/0/21479/coverbig.jpg?v=20250219192230)
Samantha Pradana, seorang wanita muda yang memiliki prinsip teguh tentang cinta dan kebebasan, terpaksa menikahi Rayhan Wijaya, seorang duda kaya yang tampan dan penuh pesona. Rayhan, yang kehilangan istri pertamanya dalam sebuah kecelakaan tragis, adalah pria yang sering terlihat sempurna di mata masyarakat. Namun, di balik senyumnya yang memikat, ada luka yang dalam dan kenangan yang terus menghantui. Pernikahan mereka diliputi ketegangan, di mana Samantha merasakan sebuah kontradiksi antara keinginan untuk mencari cinta sejati dan kewajiban untuk menjaga nama baik keluarga. Di sisi lain, Rayhan, yang awalnya ingin menjaga jarak dari rasa sakit, mulai merasakan kedekatan yang membangkitkan perasaan yang belum pernah ia rasakan lagi. Namun, di balik bahagia yang mereka ciptakan bersama, bayang-bayang masa lalu terus menghantui Rayhan, membuat pernikahan mereka seperti jalan penuh duri yang hanya bisa dihadapi dengan keteguhan hati dan keberanian.
Samantha Pradana memandang ke luar jendela apartemen mewahnya, melihat pemandangan kota Jakarta yang semrawut namun menawan. Malam itu, gemerlap lampu dari gedung-gedung tinggi, diiringi suara riuh lalu lintas di jalanan, membuatnya merasa seperti sedang berada dalam dunia yang asing dan tidak dikenal. Hidupnya kini tak ubahnya seperti dalam kisah dongeng yang buruk, di mana sang putri terperangkap dalam menara emasnya, dikelilingi kemewahan, namun tidak bisa melarikan diri dari kejamnya kenyataan.
Ia memejamkan mata sejenak, mencoba melawan rasa sesak di dadanya. Segala sesuatu yang pernah ia impikan sekarang terasa seperti ilusi yang rapuh. Tiga bulan sejak pernikahannya dengan Rayhan Wijaya, kehidupan Samantha tidak pernah sama. Tidak ada kebebasan yang dulu ia nikmati, tidak ada kemandirian yang selalu ia banggakan. Semua itu telah digantikan dengan rutinitas baru yang dipenuhi kesendirian dan pertanyaan-pertanyaan tanpa jawaban.
"Reni, kamu baik-baik saja?" suara lembut Rayhan memecah keheningan malam. Pria itu berdiri di balik pintu, mengenakan jas hitam dan dasi berwarna gelap yang menonjolkan kesan elegan dan berwibawa. Namun, di balik penampilan itu, mata Rayhan menyimpan rasa lelah yang tak bisa disembunyikan. Samantha menoleh, mencoba memberikan senyum yang lebih meyakinkan daripada yang ia rasakan.
"Ya, aku hanya butuh waktu untuk mencerna semuanya," jawab Samantha, suaranya serak, hampir seperti bisikan. Tangan kanannya terangkat, menyentuh jari-jarinya yang gemetar. Entah kenapa, semua terasa begitu tidak nyata, seperti menatap cermin yang retak.
Rayhan melangkah masuk, meletakkan selembar kertas di meja samping sofa. "Aku tahu ini semua sulit, Reni. Tidak hanya untukmu, tapi juga untukku," katanya, matanya menyusuri setiap sudut ruang itu, seolah mencari sesuatu yang bisa menghubungkan antara mereka.
"Tidak, Rayhan," ujar Samantha, memiringkan kepala, menatap pria itu sejenak sebelum akhirnya mengalihkan pandangannya ke arah lantai marmer yang bersih. "Kita tahu semuanya sudah berubah. Aku hanya... aku tidak tahu harus mulai dari mana."
"Dulu aku sering berpikir, jika aku harus menikahi seseorang, aku ingin itu terjadi dengan cara yang berbeda," Rayhan berkata dengan suara yang dalam, penuh penyesalan. "Tapi kenyataannya, hidup tidak selalu memberikan pilihan. Ada yang harus kita lakukan, bahkan jika itu berarti mengorbankan keinginan kita sendiri."
Samantha merasakan beratnya kata-kata itu, seolah ada batu besar yang tertekan di dadanya. "Lalu kenapa kau memilih aku, Rayhan? Kenapa aku?" tanyanya, suara gemetar dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
Rayhan terdiam, tidak mengira pertanyaan itu akan menghampirinya begitu tiba-tiba. Ia menarik napas panjang, berusaha merangkai kata-kata yang bisa menjelaskan segalanya. "Karena aku percaya kita memiliki kesempatan untuk membuat segalanya menjadi lebih baik, Reni. Aku tahu aku tidak bisa menghapus masa lalu, tapi aku juga tahu aku ingin ada seseorang di sampingku yang bisa membuat masa depan lebih berarti. Itu sebabnya aku memilihmu."
Ada keheningan yang menyesakkan di antara mereka. Samantha ingin sekali percaya, namun ada sesuatu dalam hatinya yang tidak bisa. Kenangan tentang istrinya yang telah meninggal, Yasmin, selalu ada di pikiran Rayhan, seolah-olah bayang-bayang wanita itu menghantui mereka setiap saat. Wanita itu adalah sosok yang pernah mengisi setiap sudut rumah itu, memancarkan kebahagiaan yang sekarang hanya tinggal kenangan. Samantha sering mendengar cerita-cerita tentang Yasmin, bagaimana dia sangat mengagumkan, cerdas, dan penuh kasih. Semua orang memujinya, bahkan keluarga Rayhan sendiri. Samantha tidak pernah bisa menghindari perasaan bahwa ia hanya bayangan dari wanita itu, yang selalu dibandingkan dan tidak pernah bisa menggantikan posisinya.
"Rayhan, apakah ada ruang di hatimu untukku? Atau apakah aku hanya pengganti sementara?" kata Samantha, suaranya kini lebih rendah, hampir seperti ratapan. Ia menatap pria di depannya, mencoba membaca ekspresi di wajahnya, mencari jawaban yang mungkin tersembunyi di balik senyum tipisnya.
Rayhan menunduk, matanya tertutup sejenak, seperti sedang memikirkan setiap kata yang akan ia ucapkan. "Reni, aku tidak ingin kamu merasa seperti itu. Tapi aku juga tidak bisa memaksakan diriku untuk melupakan Yasmin, karena dia adalah bagian dari masa lalu yang tak bisa dihapus begitu saja. Namun, itu tidak berarti aku tidak bisa mencintaimu, tidak berarti kamu tidak memiliki tempat di hatiku. Itu adalah proses yang akan kita jalani bersama."
"Proses?" Samantha tertawa pahit, suaranya bergetar. "Aku tidak tahu apakah aku cukup kuat untuk proses itu, Rayhan. Kadang-kadang, aku merasa seperti aku hanya ada di sini karena aku terjebak dalam keputusan yang salah. Aku bukan pilihan pertama, aku hanya... pilihan kedua."
Rayhan mendekat, mengambil tangan Samantha dengan lembut, seperti ingin menyampaikan bahwa ia benar-benar memahami perasaannya. "Jangan pernah merasa seperti itu. Kamu bukan pilihan kedua, Reni. Kamu adalah pilihan yang aku buat dengan sengaja. Aku mungkin tidak bisa membuatmu melupakan masa lalu, tapi aku bisa berjanji bahwa aku akan berusaha membuat masa depan kita lebih baik. Kamu tidak sendiri dalam hal ini."
Samantha terdiam, mata itu menatap Rayhan dengan campuran kebingungan dan rasa haru. Ia ingin percaya, namun rasa takut selalu menghalangi hatinya. "Aku ingin percaya padamu, Rayhan. Tapi setiap kali aku melihatmu, aku merasa seolah-olah aku hanya bagian dari bayang-bayangmu, seperti aku hanya pelengkap dari kisah yang bukan milikku."
Rayhan menarik napas dalam-dalam, lalu duduk di samping Samantha. "Terkadang, kita harus membuat keputusan yang sulit, Reni, bukan hanya untuk kebahagiaan kita sendiri, tetapi untuk orang-orang yang kita cintai. Mungkin ini tidak adil bagimu, dan aku minta maaf atas itu. Tapi percayalah, aku sedang berjuang untuk kita berdua. Aku tidak ingin melihatmu menderita."
"Kenapa kau melakukan ini? Kenapa kau memilih untuk berjuang?" tanya Samantha, suara itu kembali gemetar, seakan-akan menguji keteguhan hati Rayhan.
Rayhan menatap mata Samantha, di mana kesedihan bercampur dengan kebingungan. "Karena aku tidak ingin kehilanganmu, Reni. Aku ingin kita memiliki kesempatan, kesempatan untuk menciptakan sesuatu yang baru. Bahkan jika itu sulit, bahkan jika itu berarti aku harus menghadapi rasa sakit itu setiap hari. Aku ingin melakukannya bersamamu."
Mereka berdua duduk dalam keheningan, hanya suara angin yang berhembus lembut di luar jendela dan suara gemericik air dari kolam kecil di taman apartemen yang terdengar. Samantha memejamkan mata, merasakan kehangatan tangan Rayhan di tangannya, sebuah perasaan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Ada rasa aman, ada harapan, meskipun semuanya terasa rapuh dan belum sepenuhnya nyata.
"Kalau begitu, kita harus mulai dari awal, bukan?" Samantha akhirnya berkata, suaranya lebih lembut, lebih penuh harapan.
Rayhan mengangguk, senyum kecil mulai menghiasi wajahnya. "Ya, kita mulai dari awal. Perlahan, satu hari, satu langkah, satu detik pada satu waktu."
Malam itu, untuk pertama kalinya sejak pernikahan mereka, Samantha merasa ada secercah harapan yang menembus kegelapan. Mungkin pernikahan ini tidak sempurna, mungkin banyak luka yang harus disembuhkan, tetapi dalam hati mereka, ada niat untuk mencoba, untuk melawan, dan untuk mencari kebahagiaan di tengah semua ketidakpastian.
"Aku menikahimu hanya karena dorongan sesaat, bukan cinta. Kehadiranmu seperti rantai yang mengikat kebebasanku. Aku ingin fokus pada karirku, bukan drama rumah tangga ini. Pergi dan jangan kembali!" Kalimat itu menghancurkan hidup Asha. Pernikahannya yang berusia tiga tahun dengan Raka, seorang model papan atas, berakhir begitu saja. Raka menganggap Asha sebagai penghalangnya yang sedang menanjak. Dengan hati yang hancur, Asha memulai hidup baru sambil terus bertahan untuk dirinya sendiri. Namun, di tengah kegelapan, muncul sosok Rafael Adiwangsa, seorang duda kaya raya yang juga ayah dari murid taman kanak-kanak Asha. Kehadiran Rafael perlahan-lahan mengubah pandangan Asha tentang kehidupan. Tapi, bagaimana mungkin seorang wanita yang telah kehilangan segalanya kembali membuka hati untuk cinta? Dan bagaimana saat cinta itu datang dari pria yang begitu berbeda dari masa lalunya?
Kedua orang yang memegangi ku tak mau tinggal diam saja. Mereka ingin ikut pula mencicipi kemolekan dan kehangatan tubuhku. Pak Karmin berpindah posisi, tadinya hendak menjamah leher namun ia sedikit turun ke bawah menuju bagian dadaku. Pak Darmaji sambil memegangi kedua tanganku. Mendekatkan wajahnya tepat di depan hidungku. Tanpa rasa jijik mencium bibir yang telah basah oleh liur temannya. Melakukan aksi yang hampir sama di lakukan oleh pak Karmin yaitu melumat bibir, namun ia tak sekedar menciumi saja. Mulutnya memaksaku untuk menjulurkan lidah, lalu ia memagut dan menghisapnya kuat-kuat. "Hhss aahh." Hisapannya begitu kuat, membuat lidah ku kelu. Wajahnya semakin terbenam menciumi leher jenjangku. Beberapa kecupan dan sesekali menghisap sampai menggigit kecil permukaan leher. Hingga berbekas meninggalkan beberapa tanda merah di leher. Tanganku telentang di atas kepala memamerkan bagian ketiak putih mulus tanpa sehelai bulu. Aku sering merawat dan mencukur habis bulu ketiak ku seminggu sekali. Ia menempelkan bibirnya di permukaan ketiak, mencium aroma wangi tubuhku yang berasal dari sana. Bulu kudukku sampai berdiri menerima perlakuannya. Lidahnya sudah menjulur di bagian paling putih dan terdapat garis-garis di permukaan ketiak. Lidah itu terasa sangat licin dan hangat. Tanpa ragu ia menjilatinya bergantian di kiri dan kanan. Sesekali kembali menciumi leher, dan balik lagi ke bagian paling putih tersebut. Aku sangat tak tahan merasakan kegelian yang teramat sangat. Teriakan keras yang tadi selalu aku lakukan, kini berganti dengan erangan-erangan kecil yang membuat mereka semakin bergairah mengundang birahiku untuk cepat naik. Pak Karmin yang berpindah posisi, nampak asyik memijat dua gundukan di depannya. Dua gundukan indah itu masih terhalang oleh kaos yang aku kenakan. Tangannya perlahan menyusup ke balik kaos putih. Meraih dua buah bukit kembarnya yang terhimpit oleh bh sempit yang masih ku kenakan. .. Sementara itu pak Arga yang merupakan bos ku, sudah beres dengan kegiatan meeting nya. Ia nampak duduk termenung sembari memainkan bolpoin di tangannya. Pikirannya menerawang pada paras ku. Lebih tepatnya kemolekan dan kehangatan tubuhku. Belum pernah ia mendapati kenikmatan yang sesungguhnya dari istrinya sendiri. Kenikmatan itu justru datang dari orang yang tidak di duga-duga, namun sayangnya orang tersebut hanyalah seorang pembantu di rumahnya. Di pikirannya terlintas bagaimana ia bisa lebih leluasa untuk menggauli pembantunya. Tanpa ada rasa khawatir dan membuat curiga istrinya. "Ah bagaimana kalau aku ambil cuti, terus pergi ke suatu tempat dengan dirinya." Otaknya terus berputar mencari cara agar bisa membawaku pergi bersamanya. Hingga ia terpikirkan suatu cara sebagai solusi dari permasalahannya. "Ha ha, masuk akal juga. Dan pasti istriku takkan menyadarinya." Bergumam dalam hati sembari tersenyum jahat. ... Pak Karmin meremas buah kembar dari balik baju. "Ja.. jangan.. ja. Ngan pak.!" Ucapan terbata-bata keluar dari mulut, sembari merasakan geli di ketiakku. "Ha ha, tenang dek bapak gak bakalan ragu buat ngemut punyamu" tangan sembari memelintir dua ujung mungil di puncak keindahan atas dadaku. "Aaahh, " geli dan sakit yang terasa di ujung buah kembarku di pelintir lalu di tarik oleh jemarinya. Pak Karmin menyingkap baju yang ku kenakan dan melorotkan bh sedikit kebawah. Sayangnya ia tidak bisa melihat bentuk keindahan yang ada di genggaman. Kondisi disini masih gelap, hanya terdengar suara suara yang mereka bicarakan. Tangan kanan meremas dan memelintir bagian kanan, sedang tangan kiri asyik menekan kuat buah ranum dan kenyal lalu memainkan ujungnya dengan lidah lembut yang liar. Mulutnya silih berganti ke bagian kanan kiri memagut dan mengemut ujung kecil mungil berwarna merah muda jika di tempat yang terang. "Aahh aahh ahh," nafasku mulai tersengal memburu. Detak jantungku berdebar kencang. Kenikmatan menjalar ke seluruh tubuh, mendapatkan rangsangan yang mereka lakukan. Tapi itu belum cukup, Pak Doyo lebih beruntung daripada mereka. Ia memegangi kakiku, lidahnya sudah bergerak liar menjelajahi setiap inci paha mulus hingga ke ujung selangkangan putih. Beberapa kali ia mengecup bagian paha dalamku. Juga sesekali menghisapnya kadang menggigit. Lidahnya sangat bersemangat menelisik menjilati organ kewanitaanku yang masih tertutup celana pendek yang ia naikkan ke atas hingga selangkangan. Ujung lidahnya terasa licin dan basah begitu mengenai permukaan kulit dan bulu halusku, yang tumbuhnya masih jarang di atas bibir kewanitaan. Lidahnya tak terasa terganggu oleh bulu-bulu hitam halus yang sebagian mengintip dari celah cd yang ku kenakan. "Aahh,, eemmhh.. " aku sampai bergidik memejam keenakan merasakan sensasi sentuhan lidah di berbagai area sensitif. Terutama lidah pak Doyo yang mulai berani melorotkan celana pendek, beserta dalaman nya. Kini lidah itu menari-nari di ujung kacang kecil yang menguntit dari dalam. "Eemmhh,, aahh" aku meracau kecil. Tubuhku men
Maya dan Adrian, serta sahabat mereka Sinta dan Rizky, tampaknya memiliki segalanya: karier yang sukses, rumah yang nyaman, dan kehidupan sosial yang aktif. Namun, di balik fasad kebahagiaan mereka, hubungan mereka masing-masing mengalami ketegangan dan kekosongan yang menyedihkan. Suatu malam, dalam upaya untuk menyegarkan hubungan mereka yang hambar, Maya dan Sinta memutuskan untuk mengusulkan sesuatu yang ekstrem: "fantasi tukar pasangan ranjang." Awalnya, ide ini tampak gila dan di luar batas kenyamanan mereka. Namun, dengan dorongan dan desakan dari pasangan mereka, Maya dan Adrian, serta Sinta dan Rizky, setuju untuk mencoba. Ketika fantasi tersebut menjadi kenyataan, keempatnya merasakan perasaan canggung, kebingungan, dan kecemasan yang tak terduga. Namun, dalam perjalanan mereka melalui pengalaman ini, mereka mulai menggali lebih dalam tentang hubungan mereka, mengungkapkan kebutuhan dan keinginan yang mungkin terlupakan, serta menyembuhkan luka-luka yang telah terbuka dalam pernikahan mereka. Dalam prosesnya, mereka menghadapi konflik, kecemburuan, dan ketidakpastian yang tidak terelakkan. Namun, mereka juga menemukan keintiman yang lebih dalam, pemahaman yang lebih besar tentang satu sama lain, dan kesempatan untuk memperbaiki hubungan yang hampir putus asa. Novel "Fantasi Tukar Pasangan Ranjang" menawarkan pandangan yang tajam tentang kompleksitas hubungan manusia, dengan sentuhan humor, kehangatan, dan kisah cinta yang penuh dengan emosi. Di tengah fantasi yang menggoda, mereka menemukan keberanian untuk menghadapi kenyataan, menerima kekurangan masing-masing, dan membangun kembali fondasi cinta mereka dengan cara yang lebih kuat dan lebih tulus.
Warning! Banyak adegan dewasa 21+++ Khusus untuk orang dewasa, bocil dilarang buka!
Setelah menghabiskan malam dengan orang asing, Bella hamil. Dia tidak tahu siapa ayah dari anak itu hingga akhirnya dia melahirkan bayi dalam keadaan meninggal Di bawah intrik ibu dan saudara perempuannya, Bella dikirim ke rumah sakit jiwa. Lima tahun kemudian, adik perempuannya akan menikah dengan Tuan Muda dari keluarga terkenal dikota itu. Rumor yang beredar Pada hari dia lahir, dokter mendiagnosisnya bahwa dia tidak akan hidup lebih dari dua puluh tahun. Ibunya tidak tahan melihat Adiknya menikah dengan orang seperti itu dan memikirkan Bella, yang masih dikurung di rumah sakit jiwa. Dalam semalam, Bella dibawa keluar dari rumah sakit untuk menggantikan Shella dalam pernikahannya. Saat itu, skema melawannya hanya berhasil karena kombinasi faktor yang aneh, menyebabkan dia menderita. Dia akan kembali pada mereka semua! Semua orang mengira bahwa tindakannya berasal dari mentalitas pecundang dan penyakit mental yang dia derita, tetapi sedikit yang mereka tahu bahwa pernikahan ini akan menjadi pijakan yang kuat untuknya seperti Mars yang menabrak Bumi! Memanfaatkan keterampilannya yang brilian dalam bidang seni pengobatan, Bella Setiap orang yang menghinanya memakan kata-kata mereka sendiri. Dalam sekejap mata, identitasnya mengejutkan dunia saat masing-masing dari mereka terungkap. Ternyata dia cukup berharga untuk menyaingi suatu negara! "Jangan Berharap aku akan menceraikanmu" Axelthon merobek surat perjanjian yang diberikan Bella malam itu. "Tenang Suamiku, Aku masih menyimpan Salinan nya" Diterbitkan di platform lain juga dengan judul berbeda.
‘Ikuti terus jatuh bangun perjalanan Sang Gigolo Kampung yang bertekad insyaf, keluar dari cengkraman dosa dan nista hitam pekat. Simak juga lika liku keseruan saat Sang Gigolo Kampung menemukan dan memperjuangkan cinta sucinya yang sangat berbahaya, bahkan mengancam banyak nyawa. Dijamin super baper dengan segala drama-drama cintanya yang nyeleneh, alur tak biasa serta dalam penuturan dan penulisan yang apik. Panas penuh gairah namun juga mengandung banyak pesan moral yang mendalam.