/0/20057/coverbig.jpg?v=ae730510b7c549e07e7e20bc07d9957b)
Maya, dengan rambut cokelat keemasan yang selalu terurai bebas dan mata biru yang berbinar-binar, adalah personifikasi semangat muda. Ia selalu bersemangat dalam menjalani hidup, tak pernah lelah mengejar mimpi-mimpi yang terukir di hatinya. Hari itu, seperti biasa, ia menjelajahi lorong-lorong toko barang bekas di pusat kota, mencari harta karun tersembunyi yang mungkin terlupakan oleh pemiliknya sebelumnya.
Maya, dengan rambut cokelat keemasan yang selalu terurai bebas dan mata biru yang berbinar-binar, adalah personifikasi semangat muda. Ia selalu bersemangat dalam menjalani hidup, tak pernah lelah mengejar mimpi-mimpi yang terukir di hatinya. Hari itu, seperti biasa, ia menjelajahi lorong-lorong toko barang bekas di pusat kota, mencari harta karun tersembunyi yang mungkin terlupakan oleh pemiliknya sebelumnya.
Di antara tumpukan barang-barang usang, matanya tertuju pada sebuah kotak kayu tua yang tergeletak di sudut. Ia membuka kotak itu dengan hati-hati, dan di dalamnya terbaring sebuah jam tangan antik. Jam itu terbuat dari perak dengan ukiran rumit, dan jarum detiknya bergerak dengan perlahan, seolah mengisyaratkan sebuah misteri yang tersembunyi di baliknya.
Maya terpesona oleh keindahan jam tangan itu. Ia tak bisa menahan diri untuk tidak mencobanya. Saat jam itu melingkar di pergelangan tangannya, ia merasakan sensasi aneh mengalir ke seluruh tubuhnya. Sebuah getaran lembut, seperti bisikan angin yang membawa dirinya ke tempat yang tak dikenal.
Seketika, Maya merasakan dirinya terbawa ke dalam sebuah ruangan gelap. Di hadapannya berdiri seorang pria dengan mata tajam dan rahang tegas. Pria itu mengenakan jas tua yang tampak usang, namun aura misterius terpancar dari dirinya.
"Siapa kau?" tanya Maya, suaranya bergetar.
"Aku Arga," jawab pria itu, tanpa menoleh. "Dan kau berada di masa laluku."
Maya tercengang. Ia tak mengerti apa yang terjadi. Bagaimana bisa ia berada di masa lalu? Dan siapa pria misterius ini?
"Jam tangan ini... apa yang terjadi?" tanya Maya, matanya tertuju pada jam tangan antik di pergelangan tangannya.
"Jam tangan itu adalah kunci," jawab Arga, suaranya berbisik. "Kunci yang menghubungkan waktu, masa lalu, dan masa depan."
Maya semakin bingung. Ia merasakan jantungnya berdebar kencang. Ia tak pernah membayangkan bahwa petualangannya di toko barang bekas akan mengantarkannya pada sebuah misteri yang begitu besar.
"Aku harus kembali," kata Maya, suaranya bergetar. "Aku harus kembali ke masa kini."
"Tidak semudah itu," jawab Arga, tatapannya tajam. "Waktu tidak bisa diputar balik begitu saja. Kau harus memahami masa lalu untuk memahami masa depanmu."
Maya terdiam. Ia merasakan sebuah kekuatan aneh mengikatnya di tempat itu. Ia tak bisa bergerak, tak bisa berteriak. Ia terjebak di antara detik-detik, di antara masa lalu dan masa depan.
"Siapa kau sebenarnya?" tanya Maya, suaranya nyaris tak terdengar.
Arga tersenyum misterius. "Kau akan mengetahuinya, Maya. Kau akan mengetahuinya pada waktunya."
Seketika, Maya merasakan dirinya terhempas kembali ke toko barang bekas. Jam tangan antik itu masih melingkar di pergelangan tangannya, namun ia tak lagi merasakan sensasi aneh yang pernah dialaminya.
Maya terengah-engah, jantungnya berdebar kencang. Ia merasa seperti baru saja mengalami mimpi buruk. Namun, rasa penasaran dan ketakutan bercampur aduk di dalam dirinya. Ia tahu, petualangannya baru saja dimulai.
Sambil mencoba mengabaikan perasaan aneh itu, Maya menjalani hari-harinya seperti biasa. Ia bekerja di sebuah toko buku, tempat ia menghabiskan waktu untuk menyelami dunia imajinasi dan menemukan cerita-cerita baru. Namun, di sela-sela kesibukannya, ia tak bisa melupakan mimpi tentang Arga dan jam tangan antik itu.
Suatu sore, saat ia sedang merapikan rak buku, matanya tertuju pada sebuah buku tua yang tersembunyi di balik tumpukan buku-buku lainnya. Buku itu berjudul "Sejarah Jam Tangan Antik". Rasa penasaran menggerogoti hatinya. Ia mengambil buku itu dan membawanya pulang.
Di malam hari, Maya membuka buku itu dan mulai membacanya dengan saksama. Ia mempelajari sejarah jam tangan antik, berbagai jenisnya, dan simbol-simbol yang terukir pada setiap jam. Ia mencari informasi tentang jam tangan yang ia temukan, namun tak menemukan petunjuk yang berarti.
Namun, di halaman terakhir buku itu, ia menemukan sebuah catatan kecil yang ditulis dengan tinta pudar. Catatan itu menyebutkan tentang sebuah jam tangan antik yang memiliki kekuatan aneh untuk menghubungkan pemakainya dengan masa lalu. Jam tangan itu disebut sebagai "Penghubung Waktu".
Maya tercengang. Ia tak percaya apa yang ia baca. Apakah jam tangan yang ia temukan adalah "Penghubung Waktu"? Apakah mimpi yang dialaminya adalah sebuah pertanda?
Sejak saat itu, Maya mulai menyelidiki lebih dalam tentang jam tangan antik yang ia temukan. Ia mencari informasi di internet, mengunjungi museum, dan bahkan menghubungi beberapa kolektor jam tangan. Namun, tak satu pun dari mereka yang mengetahui tentang "Penghubung Waktu".
Maya merasa seperti terjebak dalam sebuah permainan catur raksasa, di mana setiap langkahnya dikontrol oleh kekuatan yang tak terlihat. Jam tangan antik itu, "Penghubung Waktu", seakan menjadi pion yang menggerakkannya, menuntunnya ke dalam labirin misteri masa lalu.
Suatu malam, saat Maya sedang membaca buku di kamarnya, ia merasakan sebuah getaran kuat dari jam tangan itu. Detik-detiknya berputar lebih cepat, seolah terburu-buru menuju suatu tujuan. Tiba-tiba, ruangan menjadi gelap gulita, hanya cahaya redup dari jam tangan itu yang menerangi wajah Maya.
Ia merasakan dirinya terhisap ke dalam pusaran waktu, kembali ke ruangan gelap tempat ia bertemu Arga. Namun, kali ini, suasana terasa berbeda. Udara terasa dingin dan lembap, dan bau tanah basah memenuhi hidungnya. Di hadapannya, Arga berdiri dengan tatapan dingin, memegang sebuah pedang yang berkilauan di bawah cahaya remang-remang.
"Kau kembali, Maya," kata Arga, suaranya dingin dan menusuk. "Kau harus melihatnya, kau harus merasakannya."
Maya terpaku, tak dapat berkata-kata. Ia melihat bayangan masa lalu Arga, seorang prajurit yang gagah berani, yang sedang berjuang dalam sebuah pertempuran sengit. Darah bercucuran, teriakan menggema, dan bau kematian memenuhi udara.
Maya merasakan sebuah gelombang emosi yang kuat menerpa dirinya. Ia merasakan ketakutan, kesedihan, dan amarah. Ia melihat bagaimana Arga, dengan pedang di tangannya, berjuang mati-matian untuk melindungi sesuatu yang sangat berharga baginya.
"Apa yang terjadi?" tanya Maya, suaranya bergetar. "Siapa yang kau lindungi?"
Arga menoleh, matanya menatap Maya dengan intensitas yang mengerikan. "Kau akan mengetahuinya, Maya," jawabnya, suaranya berbisik. "Kau akan mengetahuinya pada waktunya."
Seketika, Maya merasakan dirinya terhempas kembali ke kamarnya. Jam tangan itu kembali berdetak normal, namun bayangan masa lalu Arga masih terukir jelas di benaknya. Ia merasakan sebuah beban berat di hatinya, sebuah misteri yang semakin dalam dan kompleks.
Maya menyadari bahwa jam tangan itu bukan hanya sebuah benda mati, melainkan sebuah jendela yang menghubungkannya dengan masa lalu Arga. Ia merasa terikat dengan pria itu, terikat oleh sebuah ikatan waktu yang tak terpisahkan.
Maya tahu bahwa ia harus mencari tahu lebih banyak tentang Arga dan masa lalunya. Ia harus memahami mengapa ia terikat dengan pria itu, mengapa ia merasakan emosi yang begitu kuat saat melihat bayangan masa lalunya. Ia harus menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang menggerogoti hatinya.
Bersambung...
Alina terbangun dengan keringat dingin membasahi tubuhnya. Jantungnya berdebar kencang, napasnya tersengal-sengal. Mimpi itu lagi. Mimpi yang selalu menghantuinya setiap malam
Naya melangkah cepat, sepatu hak tingginya mengetuk lantai marmer koridor kantor dengan irama yang familiar. Wajahnya, yang biasanya memancarkan keceriaan, tampak lesu. Matanya, yang biasanya berbinar dengan semangat, kini redup, seolah memendam beban berat.
Kota Harapan, dengan rumah-rumah tua bercat warna pastel dan taman-taman kecil yang tertata rapi, terasa begitu damai dan menenangkan. Aria, seorang fotografer muda yang baru saja pindah ke sini, berharap dapat menemukan inspirasi baru untuk karyanya. Ia ingin menangkap keindahan sederhana yang terpancar dari setiap sudut kota ini.
Mentari mulai meredup, menorehkan warna jingga dan ungu di cakrawala. Ombak berdesir lembut di bibir pantai, menyapa kaki-kaki telanjang Laras yang menapaki pasir lembut. Angin sepoi-sepoi membawa aroma laut asin yang familiar, membangkitkan kenangan masa kecil yang terlupakan. Laras memejamkan mata, menghirup dalam-dalam udara segar yang terasa begitu menenangkan.
Safira adalah seorang gadis berusia 25 tahun yang tinggal di kota kecil bernama Springville. Ia memiliki wajah yang cantik dengan mata berwarna cokelat yang memikat dan senyum yang ramah. Safira dikenal sebagai sosok yang selalu siap membantu orang lain tanpa pamrih.
Maya, yang kini menjalani kehidupan setelah kehilangan Rama, merasa hampa dan kesepian. Namun, suatu hari, dia menerima sebuah kejutan tak terduga yang mengubah hidupnya. Dia bertemu dengan seseorang yang secara kebetulan memiliki banyak kesamaan dengan Rama, baik dalam penampilan maupun kepribadian.
Seto lalu merebahkan tubuh Anissa, melumat habis puting payudara istrinya yang kian mengeras dan memberikan gigitan-gigitan kecil. Perlahan, jilatannya berangsur turun ke puser, perut hingga ke kelubang kenikmatan Anissa yang berambut super lebat. Malam itu, disebuah daerah yang terletak dipinggir kota. sepasang suami istri sedang asyik melakukan kebiasaan paginya. Dikala pasangan lain sedang seru-serunya beristirahat dan terbuai mimpi, pasangan ini malah sengaja memotong waktu tidurnya, hanya untuk melampiaskan nafsu birahinya dipagi hari. Mungkin karena sudah terbiasa, mereka sama sekali tak menghiraukan dinginnya udara malam itu. tujuan mereka hanya satu, ingin saling melampiaskan nafsu birahi mereka secepat mungkin, sebanyak mungkin, dan senikmat mungkin.
Sayup-sayup terdengar suara bu ustadzah, aku terkaget bu ustazah langsung membuka gamisnya terlihat beha dan cd hitam yang ia kenakan.. Aku benar-benar terpana seorang ustazah membuka gamisnya dihadapanku, aku tak bisa berkata-kata, kemudian beliau membuka kaitan behanya lepas lah gundukan gunung kemabr yang kira-kira ku taksir berukuran 36B nan indah.. Meski sudah menyusui anak tetap saja kencang dan tidak kendur gunung kemabar ustazah. Ketika ustadzah ingin membuka celana dalam yg ia gunakan….. Hari smakin hari aku semakin mengagumi sosok ustadzah ika.. Entah apa yang merasuki jiwaku, ustadzah ika semakin terlihat cantik dan menarik. Sering aku berhayal membayangkan tubuh molek dibalik gamis panjang hijab syar'i nan lebar ustadzah ika. Terkadang itu slalu mengganggu tidur malamku. Disaat aku tertidur…..
Chelsea mengabdikan tiga tahun hidupnya untuk pacarnya, tetapi semuanya sia-sia. Dia melihatnya hanya sebagai gadis desa dan meninggalkannya di altar untuk bersama cinta sejatinya. Setelah ditinggalkan, Chelsea mendapatkan kembali identitasnya sebagai cucu dari orang terkaya di kota itu, mewarisi kekayaan triliunan rupiah, dan akhirnya naik ke puncak. Namun kesuksesannya mengundang rasa iri orang lain, dan orang-orang terus-menerus berusaha menjatuhkannya. Saat dia menangani pembuat onar ini satu per satu, Nicholas, yang terkenal karena kekejamannya, berdiri dan menyemangati dia. "Bagus sekali, Sayang!"
BERISI ADEGAN HOT++ Leo pria tampan dihadapan dengan situasi sulit, calon mertuanya yang merupakan janda meminta syarat agar Leo memberikan kenikmatan untuknya. Begitu juga dengan Dinda, tanpa sepengetahuan Leo, ternyata ayahnya memberikan persyaratan yang membuat Dinda kaget. Pak Bram yang juga seorang duda merasa tergoda dengan Dinda calon menantunya. Lantas, bagaimana dengan mereka berdua? Apakah mereka akan menerima semua itu, hidup saling mengkhianati di belakang? Atau bagaimana? CERITA INI SERU BANGET... WAJIB KAMU KOLEKSI DAN MEMBACANYA SAMPAI SELESAI !!
Aku bingung dengan situasi yang menimpaku saat ini, Dimana kakak iparku mengekangku layaknya seorang kekasih. Bahkan perhatian yang diberikan padaku-pun jauh melebihi perhatiannya pada istrinya. Ternyata dibalik itu semua, ada sebuah misteri yang aku sendiri bingung harus mempercayai atau tidak.