Unduh Aplikasi panas
Beranda / Romantis / Ketika Hati Yang Tulus Dibalas Dengan Luka Yang Dalam
Ketika Hati Yang Tulus Dibalas Dengan Luka Yang Dalam

Ketika Hati Yang Tulus Dibalas Dengan Luka Yang Dalam

5.0
50 Bab
156 Penayangan
Baca Sekarang

Di Bawah Bayang-Bayang Reruntuhan Terperangkap dalam pernikahan yang berlumuran dusta dan luka, Rania mencoba untuk bertahan. Bukan demi suaminya, melainkan demi satu-satunya orang yang ia sayangi: kakeknya yang renta dan terancam. Ketika Rania harus menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana Arkana, pria yang seharusnya menjadi pelindungnya, mengkhianati dirinya, hatinya pun hancur berkeping. Namun, di balik duka dan pengkhianatan itu, sebuah rahasia masa lalu dan perasaan yang selama ini terpendam mulai terungkap. Di Bawah Bayang-Bayang Reruntuhan adalah kisah tentang cinta yang tak pernah sampai, pengorbanan yang tak terlihat, dan kekuatan seorang wanita yang perlahan bangkit dari reruntuhan hati.

Konten

Bab 1 pewaris salah satu perusahaan

Pagi itu, seperti pagi-pagi yang lain, adalah sebuah pertunjukan yang sunyi. Aroma kopi Arabika tercium dari dapur, namun tidak ada kehangatan yang mengiringinya. Yang ada hanyalah keheningan dingin yang menyelimuti meja makan marmer, memisahkan Arkana dan Rania lebih jauh dari jarak fisik di antara mereka. Rania membolak-balik majalah dengan gerakan mekanis, matanya menatap halaman-halaman yang penuh dengan gaun-gaun indah dan perhiasan berkilauan, tetapi pikirannya melayang jauh.

Dua tahun. Sudah dua tahun ia menjalani sandiwara ini. Sandiwara yang sempurna di mata dunia, namun hampa di dalam. Arkana, suaminya, duduk di seberangnya, tersembunyi di balik layar tabletnya. Garis wajahnya yang tegas dan rahangnya yang kokoh menjadi ukiran patung yang dingin, tidak bergerak, tidak menunjukkan emosi. Arkana adalah prototipe pria idaman dalam novel romansa-tinggi, tampan, kaya raya, dan pewaris salah satu perusahaan real estat terbesar di Jakarta. Namun, bagi Rania, Arkana hanyalah sebuah bayangan, sebuah kehadiran yang nyaris tidak ada.

"Hari ini ada acara?" suara bariton Arkana memecah keheningan, suaranya kering seperti kerikil yang bergesekan. Ia tidak menatap Rania, matanya tetap terpaku pada layar.

Rania menurunkan majalahnya, senyum tipis terpaksa terukir di bibirnya. "Tidak ada. Mungkin nanti sore aku akan mengunjungi Tuan Hadi."

Arkana mengangguk, tanpa menunjukkan ketertarikan. "Kakekmu. Iya, aku ingat." Ia kembali fokus pada layarnya, seolah percakapan itu tidak pernah terjadi.

Tuan Hadi. Kakeknya. Satu-satunya alasan mengapa Rania masih berada di rumah megah ini, di sisi pria ini. Pernikahan mereka adalah sebuah kesepakatan bisnis yang pahit, sebuah pengorbanan yang Rania lakukan untuk menyelamatkan kekayaan dan kehormatan keluarga. Perusahaan kakeknya, yang telah dibangun dari nol dengan darah dan keringat, berada di ambang kebangkrutan. Arkana datang sebagai penyelamat, menawarkan modal dan koneksi yang sangat dibutuhkan, dengan satu syarat: Rania harus menjadi istrinya. Arkana menginginkan nama baik keluarga Rania untuk menaikkan citra perusahaannya, dan Rania, yang tidak tega melihat kakeknya jatuh sakit karena memikirkan perusahaannya, menerima perjanjian itu.

Namun, yang ia dapatkan hanyalah sangkar emas. Dinding-dinding rumah ini, marmer yang dingin, dan jendela-jendela yang membingkai pemandangan kota, terasa seperti jeruji penjara. Rania adalah manekin yang dipajang, istri yang sempurna di depan publik, tetapi di belakang pintu, ia adalah sosok yang tidak terlihat. Cinta? Perasaan itu tidak pernah menjadi bagian dari perjanjian mereka. Yang ada hanya janji-janji kosong dan kebohongan yang diselubungi kemewahan.

Setelah Arkana pergi ke kantor, Rania segera bangkit. Ia tidak peduli dengan sisa sarapannya yang dingin. Langkahnya membawanya ke lantai dua, menuju satu-satunya tempat di rumah ini yang terasa seperti rumah sungguhan: kamar kakeknya.

Pintu terbuka dan Rania disambut dengan aroma minyak kayu putih dan wewangian bunga melati yang menenangkan. Kakeknya terbaring di ranjangnya, wajahnya yang keriput terlihat damai dalam tidurnya. Usia dan penyakit telah menggerogoti tubuhnya, tetapi tatapan matanya selalu memancarkan kehangatan yang tulus. Tuan Hadi adalah orang yang membesarkan Rania, menggantikan peran orang tua yang hilang dalam sebuah kecelakaan saat Rania masih kecil. Baginya, kakeknya adalah segalanya.

Rania duduk di samping ranjang, menggenggam tangan kakeknya yang kurus. Kulitnya terasa dingin dan lembut. "Kakek," bisiknya pelan, "Maaf, aku terlambat datang."

Mata kakeknya perlahan terbuka. Sebuah senyum tipis merekah di wajahnya. "Kamu tidak pernah terlambat, Nak," katanya dengan suara serak. "Kamu selalu ada di sini."

Air mata Rania menggenang. Kata-kata kakeknya adalah obat penenang yang paling ampuh. Ia menceritakan hari-harinya, berusaha membuatnya terdengar lebih ceria dari kenyataan. Ia bercerita tentang taman, tentang pelayan yang lucu, tentang hal-hal sepele yang bisa membuat kakeknya tersenyum. Ia tidak pernah bercerita tentang kesepiannya, tentang hati yang hancur, atau tentang suami yang dingin. Semua itu ia telan sendirian.

Tuan Hadi menepuk tangan Rania pelan. "Aku tahu kamu bahagia, Nak. Arkana pria yang baik."

Mendengar nama itu, hati Rania terasa seperti disengat. Ia hanya bisa mengangguk, memaksakan senyum lain. Ia tahu kakeknya mengucapkan itu untuk meyakinkan dirinya sendiri, untuk membenarkan pengorbanan yang Rania lakukan. Sejak awal, kakeknya selalu merasa bersalah. Ia sering meminta Rania untuk mengakhiri pernikahan ini, untuk mencari kebahagiaannya sendiri. Tetapi Rania selalu menolak. Ia tidak bisa. Tidak setelah melihat kakeknya jatuh sakit parah karena memikirkan perusahaan yang hampir runtuh. Ia tidak bisa menghancurkan harapan terakhir kakeknya, yang melihat Arkana sebagai satu-satunya jalan keluar.

"Kakek, jangan khawatir. Aku baik-baik saja," kata Rania, mencium tangan kakeknya dengan lembut. "Istirahatlah lagi. Nanti sore aku datang lagi membacakan buku kesukaan Kakek."

Ia keluar dari kamar kakeknya dengan hati yang berat. Janji-janji Arkana untuk menjaga kakeknya dan membangun kembali perusahaan itu adalah ikatan yang menjeratnya. Sebuah janji manis di atas kertas yang tidak pernah benar-benar ia rasakan.

Siang itu, Rania memutuskan untuk pergi ke butik, mencari gaun yang akan ia kenakan untuk acara amal malam nanti. Ia membutuhkan alasan untuk keluar dari rumah ini, meskipun hanya sebentar. Saat di perjalanan, teleponnya berdering. Itu nomor ponsel Arkana. Rania mengerutkan kening. Arkana jarang sekali menghubunginya.

"Ya, Arkana?"

"Batalkan acara malam ini. Aku ada rapat mendadak di luar kota," jawab Arkana tanpa basa-basi, suaranya terdengar terburu-buru. "Jangan menungguku."

"Rapat mendadak?" Rania bingung. Jadwal Arkana tidak pernah mendadak. Semuanya direncanakan dengan sangat matang. Namun, ia tidak berani bertanya lebih jauh. "Baiklah. Aku akan memberitahu pihak penyelenggara."

"Bagus. Sampai jumpa." Sambungan terputus.

Rania menatap ponselnya dengan perasaan tidak enak. Ada sesuatu yang janggal. Cara bicaranya, nada suaranya yang tidak biasa. Arkana tidak pernah terburu-buru. Ia selalu mengendalikan segalanya. Ini adalah pertama kalinya ia membatalkan acara penting tanpa alasan yang jelas. Sebuah firasat buruk merayap di hatinya. Firasat yang sudah lama ia coba abaikan kini kembali datang.

Ia memutuskan untuk tidak pergi ke butik. Sebaliknya, ia menyuruh supirnya untuk berhenti di sebuah kafe di daerah Menteng. Sambil minum kopi, Rania membuka akun media sosial Arkana. Ia menemukan beberapa foto dari acara-acara yang ia datangi bersama Arkana, foto-foto yang diposting oleh teman-teman mereka, menunjukkan pasangan yang sempurna. Namun, di balik senyum yang ia paksakan, ada sebuah kesedihan yang tersembunyi.

Saat ia sedang asyik dengan pikirannya, sebuah notifikasi muncul di layar ponselnya. Sebuah unggahan dari salah satu kenalannya di media sosial. Sebuah foto yang menautkan nama Arkana. Rania membuka foto itu, dan jantungnya serasa berhenti berdetak. Foto itu diambil di sebuah restoran mewah. Arkana duduk di sebuah meja, tertawa lepas dengan seorang wanita cantik berambut sebahu. Wajah wanita itu tidak asing. Rania pernah melihatnya di beberapa acara, seorang model muda yang sedang naik daun. Caption foto itu berbunyi, "Makan siang yang indah dengan Arkana. Terima kasih untuk traktirannya!"

Hati Rania serasa hancur berkeping-keping. Itu adalah foto yang diambil beberapa jam yang lalu. Bukan di luar kota. Bukan di rapat. Arkana berbohong. Sebuah kebohongan yang menyakitkan, diumbar terang-terangan di depan matanya. Firasat buruk itu menjadi kenyataan. Ini bukan hanya masalah jadwal yang dibatalkan. Ini adalah pengkhianatan.

Tanpa berpikir panjang, Rania segera meminta supirnya untuk mengantarnya ke alamat restoran yang tertera di unggahan tersebut. Ia tidak tahu apa yang akan ia lakukan, tetapi ia harus melihatnya sendiri. Ia harus memastikannya. Ia harus menghadapi kenyataan ini, seburuk apa pun itu.

Saat tiba di lokasi, mobil Rania melaju pelan. Dari jendela mobil, Rania bisa melihat restoran mewah itu. Di dekat pintu masuk, seorang wanita berambut sebahu sedang berbicara dengan seorang pria. Pria itu adalah Arkana. Mereka tidak hanya berbicara, mereka tertawa. Tawa yang tulus, yang Rania belum pernah dengar dari bibir Arkana. Wanita itu meraih tangan Arkana, dan Arkana membalas genggaman tangannya. Lalu, dengan gerakan yang lembut, Arkana mencondongkan tubuhnya dan mencium kening wanita itu.

Dunia Rania runtuh. Bukan karena ciuman itu, tetapi karena tatapan di mata Arkana. Ada kehangatan di sana. Ada kasih sayang. Ada cinta. Sesuatu yang Arkana tidak pernah berikan padanya. Ia telah melihatnya, dengan mata kepalanya sendiri. Pria yang ia nikahi, pria yang seharusnya menjadi pelindungnya, adalah seorang pembohong dan pengkhianat.

Air mata Rania mengalir, bukan karena marah, tetapi karena kekosongan yang amat dalam. Ia menyadari, selama ini ia telah hidup di sebuah ilusi. Ia berpikir bahwa pernikahan mereka, meskipun tanpa cinta, setidaknya memiliki kehormatan. Ia percaya Arkana adalah pria yang setia, meski hanya dalam perjanjian. Namun, ternyata ia salah. Janji-janji yang Arkana berikan, janji untuk menjaga nama baik keluarga, janji untuk membangun kembali perusahaan kakeknya, semuanya terasa hampa. Hancur lebur seperti reruntuhan hati yang ia rasakan saat ini.

Rania menyuruh supirnya untuk putar balik. Ia tidak ingin Arkana melihatnya. Ia tidak ingin ia tahu bahwa Rania telah menyaksikan pengkhianatan ini. Ia kembali ke rumah, ke sangkar emasnya, dengan langkah-langkah yang gontai. Rumah yang semula terasa hampa kini terasa seperti kuburan. Kesunyiannya terasa seperti jeritan.

Ia berjalan ke kamar kakeknya. Kakeknya masih tertidur pulas. Wajahnya yang damai membuat hati Rania terasa lebih sakit. Mengapa ia harus berkorban begitu banyak untuk kebohongan ini? Untuk apa ia menderita jika pada akhirnya semua akan hancur?

Dalam keputusasaan, Rania membuka lemari buku tua milik kakeknya, yang dipenuhi dengan buku-buku usang yang Rania sering bacakan untuknya. Ia mencari sebuah buku lama yang selalu ia simpan di rak paling bawah. Saat ia mengambil buku itu, sebuah foto yang sudah menguning terjatuh. Rania mengambilnya.

Foto itu buram dan warnanya pudar, tetapi ia bisa melihatnya dengan jelas. Itu adalah foto kakeknya, saat ia masih muda, duduk di sebuah bangku taman. Di sampingnya, seorang wanita muda dengan wajah yang mirip dengan Rania, tersenyum cerah. Ibunya. Namun, di samping ibunya, ada seorang pria muda. Wajahnya tidak asing. Rambutnya hitam legam dan matanya memancarkan kehangatan yang tulus. Ada sesuatu tentang matanya yang membuat hati Rania bergetar. Seperti kenangan lama yang ia coba lupakan, kenangan yang tersembunyi jauh di lubuk hatinya.

Rania menatap foto itu, air matanya jatuh membasahi wajah-wajah yang kini terasa asing itu. Siapa pria ini? Mengapa ia ada di foto itu bersama kakek dan ibunya? Sebuah perasaan aneh merayap di hatinya. Perasaan yang bercampur aduk antara kesedihan, kekecewaan, dan sebuah harapan kecil yang ia rasakan saat melihat mata pria muda itu.

Dalam keheningan malam, di tengah reruntuhan hatinya, sebuah rahasia masa lalu dan perasan yang tak pernah terucap, mulai terungkap. Sebuah perjalanan baru telah dimulai. Dan Rania, yang kini benar-benar terluka, harus menemukan kekuatannya untuk bangkit dari kehancuran ini.

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Rilis Terbaru: Bab 50 kesedihan   09-26 00:28
img
img
Bab 4 Tawaran
14/08/2025
Bab 10 Sang Dalang
14/08/2025
Bab 19 Pernikahan
14/08/2025
Bab 21 mengakhiri
14/08/2025
Bab 24 kediaman
14/08/2025
Bab 26 harapan
14/08/2025
Bab 28 melindungi
14/08/2025
Bab 32 ketenangan
14/08/2025
Bab 40 kecurigaan
14/08/2025
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY