/0/2142/coverbig.jpg?v=e986214754925a2b76da44b40eaaf529)
Velin yang merupakan seorang penjual bunga tidak pernah menyangka jika pertemuannya kembali dengan Sean di malam reuni SMA membawa petaka dalam hidupnya. Selama 5 tahun tanpa kabar, ternyata Sean tetap sama, seorang yang usil bahkan lebih dari itu. Sean gila! Penderitaan semakin menjadi, saat Sean mengklaim Velin sebagai miliknya. Bahkan Velin harus berurusan dengan nyawa setiap kali Sean berada di dekatnya. Sean bilang itu cinta. Namun, Velin bilang itu petaka! "Obsesiku itu kamu! Jika aku tak mampu memilikimu, sebaiknya dunia menelanmu." - Sean Varza Nasution
Velin menghentikan langkahnya tepat di depan sebuah kafe yang terletak sedikit terpojok karena terimpit dua bangunan tinggi. Hotel yang tingginya melebihi batas penglihatan seorang Velin, dan sebuah bangunan yang masih belum terlihat siap ditempati. Velin menarik napas mencoba menangkan diri karena terlalu gugup. Ia yakin, di dalam sana teman-teman seangkatan dengannya telah berkumpul dan mungkin bercerita tentang kesuksesan masing-masing setelah 5 tahun tidak bersua.
Jujur saja, Velin ragu untuk memasuki kafe yang
terlihat sepi itu. Ia ragu jika di dalam sana akan menjadi seseorang yang terasingkan karena hidupnya tidak memiliki perubahan selama 5 tahun. Dan juga ragu untuk bertemu dengan orang-orang yang dihindari semasa SMA dulu.
Semua mengacaukan otaknya yang terlalu kecil dan pas-pasan untuk berpikir. Seandainya saja otaknya itu bisa lebih genius, mungkin ia akan bekerja di sebuah perusahaan ternama, bukan menjadi pengantar bunga.
Apa lagi yang bisa dilakukan perempuan yang cuma tamat SMA? Pekerjaan di kota besar tidak menjamin sama sekali. Bahkan yang sudah memiliki ijazah sarjana saja bisa berakhir menjadi pengangguran. Lalu, bagaimana dengan dirinya yang hanya tamat SMA?
"Tidak berniat masuk?"
Velin menatap seorang perempuan yang berdiri tepat di sampingnya. Velin menarik napas sedikit kasar. Entah berapa lama ia melamun hingga tidak menyadari jika ada orang lain selain dirinya berdiri di depan kafe.
"Jika ragu, ayo pergi saja dari sini."
Velin mengernyitkan keningnya bingung. Perempuan cantik bak model itu mungkin sedang menyindirnya secara halus saat ini.
"Ada apa dengan wajahmu itu? Hah, aku juga ragu untuk masuk ke dalam sana. Kenangan saat masih SMA berputar terus di depan mataku."
Kalimat itu semakin membuat Velin berpikir lebih ekstra dari biasanya, dan karena otaknya tidak bisa bekerja lebih, maka ia tidak bisa menemukan jawaban dari pertanyaan yang melayang tidak karuan di otaknya.
"Maaf, kamu siapa?" Entah keberanian apa yang mendera Velin hingga ia mampu mengeluarkan suara dari bibirnya yang sejak tadi terbungkam.
"Kamu tidak mengenalku?" Ada kekecewaan dari pertanyaan balik yang diucapkan sang lawan bicara.
Velin menggelengkan kepalanya.
"Natasya. Si cupu yang selalu memakai kacamata tebal. Berjerawat dan kutu buku."
Velin membungkam mulutnya. Natasya? Dia tidak percaya apa yang ia lihat. 5 tahun tanpa mendengar kabar dari masing-masing teman semasa SMA dulu membuat begitu banyak perubahan, salah satunya Natasya. Bagaimana bisa siswi yang dikenal nerd semasa SMA, berubah menjadi perempuan cantik bahkan layak untuk menjadi model.
Wajah itu begitu mulus tanpa ada bekas jerawat di sana. Bahkan terlalu sempurna untuk disebut sebagai manusia. Mungkin, lebih tepatnya saat ini Natasya seperti bidadari yang setiap wajahnya terpahat sempurna.
"Apa kamu melakukan operasi?" Velin memukul kepalanya karena pertanyaan bodohnya itu.
Natasya tersenyum menanggapi pertanyaan Velin. "Ya, kamu benar. Aku melakukan banyak perubahan di tubuhku. Aku tidak ingin menjadi bahan kejahilan lagi."
Lagi-lagi Velin mengangguk seperti orang bodoh. "Pantas saja, itu terlihat sangat sempurna." Velin menunjuk pada wajah Natasya. "Maaf," tambahnya lagi. Ia takut jika Natasya tersinggung dengan kalimat konyolnya.
"Tidak masalah. By the way, mau masuk atau cabut?"
Velin menatap Natasya dengan senyum percaya dirinya. "Kita sudah di sini bukan? Kenapa menyia-nyiakan waktu begitu saja."
"Kamu yakin?" Natasya bertanya untuk meyakinkan dirinya sendiri.
"Ya. Setidaknya kita bisa membanggakan diri di dalam sana, meskipun harus menahan malu karena tidak mampu melakukan apa pun lebih dari yang sekarang ini."
Natasya mengangguk.
"Kamu benar."
Natasya berjalan dengan gontai dan disusul oleh Velin dari belakang. Bohong jika seorang Velin tidak gugup sama sekali, tetapi setidaknya, ia masih punya teman yang memiliki pemikiran seperti dirinya. Ya, Natasya tidak jauh beda darinya. Ragu karena beberapa alasan tertentu.
"Ah, lihat siapa yang datang!" Teriakan menggema dan itu datang dari lelaki yang memakai pakaian terlalu mencolok.
Velin bahkan hampir tertawa kencang saat menyaksikan penampilannya. Kemeja warna kuning dan dilapisi dengan jas berwarna hijau kotak-kotak. Dasi yang warna terlalu bertolak belakang. Bagaimana bisa dasi warna merah menjadi pelengkap kemeja warna kuning? Terlalu lebay.
"Maaf, kami sedikit terlambat." Natasya membungkuk memberi hormat sebelum duduk di tempat kosong, kemudian disusul oleh Velin.
"Wah, si ratu plastik ternyata." Kalimat menyakitkan itu keluar dari bibir seorang Tania. Velin ingat jelas wajah yang selalu terpoles bedak tebal itu. Apa bedanya operasi plastik dengan tambal bedak berlapis-lapis?
Velin melirik Natasya yang tersenyum ramah. Perempuan itu terlalu santai menanggapi hinaan kasar yang diutarakan oleh Tania.
"Terima kasih sudah menyambutku."
Keraguan inilah yang ternyata dialami oleh Natasya. Velin tidak yakin apakah ia bisa setenang Natasya jika nantinya mereka semua melempar pertanyaan-pertanyaan aneh.
"Ngomong-ngomong, apa kamu itu ... Velin?" Tania beralih kepada Velin.
Velin menelan ludahnya. Ia yakin kini gilirannya yang akan menjadi sasaran hinaan dari teman-teman seangkatan dirinya.
"Kamu tidak jauh beda dari dulu ya. Selalu terlihat menyedihkan."
Natasya memegang tangan Velin yang terletak di bawah meja. Menyalurkan kekuatan untuk bertahan dalam keadaan yang tampak kacau.
"Apa pekerjaanmu?" Velin mengalihkan atensinya kepada lelaki yang terlalu norak dalam berpakaian.
"Aku?" Velin menunjuk dirinya. "Aku, ah ... hanya pengantar bunga."
"Benar-benar menyedihkan?" Tania kembali mengucapkan kata-kata menyakitkan. "Kamu terlalu menderita."
"Siapa bilang kalau pengantar bunga itu menderita?"
Semua mata menatap ke arah pintu di mana seorang lelaki tampan berjalan ke arah mereka.
"Arga!" Tania selalu menjadi yang pertama menyadari siapa yang datang meskipun tidak bertemu sangat lama.
"Kapan balik dari Paris?" Tania menggeserkan kursi agar Arga duduk di sampingnya.
Velin menunduk menyadari jika Arga, lelaki yang ia hindari selama bertahun-tahun itu duduk di depannya.
"Seminggu yang lalu. Bagaimana kamu bisa tahu?" Arga tersenyum manis kepada Tania.
Tania terlihat sedikit malu. Wajah itu memerah. "Aku mengikuti akun Instagram-mu."
Natasya hampir memuntahkan minumannya saat nada suara Tania terdengar manja dan terkesan dibuat-buat menjadi seksi.
"Oh, begitu rupanya." Arga masih setia dengan senyumnya namun matanya bukan menatap Tania melain menatap Velin dengan penuh binar. "Hai, lama tidak bertemu."
Velin mengangkat wajahnya saat jemari-jemari mengacak rambutnya.
Matanya membulat sempurna. Mata Onix milik Arga begitu penuh binar membuat jantung Velin berdetak lebih cepat berkali lipat dari biasanya.
"Aku merindukanmu."
Bukan hanya Velin yang terkejut. Tania, Natasya dan yang lain yang turut bergabung dalam acara reuni dadakan itu terkejut bukan main. Bagaimana bisa seorang lelaki yang dulunya menolak Velin, tiba-tiba merindukan sosok itu?
"Kamu tidak merindukanku?"
Velin masih mematung dengan detak jantung yang masih sama.
"Aku menginginkanmu menjadi kekasihku."
What the hell?
Rasanya Velin ingin membentur kepalanya ke dinding untuk menyadarkan dirinya dari mimpi yang terlalu tiba-tiba itu.
"Tidak semudah itu. Lo harus melangkahi mayat gue dulu jika lo mau jadi pacar Velin."
Keterkejutan di kafe itu semakin menjadi saat kehadiran lelaki lain yang entah datang dari mana ikut bergabung.
"Lo tahu 'kan, gue juga suka sama cewek aneh ini."
Velin menatap wajah lelaki yang memegang tangannya dengan sempurna. Velin sangat tahu betul siapa lelaki yang menyebutnya aneh itu.
"Sean?"
Dan hanya senyum tipis yang terukir di bibir tebal nan seksi milik lelaki bernama Sean itu.
"Selamat datang di neraka." Bisikan itu terlalu pelan, layaknya desiran angin yang lewat begitu saja. Sean kembali, dan Velin akan kembali hidup dalam neraka yang dibuat oleh Sean sendiri.
WARNING : AREA 21+ WARNING : AREA 21+ Carolin Azetta, perempuan cantik yang bertubuh gemuk berniat ingin bunuh diri ketika dirinya dikhianati oleh keluarganya hingga bertemu dengan Darren Agler. Rasa cintanya tumbuh hingga bertekad merebut Darren dari Quina. Fitnah ia lontarkan bahkan rela menguruskan badannya. Namun, saat ia sudah memiliki Darren, seseorang bernama Jerremy masuk ke dalam hubungan mereka.
Alenka Gealova tidak menyangka jika kehidupannya berubah total setelah ayah tirinya menjualnya kepada lelaki arogan nan dingin seperti Tuan Antares. Dari seorang yang manja dan bawel, kini Ale begitu nama panggilannya berubah menjadi pendiam nan murung. Apalagi dirinya dipaksa menikah padahal usianya masih 19 tahun. Yang lebih parah lagi adalah Antares hanya menjadikannya istri di depan klien semata! Bagaimana kelanjutan kisah Alenka dan Antares? Stay saja di cerita ini!
Jatuh cinta bisa terjadi pada siapa saja, tidak terkecuali pada istri orang. Itulah yang terjadi pada Alex Spencer, pria pengangguran yang hidup menumpang pada istrinya, Tracy. Pesona Tessa membuatnya jatuh cinta teramat jauh. Sedang, Tessa merupakan istri Kapten Pasukan Elit Angakat Darat Salvador, Leo Willborwn. Jika dibandingkan dengannya, jelas Leo jauh lebih baik dari segi apa pun. Hanya saja, Tessa sering kesepian saat suaminya pergi bertugas. Kesempatan itu pun Alex gunakan untuk menjerat Tessa dalam hasrat gilanya. Mampukah Tessa menahan derasnya godaan birahi?
Kupejamkan mataku, dan kukecup bibirnya dengan lembut, dia menyambutnya. Bibir kami saling terpaut, saling mengecup. Pelan dan lembut, aku tidak ingin terburu-buru. Sejenak hatiku berkecamuk, shit! She got a boyfriend! Tapi sepertinya pikiranku mulai buyar, semakin larut dalam ciuman ini, malah dalam pikiranku, hanya ada Nita. My logic kick in, ku hentikan ciuman itu, kutarik bibirku mejauh darinya. Mata Nita terpejam, menikmati setiap detik ciuman kami, bibir merahnya begitu menggoda, begitu indah. Fu*k the logic, kusambar lagi bibir yang terpampang di depanku itu. Kejadian ini jelas akan mengubah hubungan kami, yang seharusnya hanya sebatas kerjaan, menjadi lebih dari kerjaan, sebatas teman dan lebih dari teman.
Novel Ena-Ena 21+ ini berisi kumpulan cerpen romantis terdiri dari berbagai pengalaman romantis dari berbagai latar belakang profesi yang ada seperti CEO, Janda, Duda, Mertua, Menantu, Satpam, Tentara, Dokter, Pengusaha dan lain-lain. Semua cerpen romantis yang ada pada novel ini sangat menarik untuk disimak dan diikuti jalan ceritanya sehingga bisa sangat memuaskan fantasi para pembacanya. Selamat membaca dan selamat menikmati!
“Aduh!!!” Ririn memekik merasakan beban yang amat berat menimpa tubuhnya. Kami berdua ambruk dia dengan posisi terlentang, aku menindihnya dan dada kami saling menempel erat. Sejenak mata kami bertemu, dadanya terasa kenyal mengganjal dadaku, wajahnya memerah nafasnya memburu, aku merasakan adikku mengeras di balik celana panjang ku, tiba-tiba dia mendesah. “Ahhh, Randy masukin aja!” pekik Ririn.
Kisah seorang ibu rumah tangga yang ditinggal mati suaminya. Widya Ayu Ningrum (24 Tahun) Mulustrasi yang ada hanya sebagai bentuk pemggambran imajinasi seperti apa wajah dan bentuk tubuh dari sang pemain saja. Widya Ayu Ningrum atau biasa disapa Widya. Widya ini seorang ibu rumah tangga dengan usia kini 24 tahun sedangkan suaminya Harjo berusia 27 tahun. Namun Harjo telah pergi meninggalkan Widy sejak 3 tahun silam akibat kecelakaan saat hendak pulang dari merantau dan karna hal itu Widya telah menyandang status sebagai Janda di usianya yang masih dibilang muda itu. Widya dan Harjo dikaruniai 1 orang anak bernama Evan Dwi Harjono