/0/20569/coverbig.jpg?v=20250124101140)
Pembunuh gila setengah binatang. Itulah julukan orang-orang untuknya.. Zane Alexander Thorn, lahir sebagai bintang jenderal yang memimpin pasukan elit di dunia yang hampir hancur. Semua orang membencinya, termasuk dirinya sendiri. Hidup dibawah bayang-bayang ayahnya demi misi, hingga rela menjadi senjata mematikan yang siap untuk membunuh. Sifatnya dingin dan kejam, hatinya sekeras baja dan tatapan matanya mampu menusuk tulang. Aura keberadaannya sangat kuat dan mengintimidasi, siapapun akan meringkuk ketakutan ketika berhadapan langsung dengannya. Manusia biasa? Tidak. Semua yang dimilikinya nyaris sempurna dan tiada celah hingga dirinya lebih seperti sosok monster yang 'sengaja' dibiarkan hidup. Namun, bukan berarti dirinya tak memiliki hati. Berawal dari menolak perjodohan politik ayahnya, hingga berhasil mengurung seorang gadis aneh berkekuatan super di balik jeruji besi. Tetapi bukannya kembali berperang untuk mempertahankan wilayahnya, Jenderal perang berdarah dingin itu justru menguak rahasia dibalik keanehan yang terus terjadi. Bahkan ia tersihir oleh sentuhan gadis itu! Ini adalah kisah Sang Jenderal. Bagaimana kelanjutan kisahnya?
Di sebuah ruang pertemuan yang megah dan gelap, seorang anak berlutut di hadapan ayahnya. "Kau memanggilku?" tanyanya, meski anak itu sudah bisa menebak apa yang akan dibicarakan bersama ayahnya.
Momen ini selalu menandakan masalah besar, atau lebih buruk-rencana licik yang melibatkan dirinya.
"Waktunya sudah tiba. Kau harus menikahi Elara, putri Dewan Menteri. Aliansi ini akan memperkuat kekuasaan kita dan menjaga dominasi keluarga Thorn."
Zane Alexander Thorn mengepalkan tangannya di sisi tubuhnya, menahan gejolak perasaan yang membakar di dadanya. "Aku tidak akan melakukannya," jawabnya tegas, suaranya tenang namun penuh tekad.
The Dominion berdiri megah di atas perbukitan, menjulang sebagai simbol kekuasaan dan kendali di tengah kekacauan dunia luar. Dinding dan pintunya terbuat dari batu dengan teknologi tinggi. Gerbangnya tidak dapat ditembus, dan dijaga oleh pasukan bersenjata dengan armor canggih.
Markas ini berada di bawah kekuasaan Marcus Thorn, Panglima Tertinggi yang memerintah dengan tangan besi. Marcus mengontrol setiap aspek kehidupan rakyatnya, termasuk keputusan pernikahan politik untuk putranya, Zane Thorn.
Marcus mengangkat alis, terlihat terkejut dengan penolakan itu. "Ini bukan permintaan, Zane. Ini perintah. Sebagai penerusku, kau harus melakukan apa yang diperlukan untuk kekuatan Dominion."
Ya, disanalah, pria yang mengajarinya segala sesuatu tentang perang dan kekuasaan, menatapnya dari ujung meja panjang itu. Mata sang Panglima Tertinggi menyipit, penuh dengan harapan dingin dan rencana yang sudah ia atur sejak lama.
Zane berdiri di ruang konferensi besar, mengenakan seragam Phantom Vanguard, pasukan elit yang ia pimpin. Wajahnya keras, matanya penuh bayangan kelam dari bertahun-tahun pertempuran. Tidak ada satu pun emosi yang terlihat di balik matanya yang tajam, kecuali amarah yang tersembunyi di balik ketenangan luar biasa.
Zane menatap langsung ke mata ayahnya, tak gentar sedikit pun.
"Aku sudah menjalani hidupku sesuai perintahmu, memerangi musuh-musuhmu, membalas dendam atas kematian yang kau anggap penting. Tapi pernikahan ini?" Zane berhenti sejenak, mengambil napas panjang.
"Aku bersumpah, aku tidak akan menikahi siapapun kecuali orang yang aku cintai."
Marcus berdiri dari kursinya, dia tertawa. Tertawa kecil bahagia, seperti ratusan lonceng, menular sekaligus menakutkan. Namun, wajahnya dengan cepat berubah gelap.
"Cinta?" ejeknya. "Cinta adalah kelemahan, Zane. Tidak ada tempat untuk itu di dunia ini. Kau akan mematuhi, atau kau akan hancur."
Zane mengepalkan tinjunya, merasakan kemarahan yang mendidih di dadanya. Hanya untuk kali ini, Zane menolak dikendalikan.
Marcus tertawa lagi. Kali ini sangat keras. "Ya ampun." Dia tersenyum, cerah, hangat dan sangat tulus. Lalu menggelengkan kepalanya.
"Lihatlah dirimu," katanya berteriak sambil menyeringai.
"Kau seorang pembunuh yang sempurna.. Kau tidak butuh cinta, Zane-kau butuh kekuasaan. Dan pernikahan ini adalah jalan menuju kekuasaan yang lebih besar."
"Aku tidak akan tunduk pada perintah ini," tegas Zane. "Jika kau ingin menikahkan Elara, carilah orang lain. Aku punya takdir sendiri."
Marcus menatap putranya dengan dingin, seolah-olah dia melihat seorang pemberontak, bukan darah dagingnya.
"Jika kau menolak, maka kau akan melawan lebih dari sekadar musuh di luar sana. Kau akan melawan aku."
Zane merasa udara di dalam ruangan menjadi berat, seolah-olah setiap kata yang keluar dari mulut Marcus adalah batu yang menghempaskannya ke dasar laut. Dia tahu bahwa penolakan ini bukan hanya sebuah pernyataan; itu adalah deklarasi perang terhadap ayahnya.
"Aku tidak akan menjadi alatmu lagi," kata Zane, suaranya tegas dan tak terbantahkan. Dia berbalik, bersiap meninggalkan ruangan, tetapi Marcus memanggilnya dengan nada yang penuh ancaman.
"Kau kira kau bisa melarikan diri dari tanggung jawabmu? Setiap langkah yang kau ambil, setiap pertempuran yang kau menangkan, semuanya untukku. Kau tidak akan pernah bisa membebaskan diri dari bayang-bayangku."
Zane berhenti sejenak, menyentuh pintu kayu yang berat sebelum berbalik.
"Mungkin, tapi aku akan berjuang untuk menjadi diriku sendiri. Dan jika itu berarti menentangmu, maka aku akan melakukannya."
Zane melangkah keluar, meninggalkan ruang konferensi. Meninggalkan Marcus yang masih berdiri dengan ekspresi marah dan terkejut. Dia bisa merasakan tatapan ayahnya membakar punggungnya, tetapi dia tidak peduli.
Di luar, seseorang sudah berdiri menunggunya. Seseorang yang sangat disukai Zane. "Mari, Tuan.."
Zane mengangguk singkat dan berkata. "Mantel ku, Reed."
Reed menunduk, tidak berani menatap atasannya alih-alih memberikan mantelnya. Kemudian ia mengikuti Zane dari belakang.
Saat tiba di ruang kerjanya, kepala Zane merasa berat. Ia mengusap tengkuknya yang kaku, beban yang tak tertahankan mendorongnya untuk mencari jalan keluar. Pikirannya pun berputar, lumayan lama, dan tiba-tiba ia terpikirkan sesuatu.
"Siapkan kendaraan."
"Tapi.. Tuan," Reed terlihat panik, hendak mengutarakan sesuatu.
"Kalian tahu apa yang harus dilakukan. Sekarang, pergi!"
"B...baik," katanya ragu-ragu. Reed segera melemparkan hormatnya kemudian melesat pergi.
Hari ini juga Zane memutuskan untuk kembali ke pangkalan militernya. Ia tidak akan membiarkan tubuhnya tidur dibawah atap terkutuk ini. Tidak sebelum ayahnya menangkapnya, mengurungnya dan memberikan siksaan tanpa ampun.
Zane berdiri dari kursi, menatap prajurit-prajurit yang masih tegang.
Begitu mereka melangkah keluar, Zane memutuskan untuk mengambil jalur belakang markas, menghindari jalan utama di mana pengawal ayahnya mungkin berkumpul. Dia bergerak cepat, berusaha menyembunyikan diri di balik bayangan dan sudut-sudut gelap bangunan.
Jantungnya berdegup kencang saat dia berlari, membayangkan wajah marah Marcus ketika dia tahu anaknya telah melarikan diri. Zane menekan pikirannya tentang konsekuensi, hanya fokus pada satu tujuan: keluar.
Sesampainya di pintu belakang, Zane mengintip sekeliling. Tidak ada tanda-tanda pengawal, tapi dia tahu waktu tidak berpihak padanya. Dia melangkah keluar, berlari menyusuri koridor yang sepi.
Begitu dia mencapai gerbang keluar, Zane merasakan getaran dalam dirinya, gelombang otoritas yang tak terhindarkan muncul. Dia bisa merasakan ketegangan di udara, seolah-olah para prajurit yang menjaga gerbang dapat merasakan kehadirannya. "Jangan berhenti," bisiknya pada dirinya sendiri.
Dengan sekali langkah, dia berteriak, "Kau semua akan menghormati keputusanku! Beri aku jalan!"
Seketika, para prajurit yang mengawasi gerbang menundukkan kepala, terpaksa mengikuti perintah yang datang begitu kuat. Mereka terdiam, terperangkap antara rasa hormat dan kebencian. Mengutuk diri mereka sendiri, karena setelah ini akan dihabisi oleh Marcus karena tak becus menangkap Zane.
Zane berlari secepat mungkin, melewati batas markas. Lalu saat ia sampai di pintu belakang, Zane melihat Reed yang sudah menunggu di dekat kendaraan. Wajahnya memancarkan kelegaan.
"Tuan!" seru Reed, menyambut Zane dengan penuh rasa hormat. "Kita harus pergi sebelum mereka kembali menghadangmu."
Zane melangkah ke kendaraan, sambil mendengar bisikan prajurit di belakangnya. Reed membuka pintu, dan Zane melangkah masuk dengan cepat, memeriksa sekelilingnya, memastikan tidak ada ancaman.
"Sekarang!" Zane memerintah, dan Reed segera menginjak gas.
Kendaraan melaju, meninggalkan markas dengan beberapa pengawal yang mengejarnya. Dari dalam mobil, Zane bisa mendengar prajurit-prajurit itu mengumpat.
Sesampainya di pangkalan militer miliknya, Zane disambut oleh prajurit-prajuritnya yang sudah berbaris rapi.
Tubuh mereka tegang namun wajah mereka datar, seolah-olah sudah terbiasa dengan situasi ini. Zane, pemimpin mereka yang tak kenal ampun, berjalan bolak-balik di hadapan mereka dengan langkah berat, tatapan matanya dingin menembus barisan, meneliti setiap wajah. Keheningan yang menakutkan memenuhi udara. Mereka tahu apa yang akan datang.
Zane berhenti tiba-tiba, lalu dengan gerakan tenang, ia mengeluarkan pistol dari sarung di pinggangnya.
"Siapa pun berdiri. Jadilah sasaran." suaranya begitu tenang namun menggema, memecah keheningan.
Tidak ada satu pun yang bergerak. Zane, merasakan kemarahan yang membakar dalam dirinya. Ia sangat lelah, melewati satu hari saja seperti neraka.
"Kalian prajurit pengecut! Tak tahu malu!" teriaknya, suaranya bagaikan petir di langit cerah.
"Tidak ada yang berani?" suaranya rendah. Marah melihat ketidakberanian mereka, Zane mengangkat suaranya lagi.
"Apakah kalian semua ingin mati dalam ketakutan?!" Suaranya menggema, membuat semua orang merinding.
"Siap, tidak. Tuan!"
"Di medan perang, hanya keberanian yang akan membawa kita hidup. Apa kalian ingin mati di tempat tanpa berjuang?!"
"SIAP TIDAK TUAN!"
Akhirnya salah satu prajurit mengangkat tangannya, wajahnya pucat, maju dengan ragu. Zane mengangkat alis, memperhatikan sikapnya dengan tajam.
"Bagus," katanya, senyumnya tidak menjangkau matanya. Zane mengarahkan laras ke arah prajurit yang berdiri kaku.
Suara pelatuk berbunyi, mengisi udara dengan ketegangan yang bisa dipotong dengan pisau.
DUARRRRR
DUARRRRR
DUARRRRRRR
Setiap peluru meleset dengan tepat, menimbulkan suara dentuman yang memekakkan telinga.
Melihat prajurit tersebut berdiri tanpa cedera, Zane merasa sangat puas.
Di saat ia menembak peluru terakhir, seolah waktu berhenti. Dalam keheningan yang menyakitkan, Zane menatap kosong ke depan, menyadari bahwa ia tidak tahu lagi apa yang sebenarnya ia perjuangkan.
Segalanya terasa hampa, dan dengan satu langkah mundur, ia merasakan sesuatu dalam dirinya pecah.
Tiba-tiba kegelapan menyelimutinya, dan seseorang memanggil namanya.
Alina tak pernah meminta banyak-hanya ingin lulus dari Horizon International Academy dan menghilang tanpa jejak. Namun, satu kesalahan mempertemukannya dengan Arion Mahendra Kwon, siswa atlet yang berkuasa, berbahaya, dan diincar timnas Indonesia. Tatapannya menusuk, sikap dinginnya, dan nama keluarganya yang terpandang membuat Arion tak tersentuh-dan Alina, hanya siswi miskin yang mendapat beasiswa, tak mungkin bisa mendekatinya. Tapi mereka terikat oleh satu rahasia gelap-pernikahan yang terpaksa mereka sembunyikan dari dunia. Di antara ketegangan dan kebencian yang membara, perasaan yang tak terduga muncul di tengah gejolak itu. Ketika cinta mulai merayap di antara amarah dan penolakan, Alina takut kehilangan dirinya lagi. Namun, Arion tak hanya ancaman, dia adalah api yang bisa membakar habis sisa hidup Alina. Dan di ambang kehancuran itu, hanya satu pertanyaan tersisa: Akankah mereka bertahan, atau tenggelam dalam cinta yang berbahaya? Note : Follow akun Bakisah Biebiefenimmm. Instagram author biebiefenim_author 🌹 FB: Biebiefenim Author untuk info lebih lanjut agar tahu ilustrasi seluruh karakter dan kisi-kisi update terbaru. Thanks reader, Salam Sayangg dari Author 😘
WARNING 21+ HARAP BIJAK DALAM MEMILIH BACAAN! AREA DEWASA! *** Saat kencan buta, Maia Vandini dijebak. Pria teman kencan butanya memberikan obat perangsang pada minuman Maia. Gadis yang baru lulus SMA ini berusaha untuk melarikan diri. Hingga ia bertemu dengan seorang pria asing yang ternyata seorang CEO. "Akh... panas! Tolong aku, Om.... " "Jangan salahkan aku! Kau yang memulai menggodaku!"
Setelah menikahi akhwat cantik yang lama diidam-idamkan, pria milyarder itu merasa sangat bahagia. Mereka menikmati kehidupan rumah tangga yang bahagia, meski baru seminggu. Namun, ada satu hal yang membuat sang istri merasa terganggu. Suaminya mempunyai kebiasaan yang cukup mengkhawatirkan. Hampir setiap saat, suaminya meminta jatah. Sebelum tidur, saat menyiapkan makanan, bahkan saat mereka sedang santai di ruang keluarga. Sang istri merasa kewalahan. Dia tidak pernah menyangka bahwa suaminya begitu rakus akan kepuasan duniawi. Suatu hari, ketika sang istri sedang memasak di dapur, sang suami mendekatinya dan mulai merayunya. "Sayang, ayo kita berduaan sebentar di kamar," bisik suaminya, sambil mencium leher istri. Dengan wajah merah padam, sang istri mencoba menolak. "Aku sedang memasak, nanti saja ya, Sayang," ujarnya lembut. Namun, suaminya tidak terima penolakan. Dia semakin mendesak, bahkan mulai meraba tubuh sang istri. "Aku tidak bisa menahan nafsu ini, Sayang," desahnya. Akhirnya, sang istri menyerah pada desakan suaminya. Mereka pun bergegas ke kamar untuk melampiaskan hasrat mereka. Sang istri merasa kewalahan menghadapi keperkasaan suaminya yang mencapai 27cm. Dia merasa tubuhnya terlalu lemah untuk mengimbangi nafsu suaminya yang tidak pernah habis. Setelah berhubungan intim, sang istri terkapar lemas di tempat tidur, sementara suaminya bangkit dengan senyum puas
Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."
Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Ketika istrinya tak lagi mampu mengimbangi hasratnya yang membara, Valdi terjerumus dalam kehampaan dan kesendirian yang menyiksa. Setelah perceraian merenggut segalanya, hidupnya terasa kosong-hingga Mayang, gadis muda yang polos dan lugu, hadir dalam kehidupannya. Mayang, yang baru kehilangan ibunya-pembantu setia yang telah lama bekerja di rumah Valdi-tak pernah menduga bahwa kepolosannya akan menjadi alat bagi Valdi untuk memenuhi keinginan terpendamnya. Gadis yang masih hijau dalam dunia dewasa ini tanpa sadar masuk ke dalam permainan Valdi yang penuh tipu daya. Bisakah Mayang, dengan keluguannya, bertahan dari manipulasi pria yang jauh lebih berpengalaman? Ataukah ia akan terjerat dalam permainan berbahaya yang berada di luar kendalinya?
Harap bijak dalam membaca... Bisa mengantar dalam halusinasi untuk berhubungan badan!
Semua orang terkejut ketika tersiar berita bahwa Raivan Bertolius telah bertunangan. Yang lebih mengejutkan lagi adalah bahwa pengantin wanita yang beruntung itu dikatakan hanyalah seorang gadis biasa yang dibesarkan di pedesaan dan tidak dikenal. Suatu malam, wanita iru muncul di sebuah pesta dan mengejutkan semua orang yang hadir. "Astaga, dia terlalu cantik!" Semua pria meneteskan air liur dan para wanita cemburu. Apa yang tidak mereka ketahui adalah bahwa wanita yang dikenal sebagai gadis desa itu sebenarnya adalah pewaris kekayaan triliunan. Tak lama kemudian, rahasia wanita itu terungkap satu per satu. Para elit membicarakannya tanpa henti. "Ya tuhan! Jadi ayahnya adalah orang terkaya di dunia? "Dia juga seorang desainer yang hebat dan misterius, dikagumi banyak orang!" Meskipun begitu, tetap banyak orang tidak percaya bahwa Raivan bisa jatuh cinta padanya. Namun, mereka terkejut lagi. Raivan membungkam semua penentangnya dengan pernyataan, "Saya sangat mencintai tunangan saya yang cantik dan kami akan segera menikah." Ada dua pertanyaan di benak semua orang: mengapa gadis itu menyembunyikan identitasnya? Mengapa Raivan tiba-tiba jatuh cinta padanya?