/0/21434/coverbig.jpg?v=28d31df4bc3e5e1d841f634ef2a20bdb)
Nina tidak pernah menyangka bahwa dia akan dipertemukan lagi dengan pria yang sangat dia benci-mantan kekasihnya yang sudah lama hilang dari hidupnya. Setelah berusaha sekuat tenaga untuk menjauh, memilih pindah ke kota lain, dan mulai hidup baru, takdir malah mempertemukannya kembali dengan pria itu di tempat kerjanya. Namun, kali ini, dia bukan hanya sekadar bertemu. Mantan kekasihnya itu kini menjadi bos di kantornya. Kesalahpahaman yang terjadi di masa lalu telah membuat hubungan mereka berakhir dengan sangat buruk, dan kini, mereka berdua saling menghindar, bahkan benci satu sama lain. Padahal, dulu mereka saling mencintai. Namun, seiring berjalannya waktu, Nina mulai mempertanyakan apakah dia akan pergi lagi, meninggalkan semuanya, atau malah bertahan di kantor itu meskipun tekanan dari sang bos semakin besar.
Pagi itu, Nina merasakan ketegangan yang aneh saat melangkah ke kantor. Udara di luar terasa begitu panas, meski matahari baru saja menyembul dari balik awan. Sejak pindah ke kota ini beberapa bulan lalu, Nina merasa hidupnya mulai kembali normal. Dia menikmati ketenangan, jauh dari kenangan buruk dan kebencian yang ia pendam terhadap masa lalunya. Di sini, di kota yang jauh dari semua yang pernah dia kenal, dia berharap bisa mulai dari awal.
Namun, semua harapannya sirna ketika langkah kakinya berhenti di depan pintu kantor yang baru ia masuki pagi itu. Mata Nina langsung tertuju pada papan nama besar di atas pintu ruangan yang tidak asing baginya-"Direktur Utama, Leo Sutrisno." Nama itu terasa begitu berat di dadanya, seolah-olah mengingatkan kembali akan segalanya yang ia coba lupakan.
Seperti di luar kendali, kakinya bergerak sendiri memasuki ruang kantor. Begitu menginjakkan kaki di dalam, suasana di ruangan itu terasa begitu berbeda-berat dan dingin. Nina menelan ludah, matanya tidak bisa lepas dari sosok yang sedang duduk di meja direktur, sibuk dengan tumpukan dokumen di hadapannya.
Leo.
Pria itu masih tampak seperti dulu-terlalu tampan untuk bisa dilupakan. Hanya saja, kini ada sesuatu yang berbeda. Wajahnya yang dulu penuh keceriaan kini dipenuhi dengan ekspresi serius dan penuh kewibawaan. Tak ada lagi senyuman yang dulu selalu membuat hatinya berdebar. Nina merasa udara di sekitar mereka menjadi begitu tebal, hampir sesak, meskipun dia baru saja memasuki ruangan.
"Halo, Nina." Suara Leo terdengar datar, tanpa kehangatan yang biasanya mengiringi namanya.
Nina hampir tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Leo berbicara seolah-olah tidak ada apa-apa yang terjadi antara mereka. Seolah-olah perpisahan yang menyakitkan itu tidak pernah terjadi, dan semua kenangan indah yang pernah mereka bagi hanya terhapus begitu saja.
Nina menatap Leo dengan tatapan tajam. "Apa yang kamu lakukan di sini?" tanyanya, berusaha menahan suara yang hampir pecah. "Apa-apaan ini, Leo?"
Leo hanya menatapnya dengan pandangan kosong, seolah tidak ada yang perlu dijelaskan. "Aku bos di sini," jawabnya, suaranya datar namun penuh makna.
Setiap kata yang keluar dari mulut Leo seperti menambah beban di dada Nina. Dia ingin marah, ingin meluapkan semua rasa sakit yang selama ini dipendam, namun tubuhnya terasa kaku. Seperti ada sesuatu yang menahannya untuk tidak meledak di depan Leo.
"Kamu... Bos?" Nina menyebutkan kata itu dengan rasa terkejut dan penuh kebencian. "Jadi, kamu jadi bos di sini, di tempat yang aku bekerja?"
Leo mengangguk pelan, matanya tidak berpaling sedikit pun dari Nina. "Sepertinya ini takdir," katanya, walaupun suaranya lebih terdengar seperti pernyataan kosong. "Kita berdua berada di tempat yang sama sekarang."
Nina berusaha untuk tetap tenang, meskipun perasaannya bergolak hebat. Dia berbalik dan berjalan ke arah meja kerjanya, mencoba menghindari tatapan Leo. Hati Nina terasa seperti tertusuk, kenangan-kenangan tentang mereka berdua kembali menghantui pikirannya. Dulu, dia dan Leo begitu saling mencintai. Mereka berbagi tawa, berbagi impian, hingga akhirnya segalanya hancur karena sebuah kesalahpahaman yang tak pernah benar-benar dijelaskan.
"Kenapa kamu tidak bilang kalau kamu akan kembali?" Nina berusaha mengendalikan emosinya, suaranya penuh dengan ketegangan yang tertahan. "Kenapa kamu tidak memberi tahu aku, Leo?"
Leo berdiri dan berjalan mendekat, jaraknya hanya beberapa langkah dari Nina. Dia melihat Nina dengan tatapan yang penuh arti. "Kamu pikir aku harus memberi tahu kamu tentang semua keputusan hidupku?" tanyanya dengan nada yang menusuk. "Kamu pikir aku harus menjelaskan segala hal kepada kamu setelah yang terjadi di masa lalu?"
Seketika, Nina merasa hatinya teriris. Kata-kata Leo bagaikan pedang yang menusuk langsung ke dalam dirinya. "Aku tidak tahu, Leo," jawabnya dengan suara bergetar. "Aku hanya... Aku hanya ingin mengerti kenapa kamu meninggalkanku tanpa penjelasan. Kenapa kamu membiarkan aku terpuruk sendirian?"
Leo terdiam beberapa saat, ekspresinya berubah menjadi lebih serius. "Kamu tidak akan pernah mengerti, Nina. Aku melakukan itu karena aku pikir itu yang terbaik untuk kita berdua."
"Terbaik?" Nina hampir tidak bisa mempercayai apa yang baru saja didengarnya. "Kamu pikir meninggalkanku tanpa kata-kata adalah yang terbaik? Kamu hancurkan semuanya, Leo. Semua yang kita bangun, kamu hancurkan begitu saja!"
Leo mendekatkan wajahnya ke Nina, matanya menatapnya dengan intens. "Aku tidak pernah ingin melukai kamu, Nina," katanya pelan, hampir seperti sebuah bisikan. "Tapi ini bukan soal cinta lagi. Ini soal kenyataan yang harus kita hadapi."
Nina menatapnya dengan penuh amarah. "Lalu apa yang kamu inginkan dari aku sekarang? Aku harus tinggal di sini dan menjadi bagian dari hidupmu yang sudah rusak? Begitu saja?"
Leo menunduk, napasnya terdengar berat. "Kamu harus bekerja di sini, Nina. Tidak ada pilihan lain." Suaranya berubah tegas. "Ini adalah keputusan yang harus kita jalani, entah kita suka atau tidak."
Nina merasa seolah-olah dunianya runtuh. Tidak hanya dia harus menghadapi kenyataan bahwa Leo adalah bosnya sekarang, tapi juga bahwa perasaan yang telah lama terkubur kini muncul kembali, membawa sakit yang lama terkubur. Namun, satu hal yang pasti-dia tidak akan menyerah begitu saja. Dia akan bertahan, meskipun harus menghadapi Leo setiap hari.
"Jadi, aku harus bekerja di sini, dengan kamu," ucap Nina akhirnya, suaranya lirih namun penuh tekad. "Meskipun itu berarti aku harus menghadapi masa lalu yang kau hancurkan."
Leo menatap Nina dalam-dalam, tak tahu lagi harus berkata apa. Namun, satu hal yang jelas-kehadiran Nina di kantornya akan mengubah segala hal, baik bagi keduanya.
Mereka terjebak dalam situasi yang sulit, dan hanya waktu yang bisa memberi jawaban tentang apa yang akan terjadi selanjutnya.
Risa Ayu Cahyaningrum adalah seorang dokter spesialis ternama yang bekerja di rumah sakit besar dan memiliki klinik pribadi yang sukses. Namun, ia direndahkan oleh ibu kekasihnya, seorang perwira TNI berpangkat Mayor, karena latar belakang keluarganya yang sederhana. Sang ibu beranggapan bahwa seorang dokter sekalipun tidak cukup baik untuk anaknya jika berasal dari keluarga petani. Risa bertekad membuktikan bahwa cinta sejati tidak memandang status sosial. Dalam perjalanan itu, ia harus menghadapi tantangan, intrik, dan konflik keluarga yang menguji kesabaran dan cintanya.
Istriku Lidya yang masih berusia 25 tahun rasanya memang masih pantas untuk merasakan bahagia bermain di luar sana, lagipula dia punya uang. Biarlah dia pergi tanpaku, namun pertanyaannya, dengan siapa dia berbahagia diluar sana? Makin hari kecurigaanku semakin besar, kalau dia bisa saja tak keluar bersama sahabat kantornya yang perempuan, lalu dengan siapa? Sesaat setelah Lidya membohongiku dengan ‘karangan palsunya’ tentang kegiatannya di hari ini. Aku langsung membalikan tubuh Lidya, kini tubuhku menindihnya. Antara nafsu telah dikhianati bercampur nafsu birahi akan tubuhnya yang sudah kusimpan sedari pagi.
Ika adalah seorang ibu rumah tangga yang harus berjuang mencari nafkah sendiri karena suaminya yang sakit. Tiba-tiba bagai petir di siang bolong, Bapak Mertuanya memberikan penawaran untuk menggantikan posisi anaknya, menafkahi lahir dan batin.
Disuruh menikah dengan mayat? Ihh ... ngeri tapi itulah yang terjadi pada Angel. Dia harus menikah dengan mayat seorang CEO muda yang tampan karena hutang budi keluarga dan imbalan 2 milyar! Demi keluarganya, pada akhirnya Angel terpaksa menerima pernikahan itu! Tapi, ternyata mayat pengantin pria itu masih hidup! Apa yang akan terjadi selanjutnya? Baca sampai tamat yah, karena novel ini akan sangat menarik untuk menemani waktu santaimu. Salam kenal para pembaca, saya Yanti Runa. Semoga suka ya.
Karena sebuah kesepakatan, dia mengandung anak orang asing. Dia kemudian menjadi istri dari seorang pria yang dijodohkan dengannya sejak mereka masih bayi. Pada awalnya, dia mengira itu hanya kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak, namun akhirnya, rasa sayang yang tak terduga tumbuh di antara mereka. Saat dia hamil 10 bulan, dia menyerahkan surat cerai dan dia akhirnya menyadari kesalahannya. Kemudian, dia berkata, "Istriku, tolong kembalilah padaku. Kamu adalah orang yang selalu aku cintai."