/0/20420/coverbig.jpg?v=f3f8e9d646b8c8f4ed851d99feb9418c)
Billie adalah pria harmonis. Namun, di balik kesempurnaan itu, Billie merasakan kehampaan dalam hidupnya. Billie mulai mengenang masa yang penuh gairah bersama mantan kekasihnya. Kehidupan liar dan penuh warna yang pernah ia jalani bersama para gadis terus menghantui pikirannya. Ketika Celine tiba-tiba muncul kembali dalam hidupnya, Billie dihadapkan pada dilema antara mempertahankan atau mengejar kembali gairah masa lalunya.
Sebuah penghapus melayang tepat mengenai sasaran. Penghapus itu mengenai kepala seorang murid yang sedang tidur di dalam kelas saat jam belajar dimulai.
Sontak saja murid itu terkejut, dan ia segera bangun dari tidurnya. Tangan kanannya langsung mengusap kepala seraya kedua matanya melirik ke arah kiri dan kanan untuk melihat keadaan dalam ruangan.
Sepasang mata pria itu melirik ke arah lantai, dan ia melihat sesuatu di sana.
"Aduh... celaka! Pasti sudah ada guru nih!" celotehnya saat melihat sebuah penghapus tergeletak di lantai dekat dengan sepatu miliknya.
Sepatunya yang berwarna hitam kini terlihat sebagian berwarna putih.
Ibu guru yang sedang mengajar di kelas itu langsung berdiri.
"Billie! Bawa penghapus Ibu ke depan," panggil Tia, seorang guru bahasa.
Guru itu bernama Tia Asmara. Ia masih lajang, berpenampilan menarik, berambut panjang terurai, dan berkulit putih. Usianya sekitar dua puluh tiga tahun dan masih sangat muda.
Tanpa disuruh dua kali, murid yang bernama asli Billie Rahardian mengambil penghapus yang berada di lantai. Kakinya melangkah dengan malas ke depan, sementara kepalanya tertunduk takut karena merasa bersalah telah tidur di dalam kelas.
Mulutnya meracau tak karuan. Entah apa yang sedang ia ucapkan sambil melangkah ke depan menemui gurunya.
"Maaf, Bu," ucap Billie, lalu ia menyimpan penghapus itu di meja guru.
Guru itu sangat cantik, dan kulit wajahnya sangat halus. Namun kali ini, raut wajah cantik Tia berubah saat mengetahui ada murid yang tidur saat ia sedang mengajar di kelas. Tia segera memperingatkannya agar kejadian itu tidak terulang kembali.
"Billie! Lain kali jangan seperti itu. Setelah istirahat, kamu harus ke ruang guru dan temui saya di sana," pinta Tia kepada murid yang melakukan kesalahan.
Kepala Billie tetap tertunduk takut. Meskipun ia disegani di luar sekolah, dalam lingkungan sekolah ia adalah murid teladan dan tak pernah membantah ucapan atau perintah dari guru.
"Jiaah, kena deh! Pasti nanti dia nyerocos terus kayak ibu tiri, nggak berhenti ngomong," keluh Billie. Lamunannya buyar seketika saat guru yang cantik itu memanggil namanya.
"Billie! Kamu dengar Ibu nggak?" panggil Tia saat melihat murid itu malah melamun dengan tatapan mata kosong.
Tia masih berdiri dengan tangan kiri bertolak pinggang dan tangan kanan memegang penghapus yang baru saja dikembalikan Billie.
"Iya, Bu. Saya dengar," jawab Billie dengan gemetar.
"Coba, tadi Ibu bilang apa sama kamu?"
"Saya harus ke rumah Ibu. Eh, maksud saya ke ruangan Ibu," jawab Billie salah ucap karena grogi menghadapi guru cantik di hadapannya.
Guru cantik itu menggelengkan kepala melihat tingkah Billie, yang meskipun cerdas, belum bisa mengubah sifatnya.
"Sudah! Sekarang kamu boleh duduk kembali. Dan jangan lupa, saat istirahat nanti kamu harus datang ke ruangan Ibu."
"Terima kasih, Bu. Saat istirahat nanti, saya ke ruangan Ibu," jawab Billie sebelum segera kembali ke tempat duduknya.
Billie terlihat kesal. Tangannya mendadak mencubit teman sebangkunya, lalu berkata, "Rese lu! Kenapa lu nggak bangunin gue kalau ada guru?" bisiknya pelan agar tak terdengar oleh guru yang mulai mengajar lagi.
Temannya seolah sengaja menyimpan sesuatu dalam pikirannya. Ia membalas perkataan Billie dengan tenang.
"Maaf, Bil, gue kelupaan nggak ngasih tahu lu," ujar Usep, menahan perutnya sambil tertawa.
"Rese lu, Sep! Lu malah ngeledek gue! Awas aja lu kalau minta tolong gue lagi. Gue nggak sudi nolongin lu!" ancam Billie dengan wajah serius dan garang.
"Maaf, Bil. Bukan maksud gue ngeledek lu. Asli, gue lupa nggak ngasih tahu kalau ada guru," timpal Usep dengan wajah ketakutan saat menatap wajah Billie yang tampak beringas.
Murid itu bernama Billie Rahardian. Ia keturunan Indo-Belanda. Kakeknya asli orang Belanda, sedangkan neneknya asli orang Indonesia. Namun, ia tidak bisa berbahasa Belanda karena kedua orang tuanya tidak pernah mengajaknya atau mengunjungi kakek dan neneknya di Belanda.
Bil, nama kecilnya, kini duduk di bangku kelas tiga SMA. Rambutnya belah tengah berwarna hitam, kulitnya putih, hidungnya mancung, dan tinggi seperti orang Indonesia pada umumnya.
Billie memiliki adik bernama Clara. Rambutnya ikal, wajahnya khas Indo-Belanda, hidungnya mancung, kulitnya putih, dan matanya lentik. Clara duduk di bangku kelas tiga SMP.
Clara satu sekolah dengan Billie, dan dalam kesehariannya mereka menolak untuk diantar-jemput. Kakak beradik itu lebih memilih naik angkutan umum ketimbang diantar oleh sopir pribadi.
Teng... teng... teng... teng... Bel istirahat berbunyi empat kali. Tia segera merapikan buku yang ada di atas meja dan memasukkannya ke dalam tas. Kakinya melangkah keluar menuju ruang guru.
"Bil, ke kantin yuk!" ajak Usep yang sudah berdiri di samping meja.
Billie teringat ucapan dari Tia, dan ia harus segera menemuinya.
"Nanti gue nyusul, Sep. Gue harus ke ruang guru." Billie langsung melangkah ke ruang guru untuk menemui Tia di sana.
Tok... tok... tok... "Masuk," sahut Tia dari dalam yang sudah sejak tadi menunggu kedatangan murid tersebut.
Billie membuka pintu ruang guru. Kedua kakinya melangkah masuk perlahan untuk menemui Tia yang sudah menunggunya.
"Silakan duduk," ucap Tia sambil menunjuk kursi yang sudah ada di depan mejanya.
Billie menarik kursi kayu dan langsung duduk seraya menundukkan kepala karena merasa bersalah. Tia menatap sedih melihat perilaku Billie hari ini. Ia segera menanyakan penyebabnya.
"Billie, tolong jelaskan kepada Ibu. Kenapa kamu sampai tidur di kelas saat Ibu mengajar?" tanya Tia dengan tegas, menatap tajam ke arah murid yang berada di depannya.
"Anu, Bu... Semalam saya begadang nonton bola sampai jam tiga pagi. Maafkan kesalahan saya, Bu!" jawab Billie dengan kepala masih tertunduk takut.
Tia menggelengkan kepala.
"Coba kamu lihat ke sini, lihat Ibu! Jangan menunduk terus. Mana bisa Ibu melihat wajahmu," ujar Tia menyuruh murid itu agar tidak terus menunduk.
Billie mengangkat kepalanya perlahan, dan kedua matanya menatap wajah cantik gurunya yang berada di hadapannya.
"Billie janji, Bu, gak bakal ngulangi lagi hal seperti tadi," spontan kata-kata itu keluar dari bibir lelaki tampan yang merasa bersalah.
Sorot mata Tia melihat Billie seperti menyimpan sesuatu yang selalu ia sembunyikan.
"Sebetulnya kamu ini pintar, cerdas, tampan, dan sangat populer di sekolah. Tapi kenapa kamu jadi seperti ini? Tolong atur jadwal sekolahmu, waktu bermain, dan tidur. Jika kamu masih seperti ini lagi, Ibu akan mengirimkan surat untuk kedua orang tuamu. Mengerti?" Tia merasa lega karena semua isi hatinya sudah ia sampaikan tanpa ada yang tertinggal sedikit pun.
Wajah Billie langsung terkejut mendengar kata-kata itu. Ia segera memohon kepada Tia.
"Jangan, Bu. Aku mohon, jangan kirim surat untuk orang tuaku. Billie janji gak bakal ngulangin lagi," kata Billie dengan serius.
Amarah dan kekesalan di wajah Tia kini telah hilang. Ia tersenyum sambil berucap lembut, "Silakan, kamu boleh istirahat sekarang. Tapi ingat! Jangan diulangi lagi."
Kulihat ada sebuah kamera dengan tripod yang lumayan tinggi di samping meja tulis Mamih. Ada satu set sofa putih di sebelah kananku. Ada pula pintu lain yang tertutup, entah ruangan apa di belakang pintu itu. "Umurmu berapa ?" tanya Mamih "Sembilanbelas, " sahutku. "Sudah punya pengalaman dalam sex ?" tanyanya dengan tatapan menyelidik. "Punya tapi belum banyak Bu, eh Mam ... " "Dengan perempuan nakal ?" "Bukan. Saya belum pernah menyentuh pelacur Mam. " "Lalu pengalamanmu yang belum banyak itu dengan siapa ?" "Dengan ... dengan saudara sepupu, " sahutku jujur. Mamih mengangguk - angguk sambil tersenyum. "Kamu benar - benar berniat untuk menjadi pemuas ?" "Iya, saya berminat. " "Apa yang mendorongmu ingin menjadi pemuas ?" "Pertama karena saya butuh uang. " "Kedua ?" "Kedua, karena ingin mencari pengalaman sebanyak mungkin dalam soal sex. " "Sebenarnya kamu lebih tampan daripada Danke. Kurasa kamu bakal banyak penggemar nanti. Tapi kamu harus terlatih untuk memuaskan birahi perempuan yang rata - rata di atas tigapuluh tahun sampai limapuluh tahunan. " "Saya siap Mam. " "Coba kamu berdiri dan perlihatkan punyamu seperti apa. " Sesuai dengan petunjuk Danke, aku tak boleh menolak pada apa pun yang Mamih perintahkan. Kuturunkan ritsleting celana jeansku. Lalu kuturunkan celana jeans dan celana dalamku sampai paha.
Binar Mentari menikah dengan Barra Atmadja,pria yang sangat berkuasa, namun hidupnya tidak bahagia karena suaminya selalu memandang rendah dirinya. Tiga tahun bersama membuat Binar meninggalkan suaminya dan bercerai darinya karena keberadaannya tak pernah dianggap dan dihina dihadapan semua orang. Binar memilih diam dan pergi. Enam tahun kemudian, Binar kembali ke tanah air dengan dua anak kembar yang cerdas dan menggemaskan, sekarang dia telah menjadi dokter yang berbakat dan terkenal dan banyak pria hebat yang jatuh cinta padanya! Mantan suaminya, Barra, sekarang menyesal dan ingin kembali pada pelukannya. Akankah Binar memaafkan sang mantan? "Mami, Papi memintamu kembali? Apakah Mami masih mencintainya?"
WARNING 21+‼️ (Mengandung adegan dewasa) Di balik seragam sekolah menengah dan hobinya bermain basket, Julian menyimpan gejolak hasrat yang tak terduga. Ketertarikannya pada Tante Namira, pemilik rental PlayStation yang menjadi tempat pelariannya, bukan lagi sekadar kekaguman. Aura menggoda Tante Namira, dengan lekuk tubuh yang menantang dan tatapan yang menyimpan misteri, selalu berhasil membuat jantung Julian berdebar kencang. Sebuah siang yang sepi di rental PS menjadi titik balik. Permintaan sederhana dari Tante Namira untuk memijat punggung yang pegal membuka gerbang menuju dunia yang selama ini hanya berani dibayangkannya. Sentuhan pertama yang canggung, desahan pelan yang menggelitik, dan aroma tubuh Tante Namira yang memabukkan, semuanya berpadu menjadi ledakan hasrat yang tak tertahankan. Malam itu, batas usia dan norma sosial runtuh dalam sebuah pertemuan intim yang membakar. Namun, petualangan Julian tidak berhenti di sana. Pengalaman pertamanya dengan Tante Namira bagaikan api yang menyulut dahaga akan sensasi terlarang. Seolah alam semesta berkonspirasi, Julian menemukan dirinya terjerat dalam jaring-jaring kenikmatan terlarang dengan sosok-sosok wanita yang jauh lebih dewasa dan memiliki daya pikatnya masing-masing. Mulai dari sentuhan penuh dominasi di ruang kelas, bisikan menggoda di tengah malam, hingga kehangatan ranjang seorang perawat yang merawatnya, Julian menjelajahi setiap tikungan hasrat dengan keberanian yang mencengangkan. Setiap pertemuan adalah babak baru, menguji batas moral dan membuka tabir rahasia tersembunyi di balik sosok-sosok yang selama ini dianggapnya biasa. Ia terombang-ambing antara rasa bersalah dan kenikmatan yang memabukkan, terperangkap dalam pusaran gairah terlarang yang semakin menghanyutkannya. Lalu, bagaimana Julian akan menghadapi konsekuensi dari pilihan-pilihan beraninya? Akankah ia terus menari di tepi jurang, mempermainkan api hasrat yang bisa membakarnya kapan saja? Dan rahasia apa saja yang akan terungkap seiring berjalannya petualangan cintanya yang penuh dosa ini?
Hidup itu indah, kalau belum indah berarti hidup belum berakhir. Begitu lah motto hidup yang Nayla jalani. Setiap kali ia mengalami kesulitan dalam hidupnya. Ia selalu mengingat motto hidupnya. Ia tahu, ia sangat yakin akan hal itu. Tak pernah ada keraguan sedikitpun dalam hatinya kalau kehidupan seseorang tidak akan berakhir dengan indah. Pasti akan indah. Hanya kedatangannya saja yang membedakan kehidupan dari masing – masing orang. Lama – lama Nayla merasa tidak kuat lagi. Tanpa disadari, ia pun ambruk diatas sofa panjang yang berada di ruang tamu rumahnya. Ia terbaring dalam posisi terlentang. Roti yang dipegangnya pun terjatuh ke lantai. Berikut juga hapenya yang untungnya cuma terjatuh diatas sofa panjangnya. Diam – diam, ditengah keadaan Nayla yang tertidur senyap. Terdapat sosok yang tersenyum saat melihat mangsanya telah tertidur persis seperti apa yang telah ia rencanakan. Sosok itu pelan – pelan mendekat sambil menatap keindahan tubuh Nayla dengan jarak yang begitu dekat. “Beristirahatlah sayang, pasti capek kan bekerja seharian ?” Ucapnya sambil menatap roti yang sedang Nayla pegang. Sosok itu kian mendekat, sosok itu lalu menyentuh dada Nayla untuk pertama kalinya menggunakan kedua tangannya. “Gilaaa kenyel banget… Emang gak ada yang bisa ngalahin susunya akhwat yang baru aja nikah” Ucapnya sambil meremas – remas dada Nayla. “Mmmpphhh” Desah Nayla dalam tidurnya yang mengejutkan sosok itu.
21+ !!! Harap bijak memilih bacaan HANYA UNTUK DEWASA. Untuk menguji kesetiaan pasangan masing-masing akhirnya Arga dan rekan-rekan sekantornya menyetujui tantangan gila Dako yang mengusulkan untuk membolehkan saling merayu dan menggoda pasangan rekan yang lain selama liburan di pulau nanti. Tanpa amarah dan tanpa cemburu. Semua sah di lakukan selama masih berada di pulau dan tantangan akan berakhir ketika mereka meninggalkan pulau. Dan itu lah awal dari semua permainan gila yang menantang ini di mulai...