"Ada apa denganmu, Elena?" tanya pria itu dengan nada datarnya sembari membantu Elena agar duduk dengan tegap.
"Aku ...." Elena menghela napas berat. Baru saja ia hendak berdiri, namun, kakinya terasa lemas hingga akhirnya hanya menatap wajah pria itu. "Apa kau mau menemaniku malam ini?" tanyanya dengan nada menggoda.
Pria yang dengan paras wajah yang nyaris sempurna itu mengerutkan keningnya. Ia lalu menggeleng, tak menyikapi ajakan wanita itu.
"Kau sedang mabuk. Biar aku antar ke rumahmu."
"Tidak, tidak." Elena menolak. Namun, tangannya yang melingkar di ceruk leher pria itu menatap lekat wajahnya, ingin melihat dengan jelas, seberapa tampan pria yang menghampirinya itu.
"Kau tahu? Aku baru saja melihat pengkhianatan yang dilakukan oleh suamiku. Dia bercinta dengan sekretarisnya."
Ia kemudian mendekat dengan tangan berada di bahu lelaki itu. "Dia melakukan hal itu di depan mataku. Jika dia saja bisa melakukannya, seharusnya aku juga bisa melakukannya, bukan? Aku benar, kan?"
Tangan Elena merayap pada dada bidang lelaki itu yang masih terbalut kemeja putih dengan kancing atas sudah lepas dari tempatnya.
"Aku ingin balas dendam!" ucapnya dengan suara lirihnya. Elena menatap dengan mata menggodanya. Bibir merahnya melengkungkan senyum padanya.
"Daripada pulang ke rumah, sebaiknya ikut aku ke kamar." Elena mencoba untuk berjalan, menyeret tangan pria itu agar mau menemaninya malam ini.
"Tunggu, Elena!" Pria itu menahan tangan Elena ketika mereka tiba di dalam kamar. "Aku sudah bilang padamu, kau sedang mabuk!" ucapnya dengan tegas, lalu membantu Elena agar berdiri dengan tegap.
Elena tersenyum, lalu menatapnya dengan tatapan menggoda. "Kenapa? Kau tidak tertarik padaku? Atau mungkin karena ini?" Elena menggigit bibirnya, masih dalam keadaan mabuk, dia menggila lagi.
"Apa karena aku kurang lihai di atas ranjang sampai membuat Gio berpaling dariku?" lirihnya kemudian menatap lekat wajah pria itu.
"Kau tahu, padahal aku sangat lincah di atas ranjang," bisiknya dengan tangan kini berpusat pada inti tubuh pria itu. "Kau yakin, akan menolakku?" godanya lagi.
Pria itu semakin geram karena sikap Elena yang semakin menjadi dan menggoda dirinya. Sebagai pria normal, siapa yang tidak tergoda dengan godaan yang dibuat oleh Elena yang sedari tadi menyentuh fisiknya?
"Kau memang penggoda handal, Elena!" Lantas ia meraup bibir wanita itu dengan penuh semangat. "Kau ingin balas dendam pada suamimu, kan? Mari kita lakukan," bisiknya.
Elena tersenyum penuh kemenangan. "Sentuh aku. Puaskan aku malam ini," pintanya dengan suara menggodanya.
"Shitt!" geramnya. Elena semakin membuatnya menggila. Ia kembali meraup bibir Elena sembari membuka seluruh kain yang ada di tubuh wanita itu, pun dengan dirinya.
"Eungh ...." Elena mendesah ketika merasakan hujaman yang kini berada di atasnya.
Pria itu memandangi Elena yang sedang terbaring telanjang seperti kanvas tanpa warna, siap untuk dilukis oleh gairah yang membara.
Gerakan demi gerakan ia lakukan di atas tubuh wanita itu. Matanya tidak bisa lepas dari pandangan wajah Elena yang begitu memukau. Lihai dan mendominasi, tubuh pria itu bergerak bebas sembari mendengarkan desahan ringan di bibir Elena.
Ruangan itu terasa panas, setiap helai udara menyerap aroma tubuh mereka, seolah merekam dosa yang begitu manis untuk dilupakan.
Elena terkesiap, dadanya naik-turun terengah, matanya membola menyapu ruangan yang terasa asing sekaligus menyakitkan.
Melihat wanita yang dia kenal sejak lima tahun lalu-kuliah di kampus yang sama bahkan satu kelas, tidak ada alasan baginya untuk menolak ajakan wanita yang tampak frustasi itu.
"Ini ... sangat nikmat. Akh!" desah Elena semakin membuat lelaki itu bergairah dan menghantam tubuh Elena dengan gerakan yang mematikan.
**
Elena terkesiap, terkejut bukan main saat melihat seorang pria yang terbaring santai di sampingnya.
"Karl?" bisik Elena, suaranya serak seperti menahan sesuatu yang berat di tenggorokannya. Pria yang dulu pernah ada di hatinya lima tahun yang lalu kini ada di sampingnya. Bahkan menghabiskan malam bersamanya!
Pria tampan berusia tiga puluh tahun, dengan rambut hitam yang sedikit acak-acakan, membuka mata perlahan, lalu menatapnya dengan datar.
"Sudah bangun rupanya," ucap Karl dengan nada tenang, tetapi nadanya menggigit.
Elena menunjuk wajah Karl dengan tangan gemetar, ekspresinya berubah antara marah dan bingung.
"Kau! Apa yang kau lakukan padaku, Karl?" Suaranya meninggi, hampir seperti teriakan. Cepat-cepat, dia menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang polos, sementara wajahnya memerah.
Karl bangkit setengah, bertumpu pada siku, lalu mengerutkan kening seolah tidak percaya dengan tuduhan itu. "Aku? Kau sendiri yang menyeretku kemari," balasnya tenang, tatapannya tetap mengunci mata Elena.
"Kau mabuk, lalu mengajakku ke kamar yang telah kau pesan sendiri, Elena," tutur Karl mengingatkan Elena pada malam yang memabukkan itu.
"Tidak mungkin!" Elena memekik, tangannya langsung menutup mulutnya sendiri.
Ia mencoba mengingat kembali apa yang terjadi semalam. Potongan-potongan ingatan berkelebat di benaknya-aroma alkohol, suara tawa yang dipaksakan, dan akhirnya rasa hampa yang membawanya pada Karl.
Hatinya kembali tertusuk, mengingat alasan ia berada di tempat ini. Pengkhianatan suaminya, yang ia saksikan dengan mata kepala sendiri. Adegan itu masih begitu nyata. Wanita murahan itu, Sekretaris suaminya, dengan tubuhnya yang memeluk Gio begitu mesra di ruang kerjanya.
Semuanya terekam jelas saat Elena membawa makan siang untuk Gio, berharap bisa memberi kejutan manis. Ternyata, ia-lah yang dikejutkan.
"Gio ...," bisik Elena, air mata mulai menggenang di sudut matanya. Luka itu kembali terbuka, meneteskan perih yang tidak kunjung sembuh.
Karl mengamati perubahan di wajah Elena, tetapi ia tidak mengatakan apa-apa. Tatapannya tajam, seolah membaca pikiran wanita di depannya.
Elena menoleh ke arah Karl, mencoba mengumpulkan keberanian untuk berbicara. "Anggap saja hari ini tidak pernah terjadi, Karl. Ini hanya ... kecelakaan," ucapnya dengan suara lirih namun tegas.
Karl mendengar itu, lalu tertawa kecil, senyuman sinis tersungging di wajahnya. "Kecelakaan, katamu?" ulangnya, suaranya sedikit lebih berat. Ia duduk tegak di atas ranjang, menatap Elena dengan pandangan yang tajam, penuh arti.
"Tidak semudah yang kau katakan, Elena!" Ia mendekat menatap dingin wajah Elena. "Sekali kusentuh, kau tidak akan pernah mudah lepas dariku!"