku sudah nggak mau tahu lagi!"
Setelah mengeluarkan tatapan ketusnya yang tajam itu, Alana meninggalkan meja resepsionis dengan kesal. Beberapa staf terus meminta maaf namun Alana bersikap seolah tak mendengarnya.
Perhatian Alana teralih saat mendengar dering ponselnya tak juga berhenti. Dia melirik ke bangku mobil di sampingnya dan saat melihat nama Damar di sana, bibirnya hanya berkedut kecil. Tangannya masih mencengkeram kuat kemudi untuk menahan emosinya yang bisa saja meluap-luap lagi sekarang.
"Mau apa lagi sih dia! Lihat saja, dia akan menyesalinya. Dia pikir bisa mempermainkanku seperti itu, hah? Dasar hidung belang nggak tahu diri!"
Alana ingin mengabaikan dering ponselnya itu namun sayangnya hatinya semakin terusik. Dia ingin mengeluarkan semua uneg-unegnya itu pada pria yang seharusnya datang bersamanya hari ini.
Alana meraih ponsel di sampingnya dan bersiap untuk mengeluarkan kata-kata menyakitkan yang akan membuat Damar jera. Beraninya dia mempermalukan dirinya seperti hari ini!
"Apa lagi yang mau kamu bahas sekarang, hah? Aku sudah cukup-"
Kedua mata Alana membeliak lebar saat menyadari sesuatu yang buruk di depannya. Keringat dingin mengucur deras. Alana bahkan bisa merasakan bulir-bulirnya turun seperti air terjun di punggungnya sekarang. Sayangnya, ketika otaknya bekerja keras untuk melakukan tindakan darurat, sistem syaraf di seluruh bagian tubuhnya sama sekali tak bisa diajak kompromi.
"AARGH!"
Alana memejamkan matanya, tak sanggup melihat akibat dari perbuatannya itu. Suara kencang yang didengarnya sekarang bagaikan mimpi buruk yang membuatnya gemetar hebat. Kepalanya mendadak pusing dan nyeri setelah dahinya membentur kemudi. Untungnya tubuhnya masih berada di posisi semula, mungkin Tuhan masih mengasihaninya.
Alana masih tertunduk. Dia masih memproses kejadian yang sangat cepat itu. Kini dahinya menempel di atas satu lengannya yang masih bertengger di kemudi. Napasnya tersengal-sengal seakan dia baru saja menyelesaikan lari putarannya.
"Hei! Yang benar saja! Kenapa kamu menabrak mobilku, hah!"
Suara dari luar kaca mobil samar-samar terdengar Alana. Perlahan dia menaikkan kepalanya dan menoleh ke sisi kaca. Pandangannya agak buram lantas dia menurunkan kaca mobilnya dengan jarinya yang masih bergetar hebat.
"Turun sekarang juga! Kamu harus tanggung jawab!"
Alana hanya bisa menelan ludah. Nasibnya yang sudah sial sekarang bertambah sial.
'Mimpi apa aku semalam sampai hari ini kacau sekali?' batinnya sembari mengulurkan tangan lagi untuk membuka pintu mobil, bersiap menghadapi situasi yang mungkin akan lebih buruk.
Seiring dengan penglihatannya yang mulai jelas, mata bundar Alana terbeliak. Bibirnya sedikit terbuka hendak bicara, namun tak satu pun kata yang mampu keluar.
Benaknya tengah berkecamuk sekarang. 'Kenapa ada dia di sini?' batinnya.
Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Ketika istrinya tak lagi mampu mengimbangi hasratnya yang membara, Valdi terjerumus dalam kehampaan dan kesendirian yang menyiksa. Setelah perceraian merenggut segalanya, hidupnya terasa kosong-hingga Mayang, gadis muda yang polos dan lugu, hadir dalam kehidupannya. Mayang, yang baru kehilangan ibunya-pembantu setia yang telah lama bekerja di rumah Valdi-tak pernah menduga bahwa kepolosannya akan menjadi alat bagi Valdi untuk memenuhi keinginan terpendamnya. Gadis yang masih hijau dalam dunia dewasa ini tanpa sadar masuk ke dalam permainan Valdi yang penuh tipu daya. Bisakah Mayang, dengan keluguannya, bertahan dari manipulasi pria yang jauh lebih berpengalaman? Ataukah ia akan terjerat dalam permainan berbahaya yang berada di luar kendalinya?
"Jang, kamu sudah gak sabar ya?." tanya Mbak Wati setelah mantra selesai kami ucapkan dan melihat mataku yang tidak berkedip. Mbak Wati tiba tiba mendorongku jatuh terlentang. Jantungku berdegup sangat kencang, inilah saat yang aku tunggu, detik detik keperjakaanku menjadi tumbal Ritual di Gunung Keramat. Tumbal yang tidak akan pernah kusesali. Tumbal kenikmatan yang akan membuka pintu surga dunia. Mbak Wati tersenyum menggodaku yang sangat tegang menanti apa yang akan dilakukannya. Seperti seorang wanita nakal, Mbak Wati merangkak di atas tubuhku...
Pernikahan tiga tahun tidak meninggalkan apa pun selain keputusasaan. Dia dipaksa untuk menandatangani perjanjian perceraian saat dia hamil. Penyesalan memenuhi hatinya saat dia menyaksikan betapa kejamnya pria itu. Tidak sampai dia pergi, barulah pria itu menyadari bahwa sang wanita adalah orang yang benar-benar dia cintai. Tidak ada cara mudah untuk menyembuhkan patah hati, jadi dia memutuskan untuk menghujaninya dengan cinta tanpa batas.
WARNING 21+ !!! - Cerita ini di buat dengan berhalu yang menimbulkan adegan bercinta antara pria dan wanita. - Tidak disarankan untuk anak dibawah umur karna isi cerita forn*graphi - Dukung karya ini dengan sumbangsihnya Terimakasih
Kedua orang yang memegangi ku tak mau tinggal diam saja. Mereka ingin ikut pula mencicipi kemolekan dan kehangatan tubuhku. Pak Karmin berpindah posisi, tadinya hendak menjamah leher namun ia sedikit turun ke bawah menuju bagian dadaku. Pak Darmaji sambil memegangi kedua tanganku. Mendekatkan wajahnya tepat di depan hidungku. Tanpa rasa jijik mencium bibir yang telah basah oleh liur temannya. Melakukan aksi yang hampir sama di lakukan oleh pak Karmin yaitu melumat bibir, namun ia tak sekedar menciumi saja. Mulutnya memaksaku untuk menjulurkan lidah, lalu ia memagut dan menghisapnya kuat-kuat. "Hhss aahh." Hisapannya begitu kuat, membuat lidah ku kelu. Wajahnya semakin terbenam menciumi leher jenjangku. Beberapa kecupan dan sesekali menghisap sampai menggigit kecil permukaan leher. Hingga berbekas meninggalkan beberapa tanda merah di leher. Tanganku telentang di atas kepala memamerkan bagian ketiak putih mulus tanpa sehelai bulu. Aku sering merawat dan mencukur habis bulu ketiak ku seminggu sekali. Ia menempelkan bibirnya di permukaan ketiak, mencium aroma wangi tubuhku yang berasal dari sana. Bulu kudukku sampai berdiri menerima perlakuannya. Lidahnya sudah menjulur di bagian paling putih dan terdapat garis-garis di permukaan ketiak. Lidah itu terasa sangat licin dan hangat. Tanpa ragu ia menjilatinya bergantian di kiri dan kanan. Sesekali kembali menciumi leher, dan balik lagi ke bagian paling putih tersebut. Aku sangat tak tahan merasakan kegelian yang teramat sangat. Teriakan keras yang tadi selalu aku lakukan, kini berganti dengan erangan-erangan kecil yang membuat mereka semakin bergairah mengundang birahiku untuk cepat naik. Pak Karmin yang berpindah posisi, nampak asyik memijat dua gundukan di depannya. Dua gundukan indah itu masih terhalang oleh kaos yang aku kenakan. Tangannya perlahan menyusup ke balik kaos putih. Meraih dua buah bukit kembarnya yang terhimpit oleh bh sempit yang masih ku kenakan. .. Sementara itu pak Arga yang merupakan bos ku, sudah beres dengan kegiatan meeting nya. Ia nampak duduk termenung sembari memainkan bolpoin di tangannya. Pikirannya menerawang pada paras ku. Lebih tepatnya kemolekan dan kehangatan tubuhku. Belum pernah ia mendapati kenikmatan yang sesungguhnya dari istrinya sendiri. Kenikmatan itu justru datang dari orang yang tidak di duga-duga, namun sayangnya orang tersebut hanyalah seorang pembantu di rumahnya. Di pikirannya terlintas bagaimana ia bisa lebih leluasa untuk menggauli pembantunya. Tanpa ada rasa khawatir dan membuat curiga istrinya. "Ah bagaimana kalau aku ambil cuti, terus pergi ke suatu tempat dengan dirinya." Otaknya terus berputar mencari cara agar bisa membawaku pergi bersamanya. Hingga ia terpikirkan suatu cara sebagai solusi dari permasalahannya. "Ha ha, masuk akal juga. Dan pasti istriku takkan menyadarinya." Bergumam dalam hati sembari tersenyum jahat. ... Pak Karmin meremas buah kembar dari balik baju. "Ja.. jangan.. ja. Ngan pak.!" Ucapan terbata-bata keluar dari mulut, sembari merasakan geli di ketiakku. "Ha ha, tenang dek bapak gak bakalan ragu buat ngemut punyamu" tangan sembari memelintir dua ujung mungil di puncak keindahan atas dadaku. "Aaahh, " geli dan sakit yang terasa di ujung buah kembarku di pelintir lalu di tarik oleh jemarinya. Pak Karmin menyingkap baju yang ku kenakan dan melorotkan bh sedikit kebawah. Sayangnya ia tidak bisa melihat bentuk keindahan yang ada di genggaman. Kondisi disini masih gelap, hanya terdengar suara suara yang mereka bicarakan. Tangan kanan meremas dan memelintir bagian kanan, sedang tangan kiri asyik menekan kuat buah ranum dan kenyal lalu memainkan ujungnya dengan lidah lembut yang liar. Mulutnya silih berganti ke bagian kanan kiri memagut dan mengemut ujung kecil mungil berwarna merah muda jika di tempat yang terang. "Aahh aahh ahh," nafasku mulai tersengal memburu. Detak jantungku berdebar kencang. Kenikmatan menjalar ke seluruh tubuh, mendapatkan rangsangan yang mereka lakukan. Tapi itu belum cukup, Pak Doyo lebih beruntung daripada mereka. Ia memegangi kakiku, lidahnya sudah bergerak liar menjelajahi setiap inci paha mulus hingga ke ujung selangkangan putih. Beberapa kali ia mengecup bagian paha dalamku. Juga sesekali menghisapnya kadang menggigit. Lidahnya sangat bersemangat menelisik menjilati organ kewanitaanku yang masih tertutup celana pendek yang ia naikkan ke atas hingga selangkangan. Ujung lidahnya terasa licin dan basah begitu mengenai permukaan kulit dan bulu halusku, yang tumbuhnya masih jarang di atas bibir kewanitaan. Lidahnya tak terasa terganggu oleh bulu-bulu hitam halus yang sebagian mengintip dari celah cd yang ku kenakan. "Aahh,, eemmhh.. " aku sampai bergidik memejam keenakan merasakan sensasi sentuhan lidah di berbagai area sensitif. Terutama lidah pak Doyo yang mulai berani melorotkan celana pendek, beserta dalaman nya. Kini lidah itu menari-nari di ujung kacang kecil yang menguntit dari dalam. "Eemmhh,, aahh" aku meracau kecil. Tubuhku men
Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Aku, Rina, seorang wanita 30 Tahun yang berjuang menghadapi kesepian dalam pernikahan jarak jauh. Suamiku bekerja di kapal pesiar, meninggalkanku untuk sementara tinggal bersama kakakku dan keponakanku, Aldi, yang telah tumbuh menjadi remaja 17 tahun. Kehadiranku di rumah kakakku awalnya membawa harapan untuk menemukan ketenangan, namun perlahan berubah menjadi mimpi buruk yang menghantui setiap langkahku. Aldi, keponakanku yang dulu polos, kini memiliki perasaan yang lebih dari sekadar hubungan keluarga. Perasaan itu berkembang menjadi pelampiasan hasrat yang memaksaku dalam situasi yang tak pernah kubayangkan. Di antara rasa bersalah dan penyesalan, aku terjebak dalam perang batin yang terus mencengkeramku. Bayang-bayang kenikmatan dan dosa menghantui setiap malam, membuatku bertanya-tanya bagaimana aku bisa melanjutkan hidup dengan beban ini. Kakakku, yang tidak menyadari apa yang terjadi di balik pintu tertutup, tetap percaya bahwa segala sesuatu berjalan baik di rumahnya. Kepercayaannya yang besar terhadap Aldi dan cintanya padaku membuatnya buta terhadap konflik dan ketegangan yang sebenarnya terjadi. Setiap kali dia pergi, meninggalkan aku dan Aldi sendirian, ketakutan dan kebingungan semakin menguasai diriku. Di tengah ketegangan ini, aku mencoba berbicara dengan Aldi, berharap bisa menghentikan siklus yang mengerikan ini. Namun, perasaan bingung dan nafsu yang tak terkendali membuat Aldi semakin sulit dikendalikan. Setiap malam adalah perjuangan untuk tetap kuat dan mempertahankan batasan yang semakin tipis. Kisah ini adalah tentang perjuanganku mencari ketenangan di tengah badai emosi dan cinta terlarang. Dalam setiap langkahku, aku berusaha menemukan jalan keluar dari jerat yang mencengkeram hatiku. Akankah aku berhasil menghentikan pelampiasan keponakanku dan kembali menemukan kedamaian dalam hidupku? Atau akankah aku terus terjebak dalam bayang-bayang kesepian dan penyesalan yang tak kunjung usai?