"Waalaikumsalam," jawab suara lembut dari dalam. Pintu terbuka dan Siti, istri pertama Ustadz Ahmad, menyambut Dina dengan senyuman hangat. Siti adalah wanita yang telah dianggap sebagai sosok teladan dalam komunitas mereka, dan Dina tahu betapa pentingnya bagi Siti untuk memiliki anak.
"Selamat datang di rumah kami, Dina," kata Siti sambil menggenggam tangan Dina dengan lembut. "Aku harap kamu merasa nyaman di sini."
"Terima kasih, Siti. Aku berharap bisa menjadi bagian dari keluarga ini dengan baik," jawab Dina, sedikit gugup. Matanya memindai ruangan yang luas, yang dihiasi dengan perabotan yang sederhana namun elegan.
"Silakan masuk," ujar Siti, mempersilakan Dina masuk ke ruang tamu. "Aku sudah menyiapkan teh dan beberapa makanan ringan. Mari kita duduk dan berbicara."
Dina dan Siti duduk di ruang tamu yang nyaman. Siti memanggil pelayan untuk membawa teh dan camilan. Ketika teh disajikan, suasana mulai terasa lebih santai.
"Dina, aku ingin berbicara denganmu tentang apa yang diharapkan darimu di sini," kata Siti, tatapannya penuh perhatian. "Aku tahu ini adalah situasi yang tidak biasa, dan aku ingin memastikan kita bisa saling memahami."
Dina mengangguk. "Aku ingin tahu lebih banyak tentang bagaimana aku bisa membantu dan apa yang diharapkan dariku."
Siti memandang Dina dengan tatapan lembut. "Aku tahu bahwa pernikahan ini bukanlah sesuatu yang kamu rencanakan, dan aku sangat menghargai kesediaanmu untuk membantu. Aku sangat menginginkan anak, dan Ustadz Ahmad menikah lagi agar harapan itu bisa terwujud."
Dina merasa hatinya bergetar mendengar penjelasan Siti. Dia tahu betapa pentingnya hal ini bagi Siti dan mencoba untuk memikirkan bagaimana dia bisa mendukung keluarga barunya dengan baik.
"Terima kasih atas kejujuranmu, Siti. Aku akan berusaha melakukan yang terbaik. Aku berharap kita bisa membangun hubungan yang baik," ujar Dina dengan penuh tekad.
Siti tersenyum dan mengangguk. "Aku yakin kita bisa. Mari kita mulai dengan saling mendukung dan berusaha menciptakan rumah yang harmonis."
Hari-hari berikutnya berlalu dengan cepat. Dina mulai beradaptasi dengan rutinitas baru dan mencoba untuk menjadi bagian dari keluarga. Meskipun kadang merasa canggung, dia berusaha untuk membangun hubungan yang baik dengan Siti dan Ustadz Ahmad.
Suatu malam, Dina duduk bersama Ustadz Ahmad di ruang keluarga, mengerjakan beberapa pekerjaan rumah tangga. Ustadz Ahmad memandang Dina dengan penuh perhatian.
"Dina, bagaimana perasaanmu setelah beberapa hari di sini?" tanya Ustadz Ahmad dengan nada lembut.
Dina menghela napas. "Aku merasa campur aduk, Ustadz. Ini adalah perubahan besar dalam hidupku, dan aku berusaha menyesuaikan diri dengan segala sesuatunya."
Ustadz Ahmad tersenyum penuh pengertian. "Aku tahu ini bukanlah hal yang mudah. Namun, aku percaya dengan dukungan kita satu sama lain, kita bisa melalui semua ini."
Dina mengangguk. "Aku akan berusaha sebaik mungkin. Terima kasih atas pengertian dan dukunganmu."
Hari-hari berlalu dengan ritme yang lambat namun pasti. Dina dan Siti mulai membangun ikatan yang lebih dalam. Mereka berbagi cerita dan saling mendukung dalam menjalani peran masing-masing. Meskipun tantangan dan ketidaknyamanan tetap ada, Dina merasa lebih siap untuk menghadapi masa depan dan menjalani peran barunya sebagai istri kedua.
---