Nadia duduk di kursi plastik yang keras, matanya tak pernah lepas dari wajah adiknya, Adi, yang terbaring di ranjang. Tubuh kecilnya terlihat rapuh, lebih rapuh daripada yang Nadia ingat. Udara di ruangan itu begitu sepi hingga detak jantung Nadia terasa seperti dentuman drum yang bergema di telinganya. Tak ada suara lain, hanya hujan dan tangis sunyi yang hanya bisa dirasakan oleh mereka yang terjebak dalam kegelapan.
"Adi, bangunlah, nak. Kakak di sini," Nadia berkata pelan, suaranya nyaris seperti bisikan. Dia menggapai tangan Adi, menggenggamnya sekuat mungkin. Jari-jarinya yang kecil terasa dingin dan lemas, tak seperti biasanya. Hati Nadia dipenuhi rasa takut yang tak bisa diungkapkan. Rasa takut yang bukan hanya tentang kehilangan, tapi tentang kebingungan-kebingungan akan jalan hidup yang sudah tak bisa dia ubah lagi.
Setiap kali dia memejamkan mata, wajah Reza Azhar muncul di pikirannya, dengan senyum setengah sinis dan tatapan yang selalu tajam, seolah mampu menembus jiwanya. Bagaimana bisa dia, seorang gadis dari keluarga sederhana, terjerat dalam permainan ini? Semua bermula dari tawaran itu-tawaran yang datang seperti petir di siang bolong, tak terduga dan menghancurkan.
"Apakah kau benar-benar ingin membantu adikmu?" suara Satria, ibu Reza, berbisik di telinganya, mengusik ingatan yang menyakitkan. Suara itu seakan menggaung dalam benaknya, mengingatkannya akan harga yang harus dibayar untuk menyelamatkan Adi.
Nadia menatap Adi, menyeka air mata yang mengalir deras. "Kakak akan melakukan apa pun, Adi. Aku janji," katanya dengan suara bergetar. Di luar jendela, kilat menyambar, menerangi malam yang gelap. Gemuruh petir membuat Nadia terkejut, membuatnya seolah terlempar kembali ke kenyataan yang brutal. Adi masih terbaring di sana, tak bergerak, dan Nadia tahu waktu mereka semakin sedikit.
Pintu kamar terbuka dengan suara gemerincing, dan seorang perawat muncul, wajahnya tampak lelah dan tak jauh berbeda dari Nadia-penuh tanda-tanda keputusasaan. "Nona Nadia, waktunya sudah habis. Kami harus memindahkan adikmu ke ruang perawatan intensif."
Nadia merasa seperti bumi berguncang di bawahnya. Kakinya tak bisa bergerak, tubuhnya kaku, seolah ada kekuatan tak terlihat yang menahan. "Tunggu, jangan pergi dulu," suaranya hampir putus-putus, tetapi perawat itu hanya menggelengkan kepala dengan simpati di matanya.
"Maaf, Nona. Kami sudah diberitahu bahwa perawatan ini harus segera dilakukan," jawabnya pelan, sebelum berbalik dan meninggalkan ruangan, meninggalkan Nadia dalam kekosongan yang menyesakkan.
Kegelapan yang semakin pekat hanya dipecah oleh suara hujan dan derap langkah kaki Nadia saat dia berjalan menuju jendela. Dia menatap ke luar, melihat hujan yang semakin deras, dan bertanya pada dirinya sendiri, apakah ini semua benar-benar terjadi. Wajah Reza dan kata-kata Satria kembali menghantui pikirannya. Tawarkan aku bantuan, kata Satria dengan senyum yang dingin, dan aku akan membantumu. Tapi ada harga yang harus kau bayar, Nadia. Sebuah harga yang akan mengubah hidupmu selamanya.
Air mata menetes, menempel di wajahnya. Dia ingin berteriak, meronta, membebaskan dirinya dari beban ini. Namun, dia tahu, teriakan itu hanya akan hilang di antara suara hujan yang menutupinya. Hati Nadia semakin sesak, terjebak dalam sebuah pilihan yang menguras segala-galanya-pengorbanan, rasa bersalah, dan rasa takut yang menggerogoti jiwa.
"Semua demi Adi," bisiknya, hampir seperti mantra. Tubuhnya gemetar, dan air mata yang mengalir deras di pipinya seolah menegaskan bahwa dia sudah terjebak dalam jebakan yang tak mungkin dibatalkan. Reza Azhar, pria yang sejak awal telah menciptakan badai ini dalam hidupnya, adalah satu-satunya orang yang bisa mengubah segala sesuatunya. Namun, untuk itu, dia harus menghadapi kenyataan bahwa hati dan jiwanya tak akan pernah sama lagi.
Malam itu, di antara gemuruh petir dan deru hujan, Nadia memutuskan. Dia akan melawan takdirnya. Bahkan jika itu berarti kehilangan dirinya sendiri.
Di ruang sebelah, Adi terbaring dengan monitor jantung yang mengeluarkan bunyi yang monoton. Seperti detak jantung Nadia yang sudah hampir tak terdengar. Semuanya semakin gelap, dan Nadia tahu, di luar sana, di dunia yang penuh dengan intrik dan kekuasaan, permainan yang sebenarnya baru saja dimulai.