/0/2303/coverbig.jpg?v=20250120170008)
Irena tidak pernah menyangka adik laki-lakinya memendam perasaan terlarang kepadanya.
Irena merasakan tubuhnya diguncang pelan, dan membuatnya memaksakan membuka mata dengan berat. Segera dapat dia lihat bayangan yang buram itu mulai menjelas. Seorang pemuda sudah duduk dipinggir ranjangnya. Menatap ke arahnya yang masih berbaring malas di kasur. Pemuda itu mengulas senyum. Senyuman yang nampak lembut. Sinar matahari dari tirai jendela membuat rambut cokelat itu berkilauan. "Kau tak mau terlambat ke kantor kan?" kata pemuda itu.
"Aku merasa malas pagi ini. Kau tahu kan semalam aku lembur," keluh Irena dengan wajah bantalnya. Kemudian dia beringsut duduk. Ketika itu suara denging khas berbunyi dan pemuda ini berkata. "Sarapan untuk kita sebentar lagi akan siap. Aku tunggu di meja makan." Dia bangun. Berjalan ke luar kamar Irena. Sedangkan wanita itu merenggangkan badannya. Tidak boleh bermalas-malasan! Irena mengingatkan diri. Bekerja dan mendapatkan uang adalah tanggung jawabnya di rumah ini. Maka, meski dengan berat dia menyingkap selimut untuk membersihkan diri di kamar mandi.
***
Irena sudah siap dengan setelan formalnya. Dia berdiri di depan standing mirror. Memperhatikan sekali lagi penampilannya. Stiletto hitam sudah mempercantik kaki jenjangnya, rok hitam selutut, kemeja biru yang dirangkap blazer putih melengkapi penampilan Irena sebagai pegawai kantoran pagi ini. Rambut cokelat lurus dia ikat jadi satu agar tampak rapi dan tidak mudah acak-acakan. Riasan di wajah juga tidak terlalu tebal. Irena sudah mantap dengan stylenya, lantas dia menyambar tas dari meja lalu membuka pintu kamar.
"Woaah!" pukau Irena saat mendekati meja makan. "Semuanya terlihat enak," lanjutnya mendudukan diri di kursi sembari menaruh tas tangannya ke kursi samping. Pandangan Irena tak lepas dari makanan di meja. Ada waffle, bacon, hingga aneka sayuran capcay. Pemuda itu membuatkan makanan kesukaan Irena.
"Kau mau latte atau susu?" tanya pemuda itu. Irena melempar senyum. "Latte saja," jawabnya. Yohan nama pemuda itu. Lima tahun lebih muda dari Irena. Dia sudah menganggapnya sebagai adik laki-laki sejak anak itu datang ke rumahnya sepuluh tahun lalu. Bukan masa lalu yang menyenangkan bagi Yohan. Irena tak pernah membahasnya lagi setelah tahu ceritanya dari sang ayah.
Yohan kembali lagi dari dapur, membawa dua gelas di tangannya. Satu latte diletakkan untuk Irena, sementara dirinya duduk di seberang dengan segelas susu. "Kapan kau akan lulus?" tanya Irena sebelum memasukkan sepotong sayuran ke dalam mulutnya. "Aku pastikan tahun ini aku akan menyelesaikan tugas akhirku," jawab Yohan.
"Berapa biaya kelulusanmu, coba kulihat rincian biayanya," pinta Irena. Yohan bangkit, berjalan menuju meja di ruang tengah. Lalu kembali dengan membawa ponselnya. Dia membuka file dan mencari berkas sebelum ditunjukan pada Irena.
Dengan cermat Irena membaca jurnal keuangan di layar ponsel Yohan. Yohan berada di semester akhir perkuliahan tahun ini. Sudah pasti akan mengeluarkan lebih banyak dana. Irena harus mengatur keuangan untuk melunasi semua itu. "Kau tak perlu khawatir. Pastikan kau harus lulus tahun ini," tandas Irena sambil menaruh ponsel di samping gelas pemuda itu.
Bukan ingin Yohan berkuliah sebenarnya. Alasannya sederhana. Yohan tidak mau membebani orang tua Irena. Namun, Irena dan orang tuanya tetap kekeh memasukan dia ke universitas. Yohan tak punya pilihan selain menerima. "Setelah aku lulus, kau tak perlu bekerja lagi," kata Yohan tiba-tiba. Perkataannya terdengar mengejutkan di telinga Irena. Sehingga dia mendongak dari tatapannya pada makanan. "Huh? Kenapa aku tak boleh bejerja?" heran Irena.
"Aku tahu kau lelah seharian bekerja. Aku hanya tak mau kau kelelahan. Biar aku saja yang menghidupi kita berdua. Kau hanya perlu bersantai di rumah dan menungguku pulang," jawab Yohan lugas. Tidak ada candaan di wajah rupawan Yohan. Irena berkedip dua kali. Hampir sulit dipercaya baginya. "Wah! Yohan... Kau rupanya sudah dewasa, ya? Aku jadi terharu!" Irena berkedip-kedip dengan wajah seakan menangis.
"A-aku serius!" gagap Yohan. Pipi putihnya merona. Dia malu seketika.
"Padahal dulu kau sangat judes dan pelit. Tapi kini kau ingin membagi gajimu padaku? Wah! Sepertinya banyak hal yang telah kulewati dari dirimu." Irena mengatakan fakta. Yohan kecilnya sekarang sudah tumbuh dewasa. Ada rasa bangga di benak Irena sebagai seorang kakak, walaupun bukan kakak kandung. Tapi mereka telah hidup dalam satu atap yang sama.
"Aku mau membuatkan bekal dulu." Yohan malu melihat reaksi berlebihan Irena. Sehingga dia memilih beralih dari hadapan wanita itu, dan mulai membuat satu bekal makan siang. Bukan untuk dirinya. Melainkan untuk Irena.
***
Suasana ruang divisi administrasi agak sepi ketika Irena datang. Meja-meja dibalik kubikel masih tampak kosong tanpa penghuni. Irena menarik kursi berodanya dan duduk dengan nyaman di depan komputer. Sambil menunggu layarnya menyala, seorang datang di meja sebelahnya dan duduk di sana. "Hai, Irena!" sapa wanita itu riang.
Irena menoleh. Tampak seorang wanita dengan kemeja kuning sudah hadir di mejanya. "Kayla!" balas Irena senang. "Kupikir hari ini kau tidak hadir," kata Irena mengingatkan sehari sebelumnya Kayla absen cuti.
"Hehehe, aku tidak boleh cuti terlalu lama walau cuma dua hari, sih..." ujar Kayla, pemilik rambut ikal cokelat sepundak itu. Tipe wajah ceria dan menyenangkan membuat Kayla mudah disukai banyak orang. Kebalikan dari Irena yang kelihatan judes mukanya ketika sedang diam -padahal sudah dari bawaan- yang seringkali dikeluhkan Irena sendiri, lantaran membuat orang lain jadi menjauhinya. Mereka bersahabat tapi saling bertolak belakang. Itulah yang membuat jalinan persahabatan keduanya awet sejak jaman ngampus dulu. Sekarang sudah tujuh tahun terlewati bersama.
"Setelah liburan ke pantai, pulang membawa pacar nih?" goda Irena saat memainkan mousenya. Dia sempat melihat swafoto Kayla di beranda Instagram kemarin dengan background pantai.
Kayla tersenyum kecut. "Pacar dari mana?" Kemudian dia memiringkan tubuhnya mendekat ke samping Irena. "Baru aku dekati, ternyata dia sudah beristri!" bisik Kayla. Lalu menegakkan posisi duduknya lagi. Jika dia bicara keras-keras, akan mudah terdengar siapa pun yang lewat. Dan hal itu tidak menutup kemungkinan jadi topik gosip karyawan di sekitar dengan melebih-lebihkan cerita.
Sementara Irena meringis mendengar itu. "Sabar, ya. Ada banyak pria lain di dunia ini," ujar Irena menghiburnya.
"Huh! Bisa-bisanya aku bercerita pada yang sudah punya pacar," sahut Kayla mengerucutkan bibir.
***
Irena mengeluarkan kotak makan siangnya ke meja. Jam istirahat ini dia ingin makan di meja kerja saja. Ketika itu sebuah pesan masuk muncul di layar ponselnya.
'Selamat makan siang!' Disertai emotikon ceria. Dari pengirim Yohan.
"Apa bekal itu kau sendiri yang menyiapkan?" kata Kayla menengok. Memperhatikan isi bekal makan siang Irena yang tampak sehat dan lengkap.
"Bukan. Yohan selalu membuatkan bekal makan siang untukku," jawab Irena apa adanya.
"Yohan? Adik laki-lakimu? Wah! Dia rajin sekali! Aku punya adik pun tidak pernah seperhatian Yohan. Aku jadi iri padamu!" rengek Kayla. Sedetik kemudian perhatiannya teralih oleh panggilan telepon. Dia membaca nama kontak di layar. "Ibuku menelepon..." Lantas Kayla pamit sambil membawa ponselnya.
***
Emily adalah gadis lugu yang lucu, sedangkan Evan adalah pria dewasa dengan aura maskulin yang memikat lawan jenis. Mereka bersama dalam ikatan saudara sebagai kakak dan adik. Suatu hari Emily dikejutkan dirinya tertidur di samping Evan tanpa busana!
[SISTER COMPLEX] "Dicintai begitu gila oleh kakak sulung adalah nasib naas bagi Cecillia." __ Aku pernah berharap untuk dicintai keluargaku. Tetapi aku tidak pernah berharap dicintai begitu gila oleh kakak sulungku yang setengah waras. "Kau milikku, Cecil." "Aku milik diriku sendiri!" Carlo menggeleng. "Kau milikku sejak dalam kandungan. Kau terlahir untuk ditakdirkan menjadi pasanganku. Aku mencintaimu dengan segenap jiwaku." Jiwamu sudah sakit, Carlo. "Jangan bodoh. Kau adalah kembaranku. Bukan milikmu," tegasku sudah berulang kali mengatakannya sampai terasa bosan.
Serene kabur dari perjodohan konyol, lalu terjatuh ke dalam galian tanah dan terbangun di dunia asing yang modern. Dominic tidak menyukai wanita, mendadak harus mengurus seorang gadis aneh di rumahnya.
Erina pikir dia bisa mengusir tutor baru itu. Namun yang dia alami malah membuat dirinya terikat dengan tutor baru itu.
Hidup itu indah, kalau belum indah berarti hidup belum berakhir. Begitu lah motto hidup yang Nayla jalani. Setiap kali ia mengalami kesulitan dalam hidupnya. Ia selalu mengingat motto hidupnya. Ia tahu, ia sangat yakin akan hal itu. Tak pernah ada keraguan sedikitpun dalam hatinya kalau kehidupan seseorang tidak akan berakhir dengan indah. Pasti akan indah. Hanya kedatangannya saja yang membedakan kehidupan dari masing – masing orang. Lama – lama Nayla merasa tidak kuat lagi. Tanpa disadari, ia pun ambruk diatas sofa panjang yang berada di ruang tamu rumahnya. Ia terbaring dalam posisi terlentang. Roti yang dipegangnya pun terjatuh ke lantai. Berikut juga hapenya yang untungnya cuma terjatuh diatas sofa panjangnya. Diam – diam, ditengah keadaan Nayla yang tertidur senyap. Terdapat sosok yang tersenyum saat melihat mangsanya telah tertidur persis seperti apa yang telah ia rencanakan. Sosok itu pelan – pelan mendekat sambil menatap keindahan tubuh Nayla dengan jarak yang begitu dekat. “Beristirahatlah sayang, pasti capek kan bekerja seharian ?” Ucapnya sambil menatap roti yang sedang Nayla pegang. Sosok itu kian mendekat, sosok itu lalu menyentuh dada Nayla untuk pertama kalinya menggunakan kedua tangannya. “Gilaaa kenyel banget… Emang gak ada yang bisa ngalahin susunya akhwat yang baru aja nikah” Ucapnya sambil meremas – remas dada Nayla. “Mmmpphhh” Desah Nayla dalam tidurnya yang mengejutkan sosok itu.
Yolanda mengetahui bahwa dia bukanlah anak kandung orang tuanya. Setelah mengetahui taktik mereka untuk memperdagangkannya sebagai pion dalam kesepakatan bisnis, dia dikirim ke tempat kelahirannya yang tandus. Di sana, dia menemukan asal usulnya yang sebenarnya, seorang keturunan keluarga kaya yang bersejarah. Keluarga aslinya menghujaninya dengan cinta dan kekaguman. Dalam menghadapi rasa iri adik perempuannya, Yolanda menaklukkan setiap kesulitan dan membalas dendam, sambil menunjukkan bakatnya. Dia segera menarik perhatian bujangan paling memenuhi syarat di kota itu. Sang pria menyudutkan Yolanda dan menjepitnya ke dinding. "Sudah waktunya untuk mengungkapkan identitas aslimu, Sayang."
Rubby sudah merasakan berbagai jenis cinta, sekaligus berbagai jenis ranjang dan desahan, namun akhirnya dia tersudut pada sebuah cinta buta dan tuli yang menjungkir balikkan kewarasan dia, meski itu artinya... TABU, karena seseorang yang dia cintai, adalah sesorang yang tidak seharusnya dia kejar. Ruby hanyalah gadis di pertengahan tiga puluh tahun. Meski begitu, tubuhnya masih terawat dengan baik. Pinggangnya masih ramping tersambung oleh lengkungan indah pinggul yang tidak berlebihan meski kentara jelas.
Semua orang terkejut ketika tersiar berita bahwa Raivan Bertolius telah bertunangan. Yang lebih mengejutkan lagi adalah bahwa pengantin wanita yang beruntung itu dikatakan hanyalah seorang gadis biasa yang dibesarkan di pedesaan dan tidak dikenal. Suatu malam, wanita iru muncul di sebuah pesta dan mengejutkan semua orang yang hadir. "Astaga, dia terlalu cantik!" Semua pria meneteskan air liur dan para wanita cemburu. Apa yang tidak mereka ketahui adalah bahwa wanita yang dikenal sebagai gadis desa itu sebenarnya adalah pewaris kekayaan triliunan. Tak lama kemudian, rahasia wanita itu terungkap satu per satu. Para elit membicarakannya tanpa henti. "Ya tuhan! Jadi ayahnya adalah orang terkaya di dunia? "Dia juga seorang desainer yang hebat dan misterius, dikagumi banyak orang!" Meskipun begitu, tetap banyak orang tidak percaya bahwa Raivan bisa jatuh cinta padanya. Namun, mereka terkejut lagi. Raivan membungkam semua penentangnya dengan pernyataan, "Saya sangat mencintai tunangan saya yang cantik dan kami akan segera menikah." Ada dua pertanyaan di benak semua orang: mengapa gadis itu menyembunyikan identitasnya? Mengapa Raivan tiba-tiba jatuh cinta padanya?
Naya Agustin, "aku mencintaimu, tapi cintamu untuknya. Aku istrimu, tapi kenapa yang memberi segalanya ayah mertuaku?" Kendra Darmawan, "kau Istriku, tapi ayahmu musuhku. Aku mencintamu, tapi sayang dosa ayahmu tak bisa kumaafkan." Rendi Darmawan, "Jangan pedulikan suamimu, agar aman dalam dekapanku."
Raisa Aquila Nazara gadis berusia 25 tahun yang sedang mengalami masa sulit. Cantik, pintar, hangat dan menyenangkan Raka Mirza Bramantyo CEO muda berusia 27 tahun. Tampan, cerdas, baik hati, suka menolong, tapi player. Keduanya tak sengaja bertemu dalam sebuah insiden yang sangat menarik. Raisa yang dijebak oleh Helena, ibu dari kekasihnya malah justru berakhir dalam satu kamar dengan Raka. “Apa yang sudah kamu lakukan padaku?” tanya Raisa. “Kamu bertanya apa yang sudah aku lakukan? Memangnya kamu lupa dengan apa yang semalam sudah kita lakukan? “Kamu merayuku, menggoda diriku dan kamu...._” “Cukup!!” Raisa tahu apa yang selanjutnya terjadi antara dirinya dan Raka. Sudah pasti itu adalah hal yang memang seharusnya tidak terjadi. Bagaimanakah selanjutnya perjalanan hidup mereka? Akankah satu malam bersama menjadi awal dari kebersamaan mereka?