Andi Rosemala, seorang ibu rumah tangga dengan dua orang anak, namun masih terlihat sangat cantik. Usianya masih dua puluh lima tahun, wajar jika ia terlihat seperti seorang gadis. Kulitnya yang putih, hidung mancung serta rambut hitam legam yang panjang di bawah bahu, membuat ia terlihat awet muda. Andin menikah diusia 18 tahun lebih berapa bulan, hanya enam bulan setelah ia lulus SMA.
Andin dinikahi lelaki yang lima tahun lebih tua darinya. Rendy Prawira, lelaki yang dulu meminangnya dan menikahinya dengan penuh cinta. Rendy disambut hangat Andin dan keluarganya. Orangtua Andin yang kala itu tahu bahwa Rendy adalah salah satu pegawai kecamatan, tanpa pikir panjang Topan menerima pinangan Rendy.
Topan Sucipto adalah Ayah Andin, ia yakin jika Andin menikah dengan Rendy maka hidupnya tak akan kekurangan. Begitupun Andin, ia percaya jika suaminya akan mencukupi dan membahagiakan nya. Meski ia dan Rendy tak memulainya dengan sebuah hubungan pacaran.
Diawal pernikahan dan saat Andin melahirkan anak pertamanya. Rendy masih sanggup menutup setiap kebutuhan. Orangtua Andin pun sungguh bahagia melihatnya, hingga Pak Topan meninggal akibat penyakit yang dideritanya.
Andin tinggal tak jauh dari rumah Bu Minah, Ibu yang selalu ia repotkan. Terasa amburadul menejemen keuangan Rendy, gajinya tak mampu menutup semua kebutuhan rumah tangganya.
Hingga ia terpikirkan sebuah ide untuk menjatah uang bulanan pada istrinya dari seperempat gajinya. Bayangkan saja berapa besaran gaji seorang pegawai negeri kecamatan, dan bagikan empat. Uang bulanan yang menurut Andin sangat kecil angkanya. Andin tetap terima, ia tak pernah protes sedikit pun. Bukankah Andin termasuk kedalam tipe istri idaman? Sungguh beruntung Rendy memilikinya.
Sakit bagai teriris sebilah pisau saat Radit sulungnya merengek ingin disekolahkan. Usianya yang memang sudah masuk usia TK. Namun Andin tak memiliki cukup uang mendaftarkannya. Rendy pun terlihat santai tanpa mau mengusahakannya. Lagi, Andin harus meminjam pada sang Ibu.
Andin hanya memendam segala pertanyaan dihatinya. Dulu saat Rendy masih berstatus pegawai honorer semua kebutuhan mampu ia cukupi. Sekarang, status Rendy sudah pegawai negeri, tapi kenapa malah terasa sulit. "Mungkin karena kebutuhan anak-anak semakin banyak, jadi baru terasa sekarang." Batinnya yang selalu berpikir positif.
Menarik kursi meja makan, duduk disana menunggu kepulangan suami dan kedua anaknya. Andin mendesah kasar dengan tangan memijit pelipisnya, tiba-tiba kepalanya terasa berdenyut nyeri.
Tak lama terdengar tawa bahagia Radit dan Dini. Ah ternyata sudah pulang dari masjid.
"Cuci tangan dulu sayang, barulah kita makan. Bunda sudah masak opor spesial." Pinta Andin pada suami dan kedua anaknya.
Andin mengambil beberapa piring, mengisi nasi di atasnya. Radit dan Dini terlihat sangat lahap menikmati makanannya. Andin bahagia sekaligus haru melihatnya. Jarang sekali Andin melihat kedua anaknya lahap menyantap makanan. Ya, karena ia pun tak pernah membuat menu enak, kecuali dihari-hari besar seperti saat ini, Hari Raya.
Andin berjanji pada dirinya sendiri, ia akan berjuang demi kedua anaknya. Tekatnya sudah bulat, ia akan ikut Wati ke Jakarta. Bekerja sebagai asisten rumah tangga ataupun pengasuh bayi. Ia tak keberatan, asal kebutuhan Radit dan Dini tercukupi. Andin tak enak hati jika harus selalu menyusahkan Ibunya. Minah ibunya hidup dari uang pensiun suaminya, sehingga ia tak pernah kekurangan untuk kehidupannya. Bahkan kebutuhan cucunya, sering kali ia cukupi.
Andin tinggal dibagian selatan provinsi Lampung. Disebuah perkampungan, namun segala kebutuhan pokok sama mahalnya dengan di kota.
Rencananya Andin akan pergi ke Jakarta dihari ke lima hari raya. Andin akan meminta ijin dulu pada Rendy, setelahnya ia akan ijin pada Ibunya. Radit dan Dini sudah cukup mandiri untuk sekedar menyiapkan keperluan mereka.
* * *
"Dek, besok mas akan pergi reuni, tapi katanya nggak boleh ngajak keluarga. Soalnya kami akan menginap di pantai dek, gimana menurutmu, mas boleh ikut nggak?" Tanya Rendy yang datang tiba-tiba.
Andin yang sedang fokus melipat baju, berhenti seketika mendengar penuturan suaminya. "Kok bisa nggak boleh ngajak keluarga lho mas, bukannya semua temanmu juga udah berkeluarga?" Andin balas bertanya. Menurutnya tak masuk akal, juga egois jika mereka reuni demi bersenang-senang tanpa keluarga.
Rendy diam cukup lama, tampak seperti sedang berpikir. "Ya nggak tau dek, Tono panitianya. Mas juga kurang paham, tapi kayaknya laki semua kok dek. Kamu tenang aja." Jelas Rendy yang melihat kekhawatiran istrinya.
"Ya udah mas nggak papa kalo mau ikut. Aku percaya sama mas." Andin mengulas senyum tipis, merasa aneh dengan acara suaminya.
Lanjut ngobrol banyak hal, malam itu juga Andin menceritakan perihal keinginannya untuk ikut Wati ke kota. Andin juga memberi tahu Rendy besaran gaji yang akan diterimanya nanti. Sesuai dugaannya, Rendy setuju tanpa mencegahnya.
Berpindah ke kamar, menuntaskan hasrat berdua, menyatu dalam hangatnya malam.
Pagi menyapa
Rendy sudah rapi dengan jeans hitam berpadu kaos berwarna navy, terlihat sangat tampan dimata Andin. Bermain kejar-kejaran dengan Radit dan Dini. Radit memang lelaki yang hangat, meski kadang cuek jika dengan istrinya. Andin hanya tersenyum melihat kebahagiaan keluarga kecilnya. Tak terasa sebulir air bening menetes di sudut matanya. Berat untuk meninggalkan suami dan kedua anaknya. Andin mencoba menguatkan hatinya sendiri. Ia yakin suatu saat akan berkumpul lagi dengan kondisi yang lebih baik. Semua demi kedua anaknya.
Selesai sarapan, anak-anak ijin kerumah neneknya yang tak jauh dari rumah nya. Tersisa Rendy dan Andin. Rendy berdiri, menghampiri istrinya yang duduk di depannya. Mencium kening Andin cukup lama. Mengucapkan maaf untuk segala kekurangannya dan maaf tak bisa menemani nya malam ini.
Tak begitu lama, terdengar suara klakson mobil. Membuat Rendy dan Andin menyudahi kemesraannya. Keduanya melangkah keluar, melihat siapa yang datang.
Lelaki tinggi berkulit sawo matang, dengan setelan kaos hitam dan jeans selutut. Ia bersandar dipintu mobil. Tersenyum saat melihat kedatangan Rendy dan Andin. Tono, teman dekat Rendy. Tono menyapa Andin yang berdiri di samping suaminya. Menolak kala Andin mempersilahkan masuk dulu. Dengan alasan sudah ditunggu yang lain.
Andin masuk kedalam, mengambilkan yang akan dibawa oleh Rendy. Keluar lagi memberikannya pada sang suami, tak lupa ia cium tangan suaminya.
Rencananya Andin hari ini akan kerumah sang Ibu, untuk menjemput kedua anaknya sekaligus menyampaikan tujuannya yang akan merantau ke kota. Andin sudah menyiapkan segala keperluan yang akan dibawa esok. Hanya tinggal kerumah Minah dan kerumah Wati untuk memastikan jam berapa akan berangkat.
Malamnya Andin menginap di rumah Ibunya, Radit dan Dini tak mau diajak pulang. Dini yang mendengar obrolan Andin dan neneknya tadi, enggan jauh dari Andin. Dini menangis, tak ingin ditinggal Andin merantau. Cukup sulit menjelaskan pada anak lima tahun. Bergelayut manja, sama sekali tak ingin lepas dari Andin. Sampai mata sipitnya terpejam dalam lelap.
Semoga suatu saat kau akan mengerti perjuangan Ibumu nak.