Dengan tergesa-gesa, dia melangkah menuju pintu sebuah restoran mewah yang seakan memancarkan kehangatan di tengah badai.
"Mungkin aku bisa meminta bantuan di restoran ini, setidaknya menghubungi majikanku," gumam Sarah lalu membuka pintu masuk.
Begitu dia memasuki restoran itu, suasana berubah secara drastis. Di dalam restoran, lampu-lampu redup menyoroti seorang pria dengan setelan jas mewah yang duduk di sebuah meja, tetapi keadaan yang lebih mengejutkan adalah bahwa meja itu dikelilingi oleh pria-pria bertubuh besar dengan wajah serius.
"Eh ..."
Terlalu terlambat untuk mundur, Sarah merasa ketegangan memenuhi ruangan. Kedua netra milik gadis cantik berusia 19 tahun itu membola.
Di ujung meja, di antara pria-pria yang mungkin saja anggota mafia, pria itu, Luca, sedang berdebat keras dengan salah satu dari mereka. Kata-kata berubah menjadi aksi ketika Luca tiba-tiba menarik pistol dari balik jasnya.
Dorr!
Suara tembakan menggelegar di dalam restoran yang tiba-tiba hening. Sarah berdiri membeku, mata terbelalak, dan tanpa sadar berlindung di balik pilar terdekat.
Luca, terkena tembakan di bahunya, jatuh ke lantai dengan gemetar. Darah merah gelap menyebar di atas mantel putihnya.
"Luca!" teriak salah satu pria di sekitar meja, berusaha mendekatinya, tetapi beberapa pria menahan dan memblokir jalannya.
Sarah, sekarang tak tahu harus berbuat apa, posisinya paling dekat dengan Luca. Dia berpikir harus segera menolong pria itu.
Secepat kilat langsung meraih jas hujan dan berlari mendekati Luca yang terluka. "Kamu tertembak, kita harus keluar dari sini!" katanya panik.
Dia mencoba menopang Luca yang kesakitan, dan pria-pria di sekitarnya, terlalu terkejut oleh apa yang baru saja terjadi, hanya bisa menatap dengan bingung. Mereka saling menatap karena gadis ini sedang merenggang nyawa.
Ini adalah pertemuan yang mendebarkan antara Sarah dan Luca, yang tanpa sengaja membawa mereka bersama dalam situasi berbahaya.
Sarah menarik tangan Luca, melintangkan tangan Luca ke bahunya, mencoba untuk memindahkan pria yang terluka itu. Luca gemetar, tetapi dia masih bisa berjalan walau dia sendiri bingung terhadap tindakan gadis yang tidak dikenalnya sama sekali.
Mereka melintasi lorong restoran yang sepi menuju pintu belakang, menghindari perhatian yang semakin ramai. Hujan masih deras, tetapi itu tidak terlalu penting sekarang.
Saat mereka mencapai pintu belakang, Luca mendengus pelan. "Siapa kamu?" tanyanya dengan suara parau dan wajah yang pucat.
Dar*h mengalir dari bahunya yang tertembak.
"Namaku Sarah, pengantar makanan," jawab Sarah dengan cepat. "Kita harus keluar dari sini, cepat!"
Gadis yang berani itu bergerak cepat dan berusaha untuk menolong pria yang tidak dikenalnya itu.
Mereka memasuki lorong sempit yang dipenuhi tong sampah dan barang-barang lain yang tidak terpakai.
Sarah membantu Luca menutupi luka tembakannya dengan handuk kecil miliknya. Ada suara langkah kaki mendekat di lorong itu, membuat mereka berdua merinding.
"Kita tidak bisa keluar dari sini," kata Luca dengan napas terengah-engah. "Mereka akan menemukan kita." Luca menahan tangan Sarah yang masih hendak menariknya.
Sarah merenung sebentar, lalu menunjuk pintu kecil di sisi lorong. "Ada tangga ke bawah di sana. Aku tahu jalan tikus di bawah, kita bisa melarikan diri dari sana."
"Jalan tikus?"
Luca sedikit heran atas perkataan dan keberanian wanita ini, dia pun setuju, dan mereka menyelinap ke bawah menggunakan tangga sempit menuju ruang bawah tanah yang tersembunyi.
Ruangan itu gelap, hanya terang oleh sinar bulan yang samar-samar masuk melalui jendela tinggi. Di tengah ruangan, Sarah membantu Luca duduk di atas lantai yang dingin.
"Kamu pasti tahu bahwa mereka akan mencari kita, seharusnya kamu meninggalkanku di sana saja," kata Luca dengan rasa cemas karena secara tidak sengaja sudah melibatkan gadis yang tidak bersalah.