/0/3009/coverbig.jpg?v=9237686087c4e81b4ab3f1506077a0c2)
"Nama gw Alvino. Tapi lo bisa panggil gw Vino. Gw boleh ya minta nomer lo. Jadi kalo gw ke Bandung lagi gw bisa hubungin lo. Gak apakan? " "Boleh. Kabarin ajah klo lagi di Bandung. Gw jadi guide lo juga gak apa. Sehari 200rb jadi tour guide lo. Mayan, wkwkwkwk...! And by the way..., nama gw,Luna...." Perkenalan itulah yang memulai kisahku dengan Vino. Laki-laki yang akan membuat hidupku bagaikan Roller Coaster. Laki-laki yang akan mendatangkan badai yang harus ku terjang. Apakah aku akan menyerah? Atau terus berjuang?
"Cek One... Cek... One... Cek ...Sip! Udah oke Kang, mic-ku!" sambil mengacungkan jempol, isyaratku pada Kang Deni.
Ya, malam ini band-ku akan perform di salah satu PUB ternama di Bandung. Aku vocalist sebuah band yang biasa mengisi di sejumlah Cafe, PUB atau event. Band-ku bernama, "He She".
Seperti biasa, kami selalu berkumpul dan makan bersama setelah cek sound atau sehabis manggung. Sambil makan biasanya kami bertukar fikiran tentang musik, lagu baru, kostum dan hal lainnya. Itu juga bikin kami lebih solid secara band. Malah kedekatan kami sudah seperti keluarga.
"Ngebakso dulu di mang Eko,yuk ah!" ujar Roni pemain keyboardku.Semua mengiyakan.
"Waregh pisan,uy !"(kenyang banget) ujar Gani drumerku sambil mengelus perutnya yang kekenyangan.
"Ntar malem jangan lupa, kostum black and red, ya. Jam tujuh dah standby. Tong telat!" ujar Doni, sang gitarist sekaligus leader band kami. Kami pun mengangguk dan membubarkan diri bersiap untuk malam nanti.
Ah, akhirnya aku sampai di kost-anku.
Aku memang tinggal di kost-an. Orang tuaku sudah meninggal dan aku tidak mau menjadi beban kakak lelakiku satu-satunya. Apa lagi dia sudah berkeluarga, lebih baik dia fokus dengan keluarganya. Aku pun sudah bukan anak kecil lagi. Tahun ini aku sudah berusia 22 tahun.
Hasil gajiku dari band ini cukup untuk bertahan hidup sendiri. Bahkan kadang aku bisa membelikan keponakanku yang berumur 5 tahun, hadiah jika sedang dapat event besar. Setelah mandi, aku bersiap untuk bernyanyi nanti malam. Setelah selesai make up dan memakai kostum, aku pun melaju dijalanan dengan motor matic-ku.
Malam ini PUB terbilang ramai. Bandung salah satu kota yang kehidupan malamnya pun ramai.Satu sesi sudah kita lalui dan saat break akan diselingi oleh perform DJ.
Ah, aku bergegas ke toilet, sudah tak tahan lagi untuk buang air kecil.
DUG!!
Aku menabrak seorang laki-laki karena berlari tanpa memedulikan apa-apa lagi dan hanya bilang maaf tanpa berhenti.
"Ahhhh... Legaaaa..." ujarku dalam hati.
Namun, saat aku berjalan keluar dari kamar mandi, aku dihadang laki-laki yang kutabrak tadi.
"Udah pipisnya? Ampe ngebut gitu." ujarnya menggodaku.
"Duh, maaf ya. Abis kebelet. Maaf banget!" aku membungkuk meminta maaf.
Lelaki ini sudah jelas lebih tua dariku tapi bukan tua sih, matang tepatnya. Rapi, simple, tapi semua yang dipakainya barang branded.
"Dimaafin ..., asal mau nemenin minum di sini!" ujarnya sambil tersenyum dan menunjuk ke arah mejanya.
Ya, sebagai vocalist dan pemain band adalah host di tempat ini. Kami diwajibkan untuk bersikap ramah kepada tamu yang datang. Aku memang terbiasa menyapa pengunjung yang sedang melepaskan penat mereka di PUB ini. Ada yang sendirian, bersama keluarga atau berkumpul dengan teman-temannya.Terkadang menemani mereka minum.
Pekerjaan ini juga mengharuskanku menceriakan malam mereka dengan lagu dan juga karamah-tamahan. Tapi tetap, aku harus bisa menjaga diri. Terkadang, ada saja lelaki hidung belang yang merayu bahkan berfikir aku bisa dibayar untuk mereka melepaskan nafsu birahinya. Oh no! I'm not that kind of women.
"Boleh deh. Tapi satu gelas minuman aja, ya. Soalnya masih dua sesi lagi nih nyanyi.Yang penting dimaafin!" jawabku seraya duduk di sebelahnya.
Kami berdua pun ngobrol ke sana kemari sampe akhirnya, aku harus memulai sesi kedua.
"Thanks ya, tuh leader aku dah kodein. Mesti on stage lagi. Makasih minumannya!" ucapku sambil berdiri.
"Tar kalau break sini lagi, ya. Gw sendirian. Gak ada temen ngobrol. Sekalian mau tanya-tanya tempat di Bandung. Oke?" pintanya padaku.
"Siap,Bosque!" aku pun berlari untuk kembali memulai sesi kedua.
Malam itu aku menemani dia mengobrol. Dia tanya banyak tentang Bandung ini. Ternyata dia orang Jakarta dan datang ke Bandung ini sedang mencari tempat untuk membuka usaha clothing line dia.
----
"Hayu ah.. Tiheula nya (duluan,ya)!" pamitku kepada teman-teman band-ku yang masih mengobrol di depan pintu masuk PUB. Aku sudah ingin cepat sampai kost-an dan melepas lelah. Belum sampai ke tempat parkir motorku, lelaki itu mengejarku.
"Heiii!Tunggu!" serunya sambil berlari kecil.
Aku menoleh kebelakang dan menghentikan langkah.
"Udah ngobrol semaleman. Tapi gw belom tau nama lo siapa, hahahah!" ucapnya sambil tersenyum, "Nama gw Alvino. Tapi lo bisa panggil gw Vino. Gw boleh ya minta nomer lo. Jadi kalo gw ke Bandung lagi gw bisa hubungin lo. Gak apakan?"
"Boleh. Kabarin aja klo lagi di Bandung. Gw jadi guide lo juga gak apa. Sehari 200.000 jadi tour guide lo. Mayan, wkwkwkwk...! And by the way..., nama gw,Luna...."
Kami pun saling bertukar nomer telefon dan aku pun pamit.
"Hati-hati! Jam segini bawa motor sendirian." ujar Vino.
"Udah biasa. Tenang aja, Bandung mah aman!" seruku sambil tersenyum.
Kami pun berjalan menghampiri kendaraan masing-masing. Vino memgendarai mobilnya sedangkan aku menaiki motorku.
Aku menyusuri udara dingin dengan motor matic-ku, seperti hari-hari yang lain. Pekerjaanku membuatku pulang jam dua dini hari. Kadang kalau overtime atau menemani reguler guest bisa jam tiga pagi baru keluar dari PUB.
Tapi aku menyukai pekerjaanku. Karena sejak kecil aku senang bernyanyi. Beberapa kali menjuarai lomba. Dulu,almarhumah Mama akan sangat antusias mencarikan baju untukku, meriasku agar tampil cantik saat bernyanyi.
Kini, Mama sudah berpulang. Kalau saja masih ada, aku akan mengajak Mama untuk pergi bersamaku saat aku dapat job event. Mama pasti senang.
Mama sering menemaniku berlatih, Mama lah guru vocalku. Mungkin karena itu aku bisa jadi penyanyi. Bakatku, kudapat dari gen Mama.
Selama perjalanan, aku terbiasa memasang earphone untuk mendengarkan lagu dari Handphoneku agar mataku tak mengantuk. Pagi ini ku putar lagu " Mobil Balap" dari Naif. Sambil bawa motorku melaju,aku bernyanyi.
🎼🎵🎶
"Kupernah punya . mobil balap sendiri .
Yang bisa ngebut . dijalanan tiap hari .
Ku tidak pernah merasakan kesepian .
Tak ada gadis yang menolak diantarkan .
Asoy Geboy ngebut dijalanan ibukota .
Dipayungi lampu kota disekitar kita .
Suatu hari . ada orang yang menantang .
Gairah sembalapku makin tak tertahan
Kubalap dia dari kiri banting kanan .
Tak kumelihat kuterobos lampu merah .
Tiba-tiba pak polisi datang menghampiri .
Kutancap gas dengan maksud melarikan diri .
Akhirnya kumenabrak pohon yang melintang .
Tolong dong pak, tolong dong pak jangan ditilang .
SIM pun tak ada STNK entah kemana .
Dan hingga kini kuberada ditahanan .
Asoy Geboy ngebut dijalanan ibukota .
Dipayungi lampu kota disekitar kita .
Asoy Geboy ngebut dijalanan ibukota .
Dipayungi lampu kota disekitar kita ."
Tak terasa sampai juga di kost-an ku .
-----
Wanita bertubuh ideal tidak terlalu tinggi, badan padat terisi agak menonjol ke depan istilah kata postur Shopie itu bungkuk udang. Menjadi ciri khas bahwa memiliki gelora asmara menggebu-gebu jika saat memadu kasih dengan pasangannya. Membalikkan badan hendak melangkah ke arah pintu, perlahan berjalan sampai ke bibir pintu. Lalu tiba-tiba ada tangan meraih pundak agak kasar. Tangan itu mendorong tubuh Sophia hingga bagian depan tubuh hangat menempel di dinding samping pintu kamar. "Aahh!" Mulutnya langsung di sumpal...
Seorang gadis SMA bernama Nada dipaksa untuk menyusui pria lumpuh bernama Daffa. Dengan begitu, maka hidup Nada dan neneknya bisa jadi lebih baik. Nada terus menyusui Daffa hingga pria itu sembuh. Namun saat Nada hendak pergi, Daffa tak ingin melepasnya karena ternyata Daffa sudah kecanduan susu Nada. Bagaimana kelanjutan kisahnya?
Kulihat ada sebuah kamera dengan tripod yang lumayan tinggi di samping meja tulis Mamih. Ada satu set sofa putih di sebelah kananku. Ada pula pintu lain yang tertutup, entah ruangan apa di belakang pintu itu. "Umurmu berapa ?" tanya Mamih "Sembilanbelas, " sahutku. "Sudah punya pengalaman dalam sex ?" tanyanya dengan tatapan menyelidik. "Punya tapi belum banyak Bu, eh Mam ... " "Dengan perempuan nakal ?" "Bukan. Saya belum pernah menyentuh pelacur Mam. " "Lalu pengalamanmu yang belum banyak itu dengan siapa ?" "Dengan ... dengan saudara sepupu, " sahutku jujur. Mamih mengangguk - angguk sambil tersenyum. "Kamu benar - benar berniat untuk menjadi pemuas ?" "Iya, saya berminat. " "Apa yang mendorongmu ingin menjadi pemuas ?" "Pertama karena saya butuh uang. " "Kedua ?" "Kedua, karena ingin mencari pengalaman sebanyak mungkin dalam soal sex. " "Sebenarnya kamu lebih tampan daripada Danke. Kurasa kamu bakal banyak penggemar nanti. Tapi kamu harus terlatih untuk memuaskan birahi perempuan yang rata - rata di atas tigapuluh tahun sampai limapuluh tahunan. " "Saya siap Mam. " "Coba kamu berdiri dan perlihatkan punyamu seperti apa. " Sesuai dengan petunjuk Danke, aku tak boleh menolak pada apa pun yang Mamih perintahkan. Kuturunkan ritsleting celana jeansku. Lalu kuturunkan celana jeans dan celana dalamku sampai paha.
Livia ditinggalkan oleh calon suaminya yang kabur dengan wanita lain. Marah, dia menarik orang asing dan berkata, "Ayo menikah!" Dia bertindak berdasarkan dorongan hati, terlambat menyadari bahwa suami barunya adalah si bajingan terkenal, Kiran. Publik menertawakannya, dan bahkan mantannya yang melarikan diri menawarkan untuk berbaikan. Namun Livia mengejeknya. "Suamiku dan aku saling mencintai!" Semua orang mengira dia sedang berkhayal. Kemudian Kiran terungkap sebagai orang terkaya di dunia.Di depan semua orang, dia berlutut dan mengangkat cincin berlian yang menakjubkan. "Aku menantikan kehidupan kita selamanya, Sayang."
Warning !! Cerita Dewasa 21+.. Akan banyak hal tak terduga yang membuatmu hanyut dalam suasana di dalam cerita cerita ini. Bersiaplah untuk mendapatkan fantasi yang luar biasa..