Selama tiga tahun, dia telah melayani keluarga Firdaus dengan sepenuh hati. Dulu, ketika pertama kali datang, semua terasa seperti mimpi buruk yang tak terbayangkan. Namun seiring berjalannya waktu, Dian mulai merasa nyaman dalam keterbatasannya. Pekerjaan di rumah itu tidak terlalu berat, dan meskipun ia hanya seorang asisten rumah tangga, ia merasa dihargai. Semua berjalan lancar, tanpa drama. Sampai hari itu datang.
Tuan Niko, anak pertama keluarga Firdaus yang sudah lama bekerja di luar negeri, kembali ke rumah. Kehadirannya tidak hanya membawa perubahan bagi seluruh keluarga, tetapi juga bagi Dian.
"Dian!" Suara keras milik Izabella, istri Tuan Niko, terdengar dari ruang tamu. "Bawa kopi ini ke ruang tamu, cepat!"
Dian mengangguk, lalu dengan cepat menyusuri lorong besar rumah yang megah itu. Ruang tamu rumah Firdaus selalu tampak mewah, dengan furnitur mahal yang membuatnya merasa tak layak berada di sana. Ketika masuk ke ruangan itu, matanya bertemu dengan sepasang mata tajam milik Tuan Niko, yang baru saja duduk di kursi sofa mewah.
Dian mengalihkan pandangannya, takut jika Niko menangkap ketegangan di matanya. Tuan Niko duduk dengan posisi yang sangat santai, seperti sudah menjadi bagian dari rumah itu. Wajahnya yang tampan dan postur tubuhnya yang tegap membuatnya terlihat seperti seorang penguasa. Tidak ada yang bisa menandingi pesonanya, bahkan Izabella, yang saat itu duduk di sampingnya dengan wajah yang agak cemberut, tampak sedikit terlindung oleh aura Niko.
"Terima kasih, Dian," kata Niko sambil menerima kopi yang dibawakan Dian, suaranya dalam dan tenang. Namun, ada sesuatu dalam sorot matanya yang membuat Dian merasa tidak nyaman. Mata itu terlalu tajam, terlalu penuh dengan makna yang tidak bisa ia pahami.
Dian membungkuk sedikit, berusaha menghindari pandangan Niko yang terasa mengganggu. "Tidak masalah, Tuan," jawabnya dengan suara pelan, berusaha untuk menjaga jarak dan tidak menunjukkan rasa canggung.
Namun, di sinilah masalahnya mulai muncul-di balik senyum ramah Niko yang menawan, ada ketertarikan yang jelas-jelas lebih dari sekadar rasa hormat kepada seorang asisten rumah tangga.
Setiap kali Niko berbicara, ada perasaan yang sulit untuk Dian jelaskan-sebuah ketegangan yang terbangun di antara mereka. Ketegangan yang semakin hari semakin menggelisahkan hati Dian.
Saat makan malam, Niko duduk berhadap-hadapan dengan Dian. Keluarga Firdaus tampak biasa saja, tetapi Dian bisa merasakan matanya yang tak pernah lepas dari dirinya. Setiap kali mereka berbicara, pandangannya teralihkan, seolah-olah Niko sedang mencari-cari sesuatu yang tersembunyi dalam dirinya. Dian merasa terjebak. Tidak hanya dalam rutinitas yang tak pernah berubah, tetapi kini juga dalam perhatian yang berlebihan dari seorang pria yang sudah memiliki istri.
Izabella, yang duduk di samping Niko, sesekali menatap Dian dengan pandangan tajam, seolah-olah ia sudah mencium ketegangan yang mulai tumbuh antara suaminya dan asisten rumah tangganya. Namun, Dian tidak tahu bagaimana cara menghindar atau bahkan menjelaskan perasaannya. Ia merasa seolah-olah rumah ini bukan lagi tempat yang aman baginya.
Niko tidak hanya kembali untuk mengambil alih perusahaan keluarga Firdaus, dia juga kembali untuk mengguncang hidup Dian. Hari-hari yang sebelumnya berjalan dengan tenang kini dipenuhi dengan kecanggungan dan ketegangan yang tak bisa Dian elakkan.
Dian tahu bahwa hidupnya akan segera berubah. Hanya saja, dia tidak tahu apakah perubahan itu akan membawa kebahagiaan atau justru mengubah dirinya menjadi sesuatu yang lebih buruk dari sebelumnya. Bagaimana mungkin seseorang yang sudah menikah bisa bersikap seperti ini? Apa yang sebenarnya diinginkan Niko darinya?
Satu hal yang pasti-Dian harus segera menemukan cara untuk menghindari Niko, sebelum semuanya menjadi lebih buruk.