Keyra, gadis belia berusia 20 tahun, seorang gadis mualaf. Untuk memenuhi keinginan ayahnya ia dinikahkan dengan seorang pria bernama Afnan Noor Malik berusia 27 tahun. Semula Keyra mengira jika suaminya adalah pria yang jelek dan miskin, tapi Keyra dibuat terkejut, bahkan mulai jatuh cinta dengan suaminya karena selain tampan, Afnan adalah seorang pemilik perkebunan , seorang ustadz dan memiliki pesantren dan juga berjiwa sosial dan memiliki yayasan panti asuhan. Perjalanan untuk menemukan rasa cinta tidaklah mudah, karena Keyra diuji dengan berbagai masalah yang timbul dari masa lalunya yang sedikit kelam, mantan kekasihnya Samuel berusaha menghancurkan pernikahan Keyra dan Afnan. Berhasilkah Keyra yang seorang mualaf menjalani pernikahan dengan Afnan? Dengan takdir Afnan terpaksa melakukan poligami dengan seorang wanita yang bernama Lathisa. Bagaimana Keyra menghadapi semua masalahnya dan menghadapi penikahannya. Cintanya yang semakin dalam pada Afnan, hingga ia berusaha untuk menerima takdir pernikahannya.
Keyra, gadis berusia 20 tahun itu dengan sangat terpaksa memakai gaun pengantin, gaun warna putih lengkap dengan kerudung yang menutupi mahkota hitamnya. Gadis itu masih bersungut, memperlihatkan kekecewaannya, bayangan menjadi ratu sehari dengan gaun putih mewah bak seorang putri raja, pupus sudah.
Sebuah pernikahan yang amat sederhana, karena terkesan tergesa-gesa, dekorasi bunga sederhana, bahkan tidak ada pelaminan yang mewah, sungguh tidak menggambarkan pernikahan putri dari pemilik salah satu supermarket terbesar di kota Jakarta.
"Sempurna, Anda kelihatan cantik," ucap sang perias memuji kecantikan Keyra.
"Cantik dari mana, jika rambut indahku tertutup kerudung seperti ini," keluh Keyra.
Sang perias hanya mengulum senyum, melihat kekesalan sang calon pengantin wanita.
"Maaf, permisi, kami akan mendekorasi kamar pengantin," ucap seseorang di ambang pintu.
Seketika mata Keyra melotot ke arahnya.
"Tidak usah di dekorasi, kamu pikir aku bahagia dengan pernikahan ini, bahkan membayangkan melakukan malam pengantin pun, tak pernah terpikirkan, sana pergi!" hardik Keyra, sambil berkacak pinggang.
Sang dekorator kamar pun segera pergi, melihat kemarahan Keyra
"Apa Anda sudah melihat calon suami Anda?" tanya sang perias.
"Aku bahkan tidak ingin melihat bayangannya, apalagi wajahnya, apa pria jelek itu sudah datang," ketus Keyra.
"Sudah dari tadi Nona."
"Ahh sudah kuduga, pria tak tahu malu itu, bersemangat untuk menikahiku," gerutu kesal Keyra.
Sang perias sekali lagi hanya tersenyum.
"Jika Anda sudah melihat wajahnya, aku yakin Anda akan menyesali perkataan Anda."
"Non Keyra sudah siap, jika sudah turunlah, calon pengantin pria sudah siap untuk melakukan ijab qobul," ucap wanita paruh baya bernama Mbok Sum Asisten rumah tangganya, yang muncul di balik pintu.
Keyra mengangguk pelan, dengan langkah berat ia di dampingi Mbok Sum, turun ke lantai bawah. Di ruang tengah sudah ada tamu wanita yang duduk, sedangkan di ruang tamu yang dibatasi dinding terlihat tamu laki-laki.
Keyra duduk di antara tamu wanita, ia tidak diperkenankan duduk di antara tamu pria, begitulah ritual sesuai pernikahan islami terjadi, sebelum ijab qobul terlaksana, kedua mempelai dilarang saling bertatapan apalagi bersentuhan.
Keyra terduduk lemas, ia merasa dunianya akan hancur dengan menikahi, pria yang belum sekalipun dilihat wajahnya apalagi mengenalnya.
Semuanya terdiam, dan suasana menjadi hening, ketika suara penghulu memulai acara ijab qobul.
"Qobiltu nikahaha wa tazwijaha alal mahril madzkuur wa radhiitu bihi, waliyyu taufiq."
Suara lantang seoarang pria ketika mengucapkan ijab Qobul dengan bahasa Arab.
"Bagaimana sah?" tanya penghulu.
"Sah."
"Sah."
Beberapa saksi berucap. Hampir bersamaan.
Suasana menjadi hangat, para tamu wanita mengucapkan selamat pada Keyra.
"Selamat Keyra, kalian telah sah menjadi suami istri."
Keyra tidak menjawab ucapan selamat dari para tamu, tiba-tiba Keyra berlari kecil menaiki tangga menuju kamarnya. Para tamu memaklumi sikap Keyra.
Lain halnya dengan pengantin pria, ia selalu mengembangkan senyumnya menyambut ucapan dan doa untuk dirinya.
Terutama pelukan hangat dari Papi mertuanya. "Mulai saat ini, aku serahkan tanggung jawabku kepadamu,"ujar Praja, seraya menahan tangis haru.
"Saya akan berusaha menjadi imam yang baik untuk Keyra, Pak Praja."
Sementara itu, Keyra terduduk di tepi ranjang, air mata sudah jatuh di pipi, diiringi rasa kecewa dan marah yang teramat sangat, hingga terdengar ketukan pintu yang membuat Keyra segera mengusap air matanya.
"Siapa?" Keyra bertanya, karena ia merasa belum siap, jika yang mengetuk pintu adalah lelaki yang kini resmi bergelar suami.
"Ini Papi Key, boleh Papi masuk?"
"Masuklah Pi."
Ceklek!... Pintu terbuka, Praja berjalan pelan ke arah putrinya dan duduk di sebelahnya, tangannya meraih telapak tangan Keyra.
"Key, terima kasih sudah memenuhi keinginan Papi, sekarang Papi tenang, jika harus berpulang menghadap Allah." Praja berucap dengan nada sendu.
Seketika Keyra memeluk Praja, sambil terisak. "Papi kenapa bicara seperti itu, Papi masih lama 'kan menemani Keyra, kepergian Mami adalah hal terberat Keyra rasakan, aku tidak mau kehilangan Papi juga." Keyra menyandarkan kepalanya di bahu Praja.
"Makanya Papi memilihkan pendamping untukmu, yang akan menjagamu, percayalah, suamimu pria yang baik, kamu akan dibimbingnya untuk menjalani ibadah sesuai keyakinan kita, kamu mualaf Key, Papi ingin kamu bisa menjadi seorang wanita muslimah, suamimu pria yang paham akan agama, kamu pasti akan mencintainya, seiring berjalannya waktu."
"Bagaimana jika aku tak 'kan pernah mencintainya?" Keyra menatap wajah Papinya seakan meminta jawaban atas pertanyaanya.
"Jalani saja dulu Key, Papi yakin, kamu akan mencintainya."
"Jika dalam waktu 3 bulan tidak rasa cinta, izinkan Key, memutuskan masa depan Keyra sendiri Pi," pinta Keyra, sambil berlutut di kaki Papinya.
Praja menghela napas panjang melihat aksi Keyra yang memohon sambil berlutut dan menggenggam erat tangannya.
"Aku mohon Pi, aku berhak menentukan masa depanku 'kan?" pintanya lagi.
"Baiklah Key, terserah kamu..."
Akhirnya Praja mengalah, diusapnya pelan kepala putrinya, dengan lembut. "Tapi berusahalah untuk mencintai suamimu Key, Papi yakin, kalian akan saling jatuh cinta."
Keyra hanya terdiam, ia merasa perkataan Papinya adalah hal yang mustahil, bagaimanapun ia tidak akan mencintai pria yang bahkan wajahnya pun tak ingin dilihatnya, itulah yang ada di pikiran Keyra. Dan demi rasa tenang sang Papi, Keyra hanya membalas dengan anggukan kecil.
Malam semakin larut, setelah Keyra berbicara dengan Papinya, gadis itu, kembali murung dan kesal, sepertinya di dalam kamar tak ubahnya di dalam sebuah penjara yang sesak.
"Tidak akan aku biarkan kamu menyentuhku pria jelek, kamu bakalan menyesal menikahiku," gerutu Keyra sambil melepas gaun pengantinnya dengan kasar.
"Apa kamu kira aku akan menyambutmu di kamar ini dengan sleep dres berbahan katun tipis yang memperlihatkan indahnya lekuk tubuhku," gerutunya lagi, sambil mengenakan hoodie warna hitam dan celana training tebal
"Apa kamu pikir kamar ini akan dihias dengan bunga dan beraroma mawar." Keyra masih mengerutu, kali ini, ia mengusapkan seluruh tubuhnya dengan minyak urut yang berbau menyengat, dan menyemprotkan kamarnya dengan bahan pengusir nyamuk.
Heuk!..Keyra sendiri hampir muntah, ketika aroma menyengat sudah menguar di kamarnya, ia segera menutup hidungnya dan berbaring dengan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.
Tidak lama kemudain terdengar pintu dibuka pelan.
Ceklek !.. setelah itu terdengar langkah kaki masuk ke dalam ruangan.
"Keyra, kamu sakit?"suara barito terdengar pelan.
"Ya, aku sakit, jangan dekati aku, dan ingat selama aku tidak berkenan kamu dekati, jangan sekali-kali kamu tidur di sebelahku," jawab Keyra ketus tanpa melihat pria yang berbicara dengannya dengan nada pelan, dan sedang berusaha sekuat tenaga menahan napas, karena aroma menyengat yang memenuhi kamar itu.
"Baiklah, aku akan tidur di sofa, selamat beristirahat."
Keyra tersenyum simpul, usaha pertama membuat suaminya tidak mendekatinya berhasil, tapi gadis itu harus menahan juga aroma yang membuat perutnya mual.
Sial, aroma ini seperti mengaduk-aduk perutku, batinnya kesal sambil berusaha memejamkan matanya.
Sinar mentari menyapa wajah Keyra, dengan pelan ia mengerjabkan matanya dan membuka perlahan, korden jendela kamar telah terbuka sempurna, dan di balkon, ia melihat sosok pria mengenakan kaos putih dan celana training, sambil meregangkan otot –ototnya, terlihat tubuh yang tegap dan punggung yang besar, kulitnya putih bersih, dengan potongan rambut yang rapi.
"Hai siapa kamu?" tanya Keyra seraya duduk di tepi ranjang menatap penasaran pungung pria yang masih mengerak-gerakan tangan dan kakinya.
Pria itu pun menoleh, "Apa kamu lupa, kalau aku ini suamimu, Keyra Aninda Dinata."
Mata Keyra seakan mau keluar, mulutnya menganga seakan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya dan berbicara dalam hati sambil menatap lekat pria didepannya, Aku menikahi manusia atau bidada... oh kalau dia cewek bidadari, tapi dia cowok, disebut apa coba pria setampan itu...batinnya.
Jantung Keyra tiba-tiba bertalu-talu, entah apa yang ia rasakan pada pandangan pertama pada pria yang beberapa jam yang lalu bergelar suaminya itu.
Sebuah cerita yang berkisah keluarga yang terpisah karena perceraian yang menyisakan duka buat anaknya karena tidak mengerti dengan kondisi orang tuanya. Hingga suatu saat terjadilah malam jahanam yang tidak disengaja dan tidak direncanakan. Aku tidak menyangka kalau semuanya ini bakal terjadi. Aku memang sering mengkhayalkannya. Tapi tidak pernah merencanakannya. Dan begitulah, kehidupanku jadi banyak liku - likunya. Liku - liku yang indah mau pun yang jahanam. Tapi aku harus mengakuinya, bahwa semua itu jahanam tapi indah… indah sekali.
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?
Pada hari Livia mengetahui bahwa dia hamil, dia memergoki tunangannya berselingkuh. Tunangannya yang tanpa belas kasihan dan simpanannya itu hampir membunuhnya. Livia melarikan diri demi nyawanya. Ketika dia kembali ke kampung halamannya lima tahun kemudian, dia kebetulan menyelamatkan nyawa seorang anak laki-laki. Ayah anak laki-laki itu ternyata adalah orang terkaya di dunia. Semuanya berubah untuk Livia sejak saat itu. Pria itu tidak membiarkannya mengalami ketidaknyamanan. Ketika mantan tunangannya menindasnya, pria tersebut menghancurkan keluarga bajingan itu dan juga menyewa seluruh pulau hanya untuk memberi Livia istirahat dari semua drama. Sang pria juga memberi pelajaran pada ayah Livia yang penuh kebencian. Pria itu menghancurkan semua musuhnya bahkan sebelum dia bertanya. Ketika saudari Livia yang keji melemparkan dirinya ke arahnya, pria itu menunjukkan buku nikah dan berkata, "Aku sudah menikah dengan bahagia dan istriku jauh lebih cantik daripada kamu!" Livia kaget. "Kapan kita pernah menikah? Setahuku, aku masih lajang." Dengan senyum jahat, dia berkata, "Sayang, kita sudah menikah selama lima tahun. Bukankah sudah waktunya kita punya anak lagi bersama?" Livia menganga. Apa sih yang pria ini bicarakan?
Sebagai asisten sederhana, mengirim pesan ke CEO di tengah malam untuk meminta dibagikan film dewasa adalah langkah yang berani. Tidak mengherankan saat Bertha tidak menerima film apa pun. Namun, CEO menanggapi bahwa, meskipun dia tidak memiliki film untuk dibagikan, dia dapat menawarkan demonstrasi langsung. Setelah malam yang penuh dengan gairah, Bertha yakin dia akan kehilangan pekerjaannya. Namun sebaliknya, bosnya melamar, "Menikahlah denganku. Tolong pertimbangkan." "Pak Justin, Anda sedang bercanda, kan?"
Salah kamar mengakibatkan Claudia terjebak dalam hubungan rumit yang tak seharusnya terjadi. Malam itu, harusnya Christian menghabiskan malam panas dengan calon istrinya. Namun, siapa sangka kalau berujung pada Christian yang malah masuk ke dalam kamar Claudia—yang mana adik dari calon istrinya. Semua bermula dari sini. Claudia dan Christian terjebak dalam sebuah hubungan yang tak seharusnya terjadi. Hal yang membuat semakin rumit adalah Claudia dan Christian harus tinggal satu atap. Mungkinkah skandal ini akan tercium? Lantas, bagaimana akhir dari kisah Claudia dan Christian? Kesalahan satu malam membawa mereka dalam sebuah lingkaran api. *** Follow me on IG: abigail_kusuma95
Nafas Dokter Mirza kian memburu saat aku mulai memainkan bagian bawah. Ya, aku sudah berhasil melepaskan rok sekalian dengan celana dalam yang juga berwarna hitam itu. Aku sedikit tak menyangka dengan bentuk vaginanya. Tembem dan dipenuhi bulu yang cukup lebat, meski tertata rapi. Seringkali aku berhasil membuat istriku orgasme dengan keahlihanku memainkan vaginanya. Semoga saja ini juga berhasil pada Dokter Mirza. Vagina ini basah sekali. Aku memainkan lidahku dengan hati-hati, mencari di mana letak klitorisnya. Karena bentuknya tadi, aku cukup kesulitan. Dan, ah. Aku berhasil. Ia mengerang saat kusentuh bagian itu. "Ahhhh..." Suara erangan yang cukup panjang. Ia mulai membekap kepalaku makin dalam. Parahnya, aku akan kesulitan bernafas dengan posisi seperti ini. Kalau ini kuhentikan atau mengubah posisi akan mengganggu kenikmatan yang Ia dapatkan. Maka pilihannya adalah segera selesaikan. Kupacu kecepatan lidahku dalam memainkan klitorisnya. Jilat ke atas, sapu ke bawah, lalu putar. Dan aku mulai memainkan jari-jariku untuk mengerjai vaginanya. Cara ini cukup efektif. Ia makin meronta, bukan mendesah lagi. "Mas Bayuu, oh,"