/0/19798/coverbig.jpg?v=d7f970c5691823144023a9a9945ed3d8)
Jasmine dan Liam tidak di persatukan oleh takdir di dunianya yang dulu, karena jika mereka bersatu salah satu di antara mereka harus mati. "Berenkarnasilah Jasmine aku akan menemukan mu dimana pun kamu berada," Setelah mengatakan itu Jasmine benar-benar menutup matanya di pelukan William. Lantas apakah mereka akan di pertemuan kembali oleh takdir atau sebaliknya???
---
Aurora membuka matanya perlahan, merasakan sinar matahari pagi yang menembus jendela kamarnya. Kamar itu kecil dan sederhana, namun terasa begitu asing baginya. Dia duduk di tepi tempat tidur, memandang sekeliling dengan bingung.
Aurora berbisik pada dirinya sendiri "Di mana aku...?" dia meraba-raba kepalanya yang terasa berat, mencoba mengingat sesuatu, tetapi tidak ada apa pun yang terlintas. "Apa yang terjadi padaku?"
Dia berdiri dan berjalan menuju cermin di sudut kamar. Tatapannya terpaku pada bayangannya sendiri, tetapi tiba-tiba, seolah-olah dia melihat wajah lain yang tidak dikenalnya, meskipun begitu akrab.
Aurora terkejut, mundur sedikit dari cermin. "Siapa itu? Apakah aku...?" dia menggelengkan kepalanya, mengusir pikiran aneh itu. "Mungkin hanya imajinasiku saja."
Beberapa hari berlalu. Aurora mencoba menjalani hidupnya seperti biasa, tetapi bayangan dari cermin itu terus menghantui pikirannya. Suatu pagi di sekolah, saat berbicara dengan teman-temannya di kafetaria, aroma kopi yang menyengat tiba-tiba membuatnya tersentak.
Teman Aurora tertawa ringan. "Aurora, kenapa tiba-tiba bengong begitu? Lagi mikirin siapa, nih?"
Aurora tersentak, tersadar dari lamunannya. "Eh, apa? Oh, tidak, aku hanya... Entahlah, aku merasa pernah mengalami ini sebelumnya, tapi... tidak tahu kapan."
Teman Aurora yang lainnya mengangkat alis, penasaran) "Déjà vu, ya? Serem juga. Tapi kamu baik-baik saja, kan?"
Aurorat ersenyum tipis, mencoba menenangkan diri. "Iya, mungkin cuma déjà vu. Nggak ada apa-apa kok."
Mereka kembali berbicara, tetapi Aurora masih terganggu oleh perasaan aneh itu. Dia merasakan dorongan yang kuat untuk mengingat sesuatu, tetapi setiap kali dia mencoba, ingatannya seperti tertutup kabut tebal.
Aurora terbangun di tengah malam dengan napas terengah-engah, keringat dingin membasahi dahinya. Dalam mimpinya, dia melihat seorang pria dengan mata yang penuh kerinduan, memanggil namanya, tetapi nama yang ia panggil bukanlah Aurora.
Aurora berbisik dengan napas tersengal-sengal. "Siapa dia? Dan... kenapa aku merasa sangat dekat dengannya?"
Dia bangkit dari tempat tidurnya dan berjalan ke jendela, memandangi bulan purnama di langit malam. Perasaan hampa dan gelisah mengisi hatinya.
Aurora berbicara pada dirinya sendiri "Kenapa aku terus-terusan mimpi seperti ini? Apa yang salah denganku?"
Dia memejamkan mata, mencoba meresapi perasaan itu. Namun, bayangan pria dalam mimpinya tetap buram, dan perasaan rindu yang ia rasakan semakin kuat.
Esok harinya, Aurora berusaha kembali fokus pada rutinitasnya, tetapi setiap kali dia menatap cermin, dia merasakan ada sesuatu yang salah. Keluarganya mulai khawatir dengan perubahan sikap Aurora.
Ibu dengan nada lembut saat sarapan "Aurora, kamu kelihatan pucat akhir-akhir ini. Apa kamu sakit? Atau mungkin kamu stres dengan sekolah?"
Aurora menggelengkan kepala, tersenyum samar "Nggak, Bu. Aku baik-baik saja. Hanya merasa sedikit aneh belakangan ini."
Ibu menatapnya penuh perhatian. "Kalau ada yang mengganggu pikiranmu, kamu bisa cerita ke Ibu. Jangan dipendam sendiri."
Aurora mengangguk pelan. "Iya, Bu. Aku akan cerita kalau ada apa-apa."
Namun, di dalam hati, Aurora tahu bahwa ini lebih dari sekadar rasa aneh. Dia merasa bahwa ada sesuatu yang hilang, sesuatu yang harus dia temukan untuk memahami apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya.
---
Aurora duduk di perpustakaan sekolah, dikelilingi oleh tumpukan buku yang berkaitan dengan mimpi, reinkarnasi, dan fenomena aneh lainnya. Dia membaca satu per satu halaman dengan tekun, mencoba mencari penjelasan untuk mimpi-mimpi dan kilasan yang terus menghantuinya.
Aurora berbisik pada dirinya sendiri, sambil membaca sebuah paragraf tentang jiwa yang terperangkap.
"Jiwa yang terikat oleh cinta atau trauma dari kehidupan sebelumnya... bisakah ini yang terjadi padaku?"
Dia berhenti sejenak, merenung. Ide ini terdengar tidak masuk akal, tetapi di saat yang sama, dia merasakan koneksi kuat dengan apa yang ia baca.
Aurora dalam hati.
"Tidak mungkin... tapi kenapa ini semua terasa begitu nyata? Mungkin aku harus mencari lebih banyak informasi."
Dia memutuskan untuk mencari lebih lanjut di internet, menggunakan komputer perpustakaan. Ketika dia mengetikkan kata kunci seperti "reinkarnasi" dan "mimpi yang berulang", berbagai artikel, forum, dan cerita pengalaman muncul di layar.
Aurora membaca dengan penuh antusias.
"Beberapa orang mengaku bisa mengingat kehidupan sebelumnya... dan sebagian dari mereka merasakan dorongan kuat untuk menemukan seseorang dari masa lalu mereka."
Pikirannya mulai berputar, menghubungkan titik-titik antara mimpinya dengan pria asing itu. Aurora merasakan detak jantungnya yang meningkat, seolah dia semakin dekat dengan kebenaran.
Aurora dalam hati, dengan tekad.
"Aku harus menemukan jawaban. Jika benar ini semua berhubungan dengan kehidupan sebelumnya, maka ada sesuatu yang belum selesai."
Aurora berjalan pulang sendirian setelah seharian mencari informasi. Matahari sudah mulai terbenam, dan bayangan panjang terbentuk di jalan yang ia lalui. Saat melewati sebuah gang kecil, Aurora merasakan ada seseorang yang mengikutinya. Dia mempercepat langkahnya, tetapi suara langkah kaki di belakangnya ikut mempercepat.
Aurora menoleh dengan gugup, tetapi tidak melihat siapa pun.
"Siapa di sana?"
Suara langkah kaki tiba-tiba berhenti. Dari balik bayangan, seorang pria tua muncul, mengenakan jubah panjang dengan tudung menutupi wajahnya.
Pria Tua dengan suara serak dan penuh misteri.
"Kamu tidak bisa menghindari takdirmu, Aurora."
Aurora terkejut, mundur beberapa langkah.
"Bagaimana... bagaimana Anda tahu nama saya?"
Pria Tua tersenyum tipis, wajahnya masih tersembunyi dalam bayangan.
"Karena ini bukan pertama kalinya kita bertemu."
Aurora semakin bingung dan takut.
"Apa maksud Anda? Saya tidak mengenal Anda."
Pria Tua mendekat perlahan, suaranya semakin lembut namun penuh makna.
"Kamu mungkin tidak mengenaliku, tetapi jiwamu mengenalku. Aku adalah penjaga dari masa lalumu, dan aku ada di sini untuk memberitahumu bahwa perjalananmu baru saja dimulai."
Aurora merasakan sesuatu yang aneh, seolah pria tua itu tahu lebih banyak tentang dirinya daripada dirinya sendiri. Dia merasakan dorongan untuk bertanya lebih banyak, tetapi bibirnya terkatup rapat, terlalu terkejut untuk berbicara.
Pria Tuamemberikan sebuah gulungan kecil kepada Aurora. "Buka ini saat kamu siap. Jawaban dari semua pertanyaanmu ada di dalamnya."
Tanpa menunggu jawaban, pria tua itu menghilang ke dalam bayangan, meninggalkan Aurora yang masih terguncang. Dengan tangan gemetar, Aurora mengambil gulungan itu dan menyimpannya di dalam tasnya, belum berani membukanya.
Malam itu, Aurora kembali bermimpi. Kali ini, mimpinya lebih jelas daripada sebelumnya. Dia berada di sebuah taman indah dengan bunga-bunga bermekaran, dan di kejauhan, pria yang selalu muncul dalam mimpinya berdiri menunggunya.
Pria dalam Mimpi dengan suara lembut yang penuh kasih. "Jasmine... Aku sudah lama menunggumu."
Aurora mendekati pria itu, merasakan air mata mengalir di pipinya, meskipun dia tidak tahu kenapa
"Siapa kamu? Kenapa aku selalu memimpikanmu?"
Pria dalam Mimpi tersenyum, mengulurkan tangan untuk menyentuh wajahnya.
"Aku Liam. Dan kamu adalah Jasmine, cintaku yang hilang. Kita terpisah oleh waktu, tapi aku akan selalu mencarimu... sampai kita bisa bersama lagi."
Aurora terbangun dengan teriakan pelan, terengah-engah dengan jantung berdebar keras. Namanya... Jasmine. Itu nama yang pria itu panggil. Dan nama pria itu... Liam. Nama itu kini terpatri di benaknya, tidak lagi samar.
Aurora dalam hati, dengan perasaan yang campur aduk antara takut dan penasaran.
"Liam... Apakah kamu orang yang aku cari? Dan... apakah aku benar-benar Jasmine?"
---
Naya Agustin, "aku mencintaimu, tapi cintamu untuknya. Aku istrimu, tapi kenapa yang memberi segalanya ayah mertuaku?" Kendra Darmawan, "kau Istriku, tapi ayahmu musuhku. Aku mencintamu, tapi sayang dosa ayahmu tak bisa kumaafkan." Rendi Darmawan, "Jangan pedulikan suamimu, agar aman dalam dekapanku."
Tunangan Lena adalah pria yang menyerupai iblis. Dia tidak hanya berbohong padanya tetapi juga tidur dengan ibu tirinya, bersekongkol untuk mengambil kekayaan keluarganya, dan kemudian menjebaknya untuk berhubungan seks dengan orang asing. Untuk mencegah rencana jahat pria itu, Lena memutuskan untuk mencari seorang pria untuk mengganggu pesta pertunangannya dan mempermalukan bajingan yang selingkuh itu. Tidak pernah dia membayangkan bahwa dia akan bertemu dengan orang asing yang sangat tampan yang sangat dia butuhkan. Di pesta pertunangan, pria itu dengan berani menyatakan bahwa dia adalah wanitanya. Lena mengira dia hanya pria miskin yang menginginkan uangnya. Akan tetapi, begitu mereka memulai hubungan palsu mereka, dia menyadari bahwa keberuntungan terus menghampirinya. Dia pikir mereka akan berpisah setelah pesta pertunangan, tetapi pria ini tetap di sisinya. "Kita harus tetap bersama, Lena. Ingat, aku sekarang tunanganmu." "Delon, kamu bersamaku karena uangku, bukan?" Lena bertanya, menyipitkan matanya padanya. Delon terkejut dengan tuduhan itu. Bagaimana mungkin dia, pewaris Keluarga Winata dan CEO Grup Vit, bersamanya demi uang? Dia mengendalikan lebih dari setengah ekonomi kota. Uang bukanlah masalah baginya! Keduanya semakin dekat dan dekat. Suatu hari, Lena akhirnya menyadari bahwa Delon sebenarnya adalah orang asing yang pernah tidur dengannya berbulan-bulan yang lalu. Apakah kesadaran ini akan mengubah hal-hal di antara mereka? Untuk lebih baik atau lebih buruk?
Kaluna Evelyn sudah menikah Dengan Eric Alexander Bramastyo selama kurang lebih 10 tahun. Namun, Eric sama sekali tidak mencintai Luna. Ia memiliki kebiasaan yang sering bergonta-ganti wanita. Itulah yang menyebabkan Luna semakin sakit hati, namun ia tidak bisa bercerai dengan Eric karena perjanjian kedua keluarga. Ditengah keterpurukannya, ia mengalihkan rasa sakit hatinya kepada minuman keras. Dan disaat, ia mabuk, ia melakukan kesalahan dengan tidur bersama ayah mertuanya sendiri. Seorang pria dewasa bernama Brian Edison Bramastyo. Yang tidak lain dan tidak bukan, adalah ayah dari Eric sendiri. Brian yang berstatus duda, tidak bisa berkutik ketika Luna mulai menggodanya karena pengaruh minuman keras. Dan setelah kesalahan di malam itu, Luna dan sang papa mertua saling mengulangi kesalahan nikmat yang sama. Brian yang mampu memberikan nafkah batin pada Luna, harus menahan rasa perih karena mengkhianati putranya sendiri, dan menjadi tidak bermoral karena bermain gila dengan sang menantu. Namun apa boleh buat, semua sudah terlanjur dan mereka berdua sama-sama kesepian. Hubungan mereka tetap berlanjut, hingga akhirnya Eric mengetahui hubungan mereka dan menceraikan Luna. Namun, beberapa waktu kemudian, diketahui bahwa alasan Eric menceraikan Luna adalah dia sudah menghamili kekasihnya, yang bernama Bianca. Mereka menjalani hidup masing-masing. Eric pergi jauh dari kehidupan Brian dan Luna. Brian dan Luna pun memilih untuk bersama.
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?
"Janus, jangan ceraikan aku, ya?" Rengeknya. "Begini aja udah cukup. Aku ga minta lebih." Katanya dengan suara yang memelas. Ketika mendengar rengekan itu, tangan Janus berhenti dan keinginan di matanya berangsur-angsur mendingin. Suaranya yang agak serak masih lembut. "Fay, mengapa kau jadi lupa dengan kesepakatan yang sudah kita buat?" "Ingat perjanjian kita, jika Uke kembali, hubungan ini selesai sampai disini," imbuhnya lagi. Suara itu terdengar begitu tegas meskipun sedikit gemetar.