/0/3115/coverbig.jpg?v=55eec7bd8c6ddef6ed23f46ede30247b)
Bermain cantik kepada sahabat karib yang ternyata dia istri pertama dan aku istri kedua
CUKUP SETAHUN
"Mas ... setega itukah kamu, padaku,hiks ... hiks ...," ucapku parau. Air mata sudah tak terbendung. Aku menghamburkan badanku ke kasur. Menenggelamkan wajah ke bantal.
"Aaa ...," teriakku kencang-kencang. Membuang bantal kamar dengan sekenanya. Bantal kenangan indah, namun pahit di rasa sekarang. Bantal romantis, yang selalu aku dan Mas ardi pakai secara bersama. Satu bantal untuk berdua.
"Gimana para saksi, sah!"
"Sah ... sah,"
Suara dari bawah sana bersahut-sahutan. Membuat hatiku semakin nestapa. Nelangsa. Tak berujung.
Kini, aku sah menjadi Istri tua, Bermadukan sahabatku sendiri.Rasanya sakit. Lebih sakit saat berada di ruang oprasi. Berjuang sendiri melawan kesakitan. Hatiku lebih hancur-sehancurnya, daripada oprasi pengangkatan rahimku.
"Tuhan ... aku tahu. Aku yang telah memilih Wulan sebagai maduku. Tapi, entahlah. Hatiku tetap sakit. Maafkanlah aku. Jikalau ketidak ikhlasanku, aku tak bisa menyentuh surga-Mu,"
"Cukup disini saja, Tuhan. Engkau mengujiku. Aku takut. Diriku bisa binasa. Mencintai makhluk, yang kau letakkan surga dalam ridhonya," tutupku berdoa dalam sujud. Mengadukan nelangsa seorang hamba. Yang baru saja di madu karena tak ada rahim dalam tubuhnya.
******
Kala itu ...
"Mas, aku nggak mau kamu madu, Mas. Aku sangat mencintaimu. Melebihi apapun.Jangan kau bagi cintamu, Mas,"
Mohonku mengiba pada Mas Ardi.
"Fa, aku pingin punya anak," sahutnya tanpa menatapku. Pandangannya ke luar jendela kamar kita. Matanya terus menatap pemandangan bukit di malam hari. Indah.
"Kita bisa adopsi, Mas. Banyak bayi yang bisa kita rawat," kilahku tak setuju.
"Bayi siapa? Bayi panti asuhan? tak jelas asal-usulnya. Aku tak sudi, Fa," ketusnya.
"Lagian, Mama dan aku, ingin anak dari darah dagingku. Bukan orang lain, Safa" imbuhnya.
Aku menghela napas perlahan. Mengatur tangisan, yang sesak sampai ke dada.
"Tidak ada carakah lain, Mas, selain kau membagi cintaku," isakku. Sambil mengusap air mata sekenanya.
"Kita bisa cari wanita lain. Kita program bayi tabung dan sewa rahimnya untuk mengandung anak kita,"
"Tanpa kau menduakanku. Kita bisa punya anak, Mas. Aku trauma dengan poligami, Mas," tutupku penuh harap.
Aku tahu, ideku gila. Tapi aku tak punya pilihan lain. Pun tak tahu harus berbuat apa.
"Nggak ... Ibu nggak setuju dengan idemu. Konyol," sembur ibu mertua di ambang pintu kamar kami. Dari belakang. Sedari tadi pintu tidak tertutup.
"Kamu tahu kan, Ardi. Hukumnya haram, Nak. Kalau kamu sewa rahimnya, berarti kau juga harus menikahinya ... "
"Aku nggak mau, Bu," potongku cepat.
Mata Ibu menatapku lekat. Tatapan tak sukanya padaku, begitu kental terasa.
"Diam, kamu! Ngakunya Islam, tapi nggak tahu hukum agama. Wajarlah, Islam KTP,"
bentaknya padaku. Ujung-ujungnya, selalu islam KTP yang ia gelarkan. Padaku.
Mas Ardi hanya diam menatapku. Tanpa mau, sedikitpun membela.
Aku kecewa dengan sikapnya. Selalu tunduk pada wanita, yang selama sembilan bulan mengandung dirinya.
"Ardi, okelah. Ibu setuju, dengan ide istrimu. Untuk program bayi tabung dan menempatkan pada rahim orang lain. Karna memang istrimu tak punya rahim. Tapi, bukan tanpa menikahi wanita itu, caranya. Haram, Nak"
"Nanti kalau bayi itu lahir, statusnya seperti anak zina. Karena, anak itu lahir dari rahim wanita yang tanpa status pernikahan yang sah, dengan Bapak dari janin itu. Jangan lakukan itu Ardi," imbuhnya menasehati.
"Safa, nggak mau di madu, Bu. Safa ingin cinta seutuhnya," tolakku lirih.
Mendengar penuturannya, membuat hatiku sakit. Seperti tersayat tajamnya sembilu. Sakit sekali mendengar penuturan wanita yang sudah kurawat sepenuh hati, tiga tahun lamanya.
"Kamu apa nggak mau punya anak. Selamanya?" tanyanya memojokkanku.
Aku menggeleng pasrah.
"Kalau mau senang, ya harus berkorban dulu, Safa. Sekarang kamu milih. Anakku nikah lagi, punya anak dari istri baru atau anakku nikah lagi, tapi punya anak dari kamu?"
"Aku setuju sama Ibu," seloroh Mas Ardi tanpa pedulikan diriku yang sudah banjir air mata.
"Ardi, carilah istri kedua. Untuk kau nikahi. Tapi, yang pemahaman agamanya bagus. Nggak islam KTP saja," sindir ibu, melirikku sinis.
Aku menatap lekat Mas Ardi. Seraya menggeleng. Memberi isyarat jangan. Jangan lakukan ini padaku.
"Oke, Bu,"
"Mas ... jangan lakukan ini padaku, aku nggak mau kehilangan kamu," mohonku sambil sujud-sujud menyentuh kakinya.
"Lepasin, Safa," hardik Mas ardi membuang tubuhku kasar.
"Kamu tahu. Surga istri, ada di ridho suami. Kalau kamu buatku marah terus-terusan. Nggak bakalan aku meridhoimu,"
Tangisku semakin pecah. Tanpa bisa kukendalikan. Aku beringsut berdiri. Mencoba menatap mereka dengan berani.
"Contohlah si Wulan, sahabatmu itu. Dulu sama mantan suaminya, selalu ia utamakan ridho suami, padahal selalu di KDRT. Walau sampai punya anakpun dia tetap bertahan. Cari ridho suami. Contohlah, dia," seloroh Mas Ardi. Membanding-bandingkan aku dengan Wulan.
Wulan adalah sahabatku. Baru enam bulan kami bertemu. Aku menampungnya, karena kasihan. Melihatnya dipukul secara membabi buta di depan mata kepalaku. Oleh, suaminya, yang kini sudah menjadi mantan. Semua itu tak lepas dari usaha dan jerih payahku.
Itulah cerita sekilas. Awalku bertemu Wulan. Singkatnya, dia sahabat terbaikku. Wulandari Kartika.
Aku menggeleng. Tak henti-hentinya, air mata mengalir.
"Kalau kamu sepakat. Satu tahun saja pernikahan ini, dan kamu bisa milih, wanita yang kamu suka," imbuh Mas Ardi.
Kulirik sekilas ibu mertua. Nampaknya ia kaget.
"Ardi, itu sama saja nikah kontrak. Haram," nasehat Ibu layaknya ustadzah bohongan.
"Ceraikan saja si Safa, Di. Lagian, dia istri nggak ada guna. Kenapa, sih kamu dulu nikahin wanita tanpa rahim ini?" geram ibu sambil melirikku.
Mas Ardi. Diam tak bersuara. Pun aku. Hanya diam menunduk. Meratapi nasib. Beginikah nasib wanita tanpa rahim? Maju mati, mundur pun juga.
Siapa, yang mau menjadi wanita tanpa rahim. Ku rasa, semua wanita tak mau. Aku juga tak bisa memilih. Antara takdir yang ditetapkan Tuhan padaku.
Lengkaplah sudah. Gelar, yang diberikan mertuaku padaku. Wanita islam KTP tanpa rahim. Penuh luka dan derita. Hiks.
"Aku kaya, Bu," lirihku akhirnya memberanikan diri.
Mas Ardi mengangkat tangan kanan. Hendak menamparku. Spontan, Kututupi wajahku. Ketakutan. Bergidik ngeri. Mengingat tangan kokoh Mas Ardi menggampar wajahku.
Tapi, aneh ...
Kenapa tak ada rasa. Terhentikah?
Mataku mengerjap-ngerjap. Membuka kelopak mata.
Ternyata, Ada tangan yang menghalanginya. Siapa?
BACAAN KHUSUS DEWASA Siapapun tidak akan pernah tahu, apa sesungguhnya yang dipikirkan oleh seseorang tentang sensasi nikmatnya bercinta. Sama seperti Andre dan Nadia istrinya. Banyak yang tidak tahu dan tidak menyadari. Atau memang sengaja tidak pernah mau tahu dan tidak pernah mencari tahu tentang sensasi bercinta dirinya sendiri. Seseorang bukan tidak punya fantasi dan sensasi bercinta. Bahkan yang paling liar sekalipun. Namun norma, aturan dan tata susila yang berlaku di sekitranya dan sudah tertanam sejak lama, telah mengkungkungnya. Padahal sesungguhnya imajinasi bisa tanpa batas. Siapapun bisa menjadi orang lain dan menyembunyikan segala imajinasi dan sensasinya di balik aturan itu. Namun ketika kesempatan untuk mengeksplornya tiba, maka di sana akan terlihat apa sesungguhnya sensasi yang didambanya. Kisah ini akan menceritakan betapa banyak orang-orang yang telah berhasil membebaskan dirinya dari kungkungan dogma yang mengikat dan membatasi ruang imajinasi itu dengan tetap berpegang pada batasan-batasan susila
Chelsea mengabdikan tiga tahun hidupnya untuk pacarnya, tetapi semuanya sia-sia. Dia melihatnya hanya sebagai gadis desa dan meninggalkannya di altar untuk bersama cinta sejatinya. Setelah ditinggalkan, Chelsea mendapatkan kembali identitasnya sebagai cucu dari orang terkaya di kota itu, mewarisi kekayaan triliunan rupiah, dan akhirnya naik ke puncak. Namun kesuksesannya mengundang rasa iri orang lain, dan orang-orang terus-menerus berusaha menjatuhkannya. Saat dia menangani pembuat onar ini satu per satu, Nicholas, yang terkenal karena kekejamannya, berdiri dan menyemangati dia. "Bagus sekali, Sayang!"
Novel ini berisi kumpulan beberapa kisah dewasa terdiri dari berbagai pengalaman percintaan panas dari beberapa tokoh dan karakter yang memiliki latar belakang keluarga dan lingkungan rumah, tempat kerja, profesi yang berbeda-beda serta berbagai kejadian yang diaalami oleh masing-masing tokoh utama dimana para tokoh utama tersebut memiliki pengalaman bercinta dan bergaul dengan cara yang unik dan berbeda satu sama lainnya. Suka dan duka dari tokoh-tokoh yang ada dalam cerita ini baik yang protagonis maupun antagonis diharapkan mampu menghibur para pembaca sekalian. Semua cerita dewasa yang ada pada novel kumpulan kisah dewasa ini sangat menarik untuk disimak dan diikuti jalan ceritanya sehingga menambah wawasan kehidupan percintaan diantara insan pecinta dan mungkin saja bisa diambil manfaatnya agar para pembaca bisa mengambil hikmah dari setiap kisah yan ada di dalam novel ini. Selamat membaca dan selamat menikmati!
Setelah menghabiskan malam dengan orang asing, Bella hamil. Dia tidak tahu siapa ayah dari anak itu hingga akhirnya dia melahirkan bayi dalam keadaan meninggal Di bawah intrik ibu dan saudara perempuannya, Bella dikirim ke rumah sakit jiwa. Lima tahun kemudian, adik perempuannya akan menikah dengan Tuan Muda dari keluarga terkenal dikota itu. Rumor yang beredar Pada hari dia lahir, dokter mendiagnosisnya bahwa dia tidak akan hidup lebih dari dua puluh tahun. Ibunya tidak tahan melihat Adiknya menikah dengan orang seperti itu dan memikirkan Bella, yang masih dikurung di rumah sakit jiwa. Dalam semalam, Bella dibawa keluar dari rumah sakit untuk menggantikan Shella dalam pernikahannya. Saat itu, skema melawannya hanya berhasil karena kombinasi faktor yang aneh, menyebabkan dia menderita. Dia akan kembali pada mereka semua! Semua orang mengira bahwa tindakannya berasal dari mentalitas pecundang dan penyakit mental yang dia derita, tetapi sedikit yang mereka tahu bahwa pernikahan ini akan menjadi pijakan yang kuat untuknya seperti Mars yang menabrak Bumi! Memanfaatkan keterampilannya yang brilian dalam bidang seni pengobatan, Bella Setiap orang yang menghinanya memakan kata-kata mereka sendiri. Dalam sekejap mata, identitasnya mengejutkan dunia saat masing-masing dari mereka terungkap. Ternyata dia cukup berharga untuk menyaingi suatu negara! "Jangan Berharap aku akan menceraikanmu" Axelthon merobek surat perjanjian yang diberikan Bella malam itu. "Tenang Suamiku, Aku masih menyimpan Salinan nya" Diterbitkan di platform lain juga dengan judul berbeda.
Hidup itu indah, kalau belum indah berarti hidup belum berakhir. Begitu lah motto hidup yang Nayla jalani. Setiap kali ia mengalami kesulitan dalam hidupnya. Ia selalu mengingat motto hidupnya. Ia tahu, ia sangat yakin akan hal itu. Tak pernah ada keraguan sedikitpun dalam hatinya kalau kehidupan seseorang tidak akan berakhir dengan indah. Pasti akan indah. Hanya kedatangannya saja yang membedakan kehidupan dari masing – masing orang. Lama – lama Nayla merasa tidak kuat lagi. Tanpa disadari, ia pun ambruk diatas sofa panjang yang berada di ruang tamu rumahnya. Ia terbaring dalam posisi terlentang. Roti yang dipegangnya pun terjatuh ke lantai. Berikut juga hapenya yang untungnya cuma terjatuh diatas sofa panjangnya. Diam – diam, ditengah keadaan Nayla yang tertidur senyap. Terdapat sosok yang tersenyum saat melihat mangsanya telah tertidur persis seperti apa yang telah ia rencanakan. Sosok itu pelan – pelan mendekat sambil menatap keindahan tubuh Nayla dengan jarak yang begitu dekat. “Beristirahatlah sayang, pasti capek kan bekerja seharian ?” Ucapnya sambil menatap roti yang sedang Nayla pegang. Sosok itu kian mendekat, sosok itu lalu menyentuh dada Nayla untuk pertama kalinya menggunakan kedua tangannya. “Gilaaa kenyel banget… Emang gak ada yang bisa ngalahin susunya akhwat yang baru aja nikah” Ucapnya sambil meremas – remas dada Nayla. “Mmmpphhh” Desah Nayla dalam tidurnya yang mengejutkan sosok itu.