/0/3166/coverbig.jpg?v=fd440bf0fa8ecf965d52c43e253446ef)
Kang Mi Irene, istri kedua yang baru saja naik tahta menjadi Permaisuri. Harus menelan pil pahit, di mana setiap malam dirinya harus mendengarkan suara sang suami memanggil 'Permaisuri' ketika menghabiskan malam bersama wanita lain. Rumor mengatakan bahwa Raja Xie begitu tertekan akibat kematian istri pertamanya, yakni Permaisuri Jie. Namun, mengapa harus Permaisuri Kang yang kena getahnya? Menelungkup tubuh sembari menangis tanpa suara di depan pintu Aula Raja, "Maaf kan aku Raja."ucapnya sambil terisak.
"Permaisuri, kau begitu cantik!"tutur Arjuna (Raja Xie) seraya mengelus lembut wajah wanita di bawahnya dengan jari jemari. Padahal wanita itu tidak lain hanya seorang penghibur. Dl
"Wah, apakah kau mau menjadikan aku permaisuri setelah ini?!"ucap wanita itu ngomong kosong, membuat mata pria diatasnya melebar hebat.
Arjuna bangkit dan menarik wanita itu kemudian mendorongnya kasar,"Keluar sekarang!"gertak nya tanpa ampun.
Sambil bersungut-sungut wanita itu keluar dengan kondisi rambut hampir tergerai, aksesoris pun berantakan menggantung di rambut kusut itu.
Untung Raja! Kalau tidak, aku tidak ingin ke sini lagi jika dipanggil!
Sam Fuu selaku kasim melemparkan sekantung koin dan menyuruhnya pergi. Sebelum melangkahkan kaki, dia menunjuk seorang perempuan yang tengah berdiri tak jauh dari keberadaan kasim.
Dengan tidak sopan dia berkata sambil merentangkan jari telunjuknya,"Apa gadis ini selanjutnya?!"
Sontak perkataan yang sangat tidak sopan untuk ditunjukkan pada seorang Permaisuri membuat kedua orang di sana meradang.
Sebagai sosok yang ditunjuk. Irene benar-benar marah, namun sekuat tenaga dia tahan kemarahan itu agar tidak keluar. Meski rasa sakit dihatinya bertambah karena dihina oleh seorang wanita yang sudah menghabiskan malam dengan suaminya sendiri.
Tak ayal mata Sam pun ikut memerah seraya mengeratkan gigi dan berkata,"Berani-beraninya kau jal*ng rend_"
Segera Irene ber-isyarat agar pria itu menghentikan ucapannya. Menatap wanita itu sedingin es, dan berkata,"Aku adalah seorang bangsawan. Kau berani menghina ku seperti ini, akan ku pastikan hidupmu lebih hancur."
Aku sudah berbohong!
"O-oh baiklah, ampuni aku. Tapi kau jangan menyalahkan penglihatan ku. Rambut mu sama sekali tidak mencerminkan seorang bangsawan. Permisi Lady."respon wanita itu memperbaiki kemudian posisi selimutnya.
Bisa-bisanya! Jika dia tahu aku adalah permaisuri, kira-kira apa responnya?!
Dari awal Irene tidak pernah bermimpi untuk menjadi permaisuri. Namun takdir ternyata membawanya pada kedudukan ini. Jadi, tidak salah jika dia berusaha untuk mempertahankan, semuanya, dari aspek a-z. Termasuk keangkuhan? Bukan keangkuhan, hanya saja hal-hal yang pantas untuk didapatkan, tentu harus diterima.
"Wajahnya begitu cantik. Sesuai dengan pekerjaan ini."lanjut wanita itu dengan suara samar. Namun kalimat-kalimat itu masih terdengar oleh Permaisuri.
Cantik? Secantik apapun diriku, itu sia-sia saja. Menyentuh tubuhku pun Raja sangat enggan.
Tidak dipungkiri bahwa Irene adalah Permaisuri yang berasal dari Putri Pilihan (Menurut rumor, hanya dirinya yang tersisa). Konon, Putri Pilihan menyembunyikan paras yang begitu cantik. Kerajaan yang ingin menikahinya harus langsung memberikan posisi yang cukup tinggi, tanpa adanya sebuah ajang pemilihan.
"Apa ada lagi Kasim?"ucap Irene. Dia tidak pernah memperlihatkan wajah kekecewaan atau marah. Mungkin sudah terbiasa, mungkin.
"Tidak ada lagi Yang Mulia. Dia yang terakhir."ukiran senyum tipis terpancar dari wajah cantiknya.
"Aku akan segera membawa air hangat Yang Mulia."
"Bagus lah. Aku yang akan menjaga Raja."
Irene pun masuk ke aula Raja. Mendudukkan diri di samping Arjuna lalu mengusap wajah tampan itu dengan ibu jarinya. Tak lupa merapikan pakaian polos berwarna putih yang begitu berantakan.
"Raja ku."ucapnya sembari mengusap-usap surai rambut hitam Arjuna, kemudian dia mencium kening sang suami.
Kasim Fuu menyaksikan pemandangan itu membuat langkahnya terhenti sejenak. Setelah bibir Permaisuri terlepas dari kening Raja. Dia baru masuk bersama wadah tembaga berisi air hangat. Karena ini sudah larut malam, dirinya harus bersegera.
Sam pun menaruh bejana tembaga berisi air beserta handuk kecil di samping Irene.
"Terimakasih Kasim."pria itu menunduk hormat kemudian lekas pergi.
Irene menaikkan sedikit lengan bajunya, membasuh kain dengan air hangat lalu memerasnya. Membersihkan badan Arjuna yang setengah telanjang, tak lupa menyeka beberapa kotoran kecil di telinga dan sudut mata. Dirinya sudah seperti orang yang tengah memandikan seorang bayi.
Irene tersenyum melihat kondisi sang raja yang kini sudah bersih. Namun senyuman itu bercampur dengan pancaran kekecewaan.
Kecewa terhadap siapa? Raja? Atau diri sendiri.
Tiga tahun yang lalu ketika dirinya melakukan hal sama seperti ini setiap malam. Dia selalu menangis di samping sang raja tanpa membuatnya terbangun.
Namun, kini seolah hatinya telah kebal terhadap rasa sakit ini. Bukan, bukan hatinya yang kebal. Tapi, mata ini sudah cukup lelah untuk menangis dan terus menangis.
Cup!
Irene mencium kening Arjuna,"Aku mencintaimu."ucapnya kemudian tersenyum, lalu beranjak pergi meski ragu.
Ketika Irene berada di ujung pintu, terdengar suara orang mengigau, langkahnya pun terhenti tanpa diminta.
"Permaisuri ku!"lirih Arjuna di sela tidurnya.
Perempuan itu hanya bisa tertegun. Jika yang dimaksud permaisuri itu adalah dirinya, tentu saja dia bahagia. Namun dia tidak ingin berharap lebih. Bisa saja permaisuri yang dimaksud adalah mendiang Permaisuri Jie Jenna.
Flashback on
Arjuna mengangkat paksa dagu Irene (Permaisuri Kang sekarang) yang semula tengah menunduk sambil menangis.
"Ternyata kau tidak lebih hanya sekedar seorang gadis rendahan seperti Permaisuri Jie! Hm, BAHKAN DI MATAKU KAU LEBIH RENDAH!"gertak Arjuna membanting wajah Irene pada kalimat terakhir.
Flashback off
Tiga tahun yang lalu untuk pertama kali, Arjuna membanding-bandingkan dirinya dengan Permaisuri Jie.
Irene mengela nafas agar lebih tenang, kenangan itu memang tak jarang menghantui. Membalikkan tubuhnya ke arah sang raja, sejenak memandangi wajah Arjuna yang tengah tertidur pulas seperti bayi.
Pria itu memang sedari dulu menggemaskan!
Sejujurnya, Irene tidak ingin pergi, dia ingin menemani pria itu semalaman. Tapi itu tidak mungkin.
Keberadaan Sam diluar membuat gadis itu bertanya,"Kasim Fuu, anda masih di sini?"
Dengan sigap Sam mendahului Irene untuk menutup pintu Aula,"Tentu Yang Mulia, seperti biasa."ucapnya.
Irene senyum tipis bermakna terimakasih, kemudian melangkah turun, diikuti oleh Sam.
"Aku sudah terbiasa sendiri sekarang. Mungkin esok hari kau bisa pulang lebih awal."ucap Irene.
"Tidak Yang Mulia saya akan mengantarkan anda sampai Aula."balas Sam mantap.
Irene pun tidak ingin mencegah kebaikan hati sang kasim,"Terimakasih. Oh ya kasim, jangan lupa tolong siapkan sup untuk Yang Mulia di pagi hari, sekaligus minta obat pengar ke tabib. Sepertinya malam ini Raja terlalu banyak minum."
Aroma alkohol itu begitu menyeruak hingga seisi ruangan. Meski faktanya Irene tidak suka bau tersebut, namun rasa cinta dan kesetiannya pada Raja mengalahkan semua itu.
"Baik Yang Mulia."ucap Sam mantap. Dia kagum dengan sosok Permaisuri didepannya. Perempuan yang menjalani cobaan berat setiap hari, apalagi di malam hari, dia masih bisa mengukir senyuman se ramah ini.
"Yang Mulia."sambut Ily, p elayan pribadi Irene, setelah junjungannya masuk.
Segera Ily membantu Irene melepaskan pakaian luarnya, dan menyisakan pakaian polos warna putih tanpa noda.
"Saya akan buatkan teh."gesit Ily kemudian melenggang pergi ke dapur.
Menelik ke arah kasur empuk berwarna keemasan itu. Sudut bibir Irene terangkat mengingat malam pertamanya. Malam pertama yang tidak biasa.
Flashback on
Bahkan setelah menikah pun Raja Xie belum pernah menyentuh Selirnya. Meskipun ada beberapa rumor bahwa sang raja tidak begitu tertarik dengan Selir yang terlampau muda.
Beruntung, Arjuna mampu membungkam para penggosip itu dengan memperlihatkan kebersamaan dengan nya. Jika tidak, Irene sudah menjadi bulan-bulanan. Apalagi usianya terbilang muda, dan tak punya hasrat berkuasa. Berbeda dengan selir biasanya.
POV Irene a.k.a Selir Kang a.k.a Permaisuri Kang
Aku seorang Putri Pilihan, yang tidak begitu terurus oleh seorang Raja dari dinasti kecil yang sangat sibuk. Begitu juga ibunda, dia bergotongroyong ikut andil dalam mensejahterakan rakyat dan kerajaan kami.
Malam itu setelah penobatan ku menjadi Selir Utama. Aku menangis di pelukan raja karena aku merindukan kakak, kakak satu-satunya orang yang memperhatikan ku selama ini. Ya, yang aku rasakan seperti itu.
"Aku adalah kakak mu sekarang, kau tidak perlu khawatir."ucapnya sambil mengusap air mataku.
"Aku tidak percaya."tolak ku cepat. Raja memperhatikan wajah ku seperti tengah berpikir.
"Apa yang bisa membuat mu percaya?"
Di malam pertama pernikahan kami, Raja menyisir sekaligus mengepang rambutku. Menemani ku melukis dan sampai akhirnya aku melukis wajahnya.
Ya, dulu. Kakak Neul lah yang selalu melakukannya.
Flashback off
Irene merindukan itu, Irene merindukan Arjuna. Merindukan sosok pria itu disampingnya. Tak terasa air mata lolos begitu saja. Dia mencoba agar bulir air itu segera surut. Segera dia hapus dengan lembut karena tidak ingin berlarut-larut.
Di waktu yang sama Ily datang dengan membawa teh di atas nampan, Irene sedikit terkejut dibuatnya.
"Teh nya Yang Mulia."Irene mengangguk, kemudian meminum air berwarna kecoklatan itu dengan penuh etika.
Ingin sekali Ily berkata,"Apa anda sudah merasa lebih baik sekarang?"
Tapi urung. Junjungannya yakni tipe perempuan yang sangat membenci jika ada orang yang mengasihani.
Alasannya karena Irene tidak ingin membebani para pekerja dengan konflik internalnya bersama Raja. Meski Dayang pribadi dan pelayan Ily dekat dengannya, namun dia tidak ingin berbagi. Cukup dirinya dan Raja yang tahu. Dia berharap suatu saat masalah ini akan terselesaikan dengan cara mereka berdua. Ya, Irene sangat mengharapkan itu.
Warning!!!!! 21++ Aku datang ke rumah mereka dengan niat yang tersembunyi. Dengan identitas yang kupalsukan, aku menjadi seorang pembantu, hanyalah bayang-bayang di antara kemewahan keluarga Hartanta. Mereka tidak pernah tahu siapa aku sebenarnya, dan itulah kekuatanku. Aku tak peduli dengan hinaan, tak peduli dengan tatapan merendahkan. Yang aku inginkan hanya satu: merebut kembali tahta yang seharusnya menjadi milikku. Devan, suami Talitha, melihatku dengan mata penuh hasrat, tak menyadari bahwa aku adalah ancaman bagi dunianya. Talitha, istri yang begitu anggun, justru menyimpan ketertarikan yang tak pernah kubayangkan. Dan Gavin, adik Devan yang kembali dari luar negeri, menyeretku lebih jauh ke dalam pusaran ini dengan cinta dan gairah yang akhirnya membuatku mengandung anaknya. Tapi semua ini bukan karena cinta, bukan karena nafsu. Ini tentang kekuasaan. Tentang balas dendam. Aku relakan tubuhku untuk mendapatkan kembali apa yang telah diambil dariku. Mereka mengira aku lemah, mengira aku hanya bagian dari permainan mereka, tapi mereka salah. Akulah yang mengendalikan permainan ini. Namun, semakin aku terjebak dalam tipu daya ini, satu pertanyaan terus menghantui: Setelah semua ini-setelah aku mencapai tahta-apakah aku masih memiliki diriku sendiri? Atau semuanya akan hancur bersama rahasia yang kubawa?
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?
Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Aku, Rina, seorang wanita 30 Tahun yang berjuang menghadapi kesepian dalam pernikahan jarak jauh. Suamiku bekerja di kapal pesiar, meninggalkanku untuk sementara tinggal bersama kakakku dan keponakanku, Aldi, yang telah tumbuh menjadi remaja 17 tahun. Kehadiranku di rumah kakakku awalnya membawa harapan untuk menemukan ketenangan, namun perlahan berubah menjadi mimpi buruk yang menghantui setiap langkahku. Aldi, keponakanku yang dulu polos, kini memiliki perasaan yang lebih dari sekadar hubungan keluarga. Perasaan itu berkembang menjadi pelampiasan hasrat yang memaksaku dalam situasi yang tak pernah kubayangkan. Di antara rasa bersalah dan penyesalan, aku terjebak dalam perang batin yang terus mencengkeramku. Bayang-bayang kenikmatan dan dosa menghantui setiap malam, membuatku bertanya-tanya bagaimana aku bisa melanjutkan hidup dengan beban ini. Kakakku, yang tidak menyadari apa yang terjadi di balik pintu tertutup, tetap percaya bahwa segala sesuatu berjalan baik di rumahnya. Kepercayaannya yang besar terhadap Aldi dan cintanya padaku membuatnya buta terhadap konflik dan ketegangan yang sebenarnya terjadi. Setiap kali dia pergi, meninggalkan aku dan Aldi sendirian, ketakutan dan kebingungan semakin menguasai diriku. Di tengah ketegangan ini, aku mencoba berbicara dengan Aldi, berharap bisa menghentikan siklus yang mengerikan ini. Namun, perasaan bingung dan nafsu yang tak terkendali membuat Aldi semakin sulit dikendalikan. Setiap malam adalah perjuangan untuk tetap kuat dan mempertahankan batasan yang semakin tipis. Kisah ini adalah tentang perjuanganku mencari ketenangan di tengah badai emosi dan cinta terlarang. Dalam setiap langkahku, aku berusaha menemukan jalan keluar dari jerat yang mencengkeram hatiku. Akankah aku berhasil menghentikan pelampiasan keponakanku dan kembali menemukan kedamaian dalam hidupku? Atau akankah aku terus terjebak dalam bayang-bayang kesepian dan penyesalan yang tak kunjung usai?
Bianca tumbuh bersama seorang ketua mafia besar dan kejam bernama Emanuel Carlos! Bianca bisa hidup atas belas kasihan Emanuel pada saat itu, padahal seluruh anggota keluarganya dihabisi oleh Emanuel beserta Ayahnya. Akan tetapi Bianca ternyata tumbuh dengan baik dia menjelma menjadi sosok gadis yang sangat cantik dan menggemaskan. Semakin dewasa Bianca justru selalu protes pada Emanuel yang sangat acuh dan tidak pernah mengurusnya, padahal yang Bianca tau Emanuel adalah Papa kandungnya, tapi sikap keras Emanuel tidak pernah berubah walaupun Bianca terus protes dan berusaha merebut perhatian Emanuel. Seiring berjalannya waktu, Bianca justru merasakan perasaan yang tak biasa terhadap Emanuel, apalagi ketika Bianca mengetahui kenyataan pahit jika ternyata dirinya hanyalah seorang putri angkat, perasaan Bianca terhadap Emanuel semakin tidak dapat lagi ditahan. Meskipun Emanuel masih bersikap masa bodo terhadapnya namun Bianca kekeh menginginkan laki-laki bertubuh kekar, berwajah tampan yang biasa dia panggil Papa itu, untuk menjadi miliknya.
Livia ditinggalkan oleh calon suaminya yang kabur dengan wanita lain. Marah, dia menarik orang asing dan berkata, "Ayo menikah!" Dia bertindak berdasarkan dorongan hati, terlambat menyadari bahwa suami barunya adalah si bajingan terkenal, Kiran. Publik menertawakannya, dan bahkan mantannya yang melarikan diri menawarkan untuk berbaikan. Namun Livia mengejeknya. "Suamiku dan aku saling mencintai!" Semua orang mengira dia sedang berkhayal. Kemudian Kiran terungkap sebagai orang terkaya di dunia.Di depan semua orang, dia berlutut dan mengangkat cincin berlian yang menakjubkan. "Aku menantikan kehidupan kita selamanya, Sayang."