/0/21573/coverbig.jpg?v=dc41e339c23fa5393c3bc9ac980db782)
Alya, seorang gadis muda yang penuh semangat, menghadapi masa-masa sulit saat ibunya, Kartika, didiagnosis dengan penyakit yang mengancam nyawanya. Biaya pengobatan yang sangat besar dan langkanya donor organ membuat Alya semakin terpuruk dalam perasaan bersalah, karena merasa tidak mampu memberikan apa yang diperlukan untuk menyelamatkan nyawa ibunya. Suatu hari, seorang pengusaha sukses bernama Niko, yang telah lama berjuang untuk memiliki anak bersama istrinya, datang dengan tawaran yang sulit ditolak: menjadi ibu pengganti bagi pasangan tersebut dengan imbalan yang bisa menyelamatkan ibunya. Alya, yang awalnya ragu, akhirnya menerima tawaran itu demi menyelamatkan ibunya. Namun, seiring berjalannya waktu, hubungan antara Alya dan Niko semakin rumit. Niko, yang sebelumnya hanya melihat Alya sebagai ibu pengganti, mulai merasakan sesuatu yang lebih. Alya, yang terjebak dalam kebingungan antara cinta dan pengorbanan, mulai mempertanyakan perasaannya sendiri. Di tengah dilema itu, sebuah rahasia terungkap, mengubah semua yang mereka ketahui tentang cinta, pengorbanan, dan apa artinya keluarga yang sebenarnya.
Alya duduk di kursi kayu yang dingin, di samping ranjang rumah sakit tempat ibunya terbaring lemah. Seperti setiap pagi, dia menatap wajah Kartika dengan penuh harap, meskipun harapan itu sudah hampir menjadi legenda. Wajah ibunya kini memancarkan keteduhan yang berbeda; kulitnya yang dulu cerah kini tampak pucat, dan mata yang dulu tajam kini tampak kosong, seolah setiap tetes energi telah disedot dari tubuhnya. Alya menyentuh tangan ibunya yang kurus, seakan ingin mengalirkan kehangatan dan kehidupan melalui genggaman itu.
"Ma, lihat, aku membawa bunga favoritmu," Alya berusaha tersenyum, menunjukkan seikat bunga matahari yang baru saja dibeli di pasar. Bunga itu berwarna cerah, seolah menantang kesuraman ruangan itu. Namun, senyum Alya terpaksa, seperti selalu. Kartika membuka matanya perlahan, dan meskipun matanya hanya sejenak berkedip, Alya merasa seolah dunia berhenti sejenak.
"Ma... aku di sini," bisik Alya, suaranya bergetar seperti daun yang ditiup angin. "Kita akan melalui ini bersama. Aku janji, Ma."
Suara pintu yang terbuka mengalihkan perhatian Alya. Seorang perawat muda dengan jas putih, wajahnya cerah dan penuh perhatian, masuk membawa troli berisi peralatan medis. Alya menatapnya sejenak, seolah berharap dari wajah perawat itu, ada sebuah jawaban. Namun, perawat itu hanya melambaikan tangan dengan senyum kecil sebelum pergi tanpa berkata apa-apa.
Pandangannya kembali ke ibunya yang terbaring, dan ia merasakan sebuah sakit yang tak terungkapkan-rasa bersalah yang menghimpit dada, membuatnya sulit bernapas. Sudah sebulan lebih sejak dokter mengungkapkan diagnosa itu, dan setiap hari, Alya merasakan beban yang semakin berat. Kartika membutuhkan transplantasi organ yang biayanya luar biasa mahal. Tidak hanya itu, donor yang cocok untuknya pun sangat langka. Alya yang bekerja di sebuah kafe kecil di sudut kota, dengan gaji pas-pasan dan hutang yang menumpuk, tahu betul bahwa dia tak punya apa-apa untuk menyelamatkan ibunya.
Setiap kali melihat Kartika menatapnya dengan mata penuh harap, Alya merasa seperti harus menanggung semua kesalahan di dunia ini. Ia tak pernah membayangkan bahwa sebuah hari seperti ini bisa datang. Di benaknya, ibunya selalu menjadi wanita yang penuh semangat, penuh kasih, sosok yang tak pernah sekalipun mengeluh tentang hidup yang keras. Kartika, seorang ibu tunggal yang telah membesarkan Alya sendirian, selalu menjadi pahlawan dalam hidupnya. Kini, Alya hanya bisa duduk dan menangis diam-diam, berusaha menahan air mata agar tidak jatuh di depan ibunya.
"Kana..." suara Kartika, meskipun lemah, berhasil menggetarkan hati Alya. Ia menunduk, mendekatkan telinga.
"Apa yang, Ma?"
Kartika menggenggam tangan Alya dengan tenaga yang tersisa. Meskipun kelembutan jari-jarinya semakin hilang, setiap genggaman terasa seperti pesan yang tak ingin dia lupakan. "Jangan... jangan takut. Kau... kuat."
Tiba-tiba, pintu ruangan terbuka dengan kasar, dan seorang pria dengan jas hitam masuk dengan ekspresi serius. Niko, seorang pengusaha muda yang memiliki segalanya, kecuali mungkin kebahagiaan sejati. Wajahnya yang tampan itu seperti terbuat dari batu, namun ada sesuatu di matanya-sesuatu yang membuat Alya terkejut. Ia berdiri di sana, di ambang pintu, seolah tengah mempertimbangkan sesuatu.
Alya menatapnya dengan curiga, namun juga dengan rasa ingin tahu yang tak bisa dia pungkiri. Niko, pria yang hanya pernah dia dengar namanya di berita atau di lobi rumah sakit tempat ibunya dirawat, kini berdiri di hadapannya, seolah membawa dunia di bahunya.
"Kana, aku datang untuk bicara," katanya, suaranya serak, penuh tekanan.
"Untuk apa, Niko?" Alya menjawab dengan nada yang lebih tajam dari yang ia maksudkan. Dia tahu ini mungkin tidak adil, tapi hatinya sudah terlampau terluka untuk bersikap lembut.
Niko menghela napas, seolah mencoba menenangkan dirinya. "Aku tahu situasi ibu kamu. Aku bisa membantu. Tapi ada syaratnya."
Alya terdiam. Jantungnya berdetak begitu keras, hampir mengalahkan suara di sekelilingnya. Dia menatap pria itu, mencoba membaca ekspresi di wajahnya, mencoba mencari tahu apa yang ada di balik kata-katanya. "Syarat apa?"
Niko melangkah lebih dekat, hanya satu langkah lagi, dan jarak di antara mereka semakin sempit. "Aku ingin kamu menjadi ibu pengganti untuk anak yang akan aku dan istriku miliki."
Alya terbelalak, seolah sebuah petir menyambar tubuhnya. Kata-kata itu menari di udara, seolah ingin menembus kulitnya, menjalar ke dalam otaknya, memaksanya mencerna kenyataan yang begitu sulit diterima. "Ibu pengganti? Untuk anak... untuk kalian?" Suaranya gemetar, hampir tak terdengar.
"Ya, dengan kompensasi yang cukup besar, lebih dari cukup untuk menyelamatkan ibu kamu," jawab Niko, menatapnya dengan mata yang tajam, seolah ingin menilai reaksi Alya.
Alya merasa pusing, seakan bumi di bawah kakinya bergoyang. Dia menatap ibunya, yang kini memandangnya dengan mata penuh pertanyaan. Ingin rasanya Alya berteriak, mengatakan bahwa semua ini gila, bahwa hidup tidak seharusnya diputarbalikkan seperti ini. Namun, di dalam hatinya, ada seberkas harapan yang berdebar, takut, namun juga mendesak.
"Ini... ini satu-satunya cara, bukan?" Alya berkata, suaranya hampir hanya berupa bisikan.
Niko mengangguk, bibirnya sedikit tersenyum, namun matanya tak turut tersenyum. "Kamu tak perlu menjawab sekarang. Tapi ingat, ini bukan hanya untukmu, ini juga untuk ibumu. Kesempatan seperti ini tidak datang dua kali."
Ketika Niko keluar dari ruangan, Alya hanya bisa menatap kosong ke arah pintu yang tertutup rapat. Di luar sana, hidup terus berjalan, dan dalam sekejap, hidupnya berubah selamanya.
"Aku selalu berpikir, jika aku harus menjalani hidup ini dengan perjodohan, maka aku harus cukup kuat untuk menghadapi semuanya. Tapi kenyataannya, aku bukan hanya pengganti. Aku adalah pilihan kedua, yang kini terjebak dalam relung sepi yang penuh kepedihan." Mira Aditya tidak pernah membayangkan bahwa perjodohan yang dipaksakan oleh orang tuanya akan membawanya ke dalam kegelapan yang tak terduga. Terikat dalam pernikahan dengan Rafiq Jaya, seorang pria tampan yang selalu penuh pesona, Mira merasakan kepedihan setiap hari ketika melihat kenyataan pahit: Rafiq ternyata memiliki kekasih lama, Elena Faris, yang ia nikahi diam-diam. Hubungan yang seharusnya penuh dengan kebahagiaan berubah menjadi neraka, di mana Mira hanya menjadi bayangan yang selalu terpinggirkan. Meski sering diperlakukan seperti orang asing, Mira mencoba mempertahankan semangatnya. Namun, hati seorang wanita tidak bisa menipu. Seiring berjalannya waktu, luka-luka di hatinya semakin dalam, dan rasa cinta yang sempat ada mulai menguap, berganti dengan rasa kecewa yang menggerogoti. Di tengah perjalanan hidup yang kelam ini, Mira harus memilih: bertahan dalam kesendirian yang menguras jiwa, atau melepaskan semua dan menutup babak suram ini untuk mencari jalan menuju kebebasan.
Binar Mentari menikah dengan Barra Atmadja,pria yang sangat berkuasa, namun hidupnya tidak bahagia karena suaminya selalu memandang rendah dirinya. Tiga tahun bersama membuat Binar meninggalkan suaminya dan bercerai darinya karena keberadaannya tak pernah dianggap dan dihina dihadapan semua orang. Binar memilih diam dan pergi. Enam tahun kemudian, Binar kembali ke tanah air dengan dua anak kembar yang cerdas dan menggemaskan, sekarang dia telah menjadi dokter yang berbakat dan terkenal dan banyak pria hebat yang jatuh cinta padanya! Mantan suaminya, Barra, sekarang menyesal dan ingin kembali pada pelukannya. Akankah Binar memaafkan sang mantan? "Mami, Papi memintamu kembali? Apakah Mami masih mencintainya?"
Seorang gadis SMA bernama Nada dipaksa untuk menyusui pria lumpuh bernama Daffa. Dengan begitu, maka hidup Nada dan neneknya bisa jadi lebih baik. Nada terus menyusui Daffa hingga pria itu sembuh. Namun saat Nada hendak pergi, Daffa tak ingin melepasnya karena ternyata Daffa sudah kecanduan susu Nada. Bagaimana kelanjutan kisahnya?
Setelah dua tahun menikah, Sophia akhirnya hamil. Dipenuhi harapan dan kegembiraan, dia terkejut ketika Nathan meminta cerai. Selama upaya pembunuhan yang gagal, Sophia mendapati dirinya terbaring di genangan darah, dengan putus asa menelepon Nathan untuk meminta suaminya itu menyelamatkannya dan bayinya. Namun, panggilannya tidak dijawab. Hancur oleh pengkhianatan Nathan, dia pergi ke luar negeri. Waktu berlalu, dan Sophia akan menikah untuk kedua kalinya. Nathan muncul dengan panik dan berlutut. "Beraninya kamu menikah dengan orang lain setelah melahirkan anakku?"
Rubby sudah merasakan berbagai jenis cinta, sekaligus berbagai jenis ranjang dan desahan, namun akhirnya dia tersudut pada sebuah cinta buta dan tuli yang menjungkir balikkan kewarasan dia, meski itu artinya... TABU, karena seseorang yang dia cintai, adalah sesorang yang tidak seharusnya dia kejar. Ruby hanyalah gadis di pertengahan tiga puluh tahun. Meski begitu, tubuhnya masih terawat dengan baik. Pinggangnya masih ramping tersambung oleh lengkungan indah pinggul yang tidak berlebihan meski kentara jelas.
Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."
Istriku yang nampak lelah namun tetap menggairahkan segera meraih penisku. Mengocok- penisku pelan namun pasti. Penis itu nampak tak cukup dalam genggaman tangan Revi istriku. Sambil rebahan di ranjang ku biarkan istriku berbuat sesukanya. Ku rasakan kepala penisku hangat serasa lembab dan basah. Rupanya kulihat istriku sedang berusaha memasukkan penisku ke dalam mulutnya. Namun jelas dia kesulitan karena mulut istriku terlalu mungil untuk menerima penis besarku. Tapi dapat tetap ku rasakan sensasinya. Ah.... Ma lebih dalam lagi ma... ah.... desahku menikmati blowjob istriku.