/0/3904/coverbig.jpg?v=75accee775abbbc12c48e4e2d5e2e863)
Aku adalah gadis itu, yang menangis pada malam yang dingin. Ketika hujan mendekap tiba-tiba ke dalam masa lalu yang kelam. Aku adalah gadis SMA yang hamil itu.
Aku adalah gadis itu, yang menangis pada malam yang dingin. Ketika hujan mendekap tiba-tiba ke dalam masa lalu yang kelam. Aku adalah gadis SMA yang hamil itu.
Hujan turun membawa air dari langit. Tidak bagiku, hujan juga membawa kenangan. Sebongkah kenangan yang entah mengapa seketika membuat dadaku menjadi sesak. Sekarang, hatiku tak lagi memiliki ruang untuk mencintai hujan seperti dulu.
***
Rumah
05.55
Ini adalah kisahku, namaku Adina Candra Elsa. Orang-orang lebih sering memanggilku, Adina. Aku adalah anak yang lahir dari orang tua sederhana. Ibuku hanyalah karyawan biasa di salah satu perusahaan kecil di kotaku. Ayahku entahlah, sejak kecil aku telah ditinggalkan olehnya. Tepatnya saat usiaku menginjak 5 tahun.
"Adina, cuci piringnya sebelum berangkat." Omelan Yani bundaku, yang setiap harinya nyaris tanpa pernah libur. Persis setelah selesai sarapan aku disuruhnya membersihkan piring.
"Iya Bunda, udah aku berisihin tuh. Noh liat sendiri." Puas rasanya aku membalas omelannya itu.
"Iya-iya, makasih yaa Cantik," Ujar Bunda yang saat itu berada di dalam kamarnya.
"Ayo berangkat Bunda..."
Ajakanku itu membuatnya sedikit terburu-buru. Setiap harinya memang kita berangkat berdua, dengan roda dua bermesin negeri sakura keluaran tahun 2015. Tidak terlalu tua untuk motor matic yang memang sengaja Bunda beli saat aku merayakan ulang tahun. Untukku itu katanya.
"Sana buruan masuk, nanti keburu telat loh." Wanita cantik separuh baya dengan ekspresi manyun itu selalu aku lihat saat Bunda sedikit kesal.
"Iya Bunda, aku masuk kelas dulu."
Aku mencium tangan bundaku, setiap kali aku mau pergi. Aku mencintainya seperti aku mencintai diriku sendiri. Bagiku dialah penawar di saat semua masalah tiba-tiba memelukku secara kasar.
***
Sekolah
09.00
"Aku bakal lebih giat belajar, seperti tahun lalu. Beasiswa berprestasi bakal aku dapetin lagi. Buat Bunda" gumamku.
Tiba-tiba cowok tengil itu mengagetkanku dari belakang kursi, tepat di belakang bangku yang aku duduki.
"Eh, ngapain belajar terus? Dah pintar masih belajar terus?" katanya.
Namanya Devano Samuel Escapra, anak 11 IPA 1 (kelas 2 SMA). Teman sekelasku, cowok tampan, badboy, anggota geng motor, dan anak tunggal pemilik perusahaan Emas, Escapra Gold Company. Sayangnya, dia adalah siswa terajin yang selalu hadir di ruang Bimbingan Konseling. Bukan karena prestasi, tapi karena masalah yang sering dibuatnya.
"Iish,..apaan? Biarin kek. Suka-suka akulah." Aku berbicara dengan nada sedikit membentaknya.
"Ihh..cupu kamu."
"Biarin..."
Aku pergi meninggalkannya sendiri di kelas, dengan wajah kesal menuju ruangan outdor dengan banyak pepohonan dan bunga di sekelilingnya. Lima warung modern dan beberapa meja dan kursi yang terbuat dari kayu jati yang di atasnya tidak memiliki payung. Estetik dan romantis menurutku. Aku bisa melihat awan di sini, tanpa pembatas.
Anak-anak dari sini selalu meramaikan tempat ter-hits di sekolah. Waktu itu masih jam istirahat. Siswa SMA Zidduya kebanyakan memilih untuk menikmati beberapa menu spesial di kantin ini. Salah satunya aku, nasi goreng bebek mbak Lastri.
"Biasa ya Mbak," ucapku pada Mbak Lastri.
"Nasi goreng bebek sama es jeruk ya Din?"
"Iya Mbak," sembari aku menganggukan kepala.
***
Sekolah
12.30
SMA Zidduya adalah sekolah menengah atas dengan segudang fasilitas kelas mewah yang ada di kotaku, Malang. Salah satu fasilitas yang aku sukai dan sering aku datangi adalah Balairoom Teater.
Ruang jumbo berukuran dua kali seluas lapangan basket, dengan dinding bercorak cokelat muda dan beberapa ornamen lampu klasik. Di dalamnya terdapat kursi besi cantik yang dapat diduduki lebih dari 1500 orang. Tidak tepat jika disebut ruangan, namun begitulah namanya. Balairoom Teater yang memiliki panggung utama yang cukup luas.
Aku menyukainya, seni teater dan ruangan ini. Apalagi di bawah hujan yang turun, aku paling menyukainya. Suasana kali ini sangat membuatku terdiam, hening dan menenangkan.
Hujan adalah canduku. Bagiku dialah penenang di saat aku terdesak. Saat dunia seperti tidak lagi bersamaku untuk mengajaku berbahagia. Aku mencintai hujan, seperti mencintai diriku sendiri. Terimakasih Tuhan, Sang Pemilik Hujan. Aku mencintai salah satu milik-Mu bernama hujan.
"Ngapain lama-lama di sini?" Cowok tampan dengan rambut pendek, kulit putih, tinggi dan populer di sekolah, bernama Devano itu.
"Terserah gua, mau ngapain!" Nadaku kesal karena sering diganggu sama dia. Entahlah, untuk apa dia begitu suka menggangguku.
"Kamu suka sama pentas drama?." Tanyanya dengan wajah penasaran.
"Iya suka, kenapa?"
"Gak papa, nanya doang."
"Kenapa basah-basah gitu?"
"Tadi kehujanan dikit."
Rintihan hujan yang mengalun indah di atas atap rumah. Ditemani secangkir cokelat panas dan tentunya mie rebus dengan telur di dalamnya. Membuat seketika mulut ini tak bisa menolak, hanya untuk menikmati apa yang tersaji. Begitulah caraku menikmati hujan secara sederhana.
***
Rumah
09.12
Ruang tamu dengan interior bernuansa retro, dindingnya cokelat muda, ada plafon putih di atapnya dan lantainya terbuat dari ubin kuning tua khas tempo dulu. Aku duduk dengan Bunda di kursi kayu jati, di depanku terdapat cokelat dan mie rebus dengan telur buatan Bunda tercinta, chef andalan di rumah ini.
Rumah kecil ini adalah peninggalan Kakek Buyut dari Bunda. Rumah yang telah menemaniku sejak aku dilahirkan dan sekaligus saksi bisu perjuangan Bunda membesarkanku sendirian, tanpa Suami. Maklumlah sejak kepergian Ayah setalah usiaku 5 tahun. Ayah tak pernah datang mengunjungi kami. Entahlah, kini dia seolah telah menghilang untuk selamanya.
Ayah padahal aku benar-benar merindukanmu. Kunjungi kami, temui aku meski cuman sekejap. Kata Bunda, Ayah mengadu nasib di Jakarta. Ayah berusaha mencari peruntungan untuk masa depanku di sana. Berhari-hari, berminggu-minggu hingga bertahun-tahun sampai aku menjadi remaja di SMA. Ayah tak pernah kembali, seperti hilang di telan bumi. Aku selalu mengela nafas tak kala mengingat hal ini.
Tiba-tiba Bunda mengagetkan lamunanku.
"Gimana Din, enak nggak?"
"Buatan Bunda selalu enak, Adina suka Bunda." Aku terlalu lahap dengan apa yang selalu dibuatkannya untukku, meski terlihat sangat sederhana.
"Belajar masak Din..!!" pintanya kepadaku.
"Buat apa Bunda?"
"Kan kamu udah kelas 2 SMA, nanti kuliah. Habis kuliah kan nikah. Masak gak bisa masak."
"Bunda apaan sih? Adina masih belum kepikiran nikah!"
"Iya kan belajarnya dari sekarang Din." Seloroh Bunda yang sedikit kesal karena aku sulit dinasehati tentang hal ini.
"Iya-iya, besok-besok ya Bunda," jawabku sambil membersihkan bekas piring dan gelas yang habis kami gunakan.
"Udah bersih semua ya Bunda."
"Makasih ya Cantik."
***
Sekolah
06.37
"Eh Din, bawa dasi lagi nggak?" tanya Devano kepadaku di kelas. Pastinya dia lupa tak membawa dasinya lagi.
"Lu, gak bawa lagi ya?
"Lupa Din."
"Ah kebiasan sih lu, apa sih yang kamu inget?. Nih ada tapi di kembaliin ya!" Aku sedikit kesal karena dasi yang ku pinjamkan minggu lalu katanya telah hilang.
"Iya-iya gampang."
Saat hari senin sekolah kami SMA Zidduya pasti akan melakukan upacara di lapangan. Selama upacara berlangsung sekitar 60 menit. Anak-anak Zidduya harus mengenakan atribut lengkap dan sesuai aturan.
Para guru akan mengecek secara detail, termasuk dasi. Bila peraturan ini dilanggar maka siswa akan mendapat hukuman.
Teringat saat pertama kali bertemu, waktu semester satu di kelas 11 IPA 1 (2 SMA). Aku mendapati Devano sebagai siswa pindahan dari Jakarta. Beberapa bulan yang lalu, lebih tepatnya tujuh bulan yang lalu. Dia tinggal di Malang bersama sopir dan pembantunya di rumahnya, kota Malang. Sedangkan ayah dan bundanya tinggal di rumah utama, kota Jakarta. Di sanalah Escapra Gold Company salah satu cabang perusahaan ayahnya berada.
Aku banyak mengetahui jika ayahnya jarang sekali mengunjunginya, karena kesibukan ayahnya sebagai pengusaha dengan grade international. Aku sebagai sesama anak tunggal sangat memahami kesedihan yang dialami cowok tampan itu. Terlebih, dia hidup sendiri tanpa bundanya di rumah.
Itulah kenapa kita sangat akrab, dan mungkin karena itulah aku mulai mencintainya. Rasa itu ada namun entah sejak kapan.
Bersambung....
Ditusuk dari belakang oleh saudara tirinya dan sahabatnya, Anastasia Tillman dirampok kepolosannya oleh seorang pria misterius pada suatu malam yang menentukan dan kemudian diusir dari tempat yang dia sebut sebagai rumahnya. Lima tahun kemudian, Anastasia yang kini menjadi perancang perhiasan sukses, mendapat kejutan dalam hidupnya ketika seorang pria tampan menerobos masuk ke dalam hidupnya dan menawarkan untuk menikahinya dan membesarkan putranya untuknya. Tawaran ini mungkin tampak seperti impian setiap wanita yang menjadi kenyataan, tetapi tidak bagi Anastasia! Dia memiliki penampilan, karier yang sukses, putra yang menggemaskan... jadi apa lagi yang dia butuhkan? Jelas bukan pria yang mengacaukan segalanya untuknya, bukan, Baginda! Tapi apa yang akan dia lakukan ketika pria itu benar-benar terpesona oleh anak laki-laki yang merupakan salinan dirinya? Akankah dia menerimanya dan menyerah pada tawarannya untuk membesarkannya-oops, putra mereka?
Selama dua tahun, Brian hanya melihat Evelyn sebagai asisten. Evelyn membutuhkan uang untuk perawatan ibunya, dan dia kira wanita tersebut tidak akan pernah pergi karena itu. Baginya, tampaknya adil untuk menawarkan bantuan keuangan dengan imbalan seks. Namun, Brian tidak menyangka akan jatuh cinta padanya. Evelyn mengonfrontasinya, "Kamu mencintai orang lain, tapi kamu selalu tidur denganku? Kamu tercela!" Saat Evelyn membanting perjanjian perceraian, Brian menyadari bahwa Evelyn adalah istri misterius yang dinikahinya enam tahun lalu. Bertekad untuk memenangkannya kembali, Brian melimpahinya dengan kasih sayang. Ketika orang lain mengejek asal-usul Evelyn, Brian memberinya semua kekayaannya, senang menjadi suami yang mendukung. Sekarang seorang CEO terkenal, Evelyn memiliki segalanya, tetapi Brian mendapati dirinya tersesat dalam angin puyuh lain ....
Anne mengikuti kontrak tertentu: dia akan menikah dengan Kevin dan melahirkan anaknya pada akhir tahun. Kalau tidak, dia akan kehilangan semuanya. Namun, itu lebih mudah diucapkan daripada dilakukan. Menghadapi penghinaan hari demi hari, dia sudah kehabisan kesabaran. Kali ini, dia tidak mau menyerah. Pada hari kecelakaan Kevil, Anne mengorbankan dirinya untuk menyelamatkannya. Meskipun dia hidup, dia akan segera menghilang di hadapan dunia. Nasib mereka terikat sekali lagi setelah bayi mereka tumbuh. Anne mungkin telah kembali kepadanya, tetapi dia bukan lagi wanita yang sedang mengejar cinta Kevin. Sekarang, Anne siap berjuang untuk putranya.
Maya tumbuh sebagai pewaris yang dimanja-sampai putri kandung kembali dan menjebaknya, mengirim Maya ke penjara dengan bantuan tunangan dan keluarganya. Empat tahun kemudian, bebas dan menikah dengan Karel, seorang yang terkenal sebagai orang buangan, semua orang mengira Maya sudah tamat riwayatnya. Mereka segera mengetahui bahwa dia diam-diam adalah seorang ahli perhiasan terkenal, peretas ulung, koki selebriti, dan desainer game papan atas. Saat mantan keluarga Maya memohon bantuan, Karel tersenyum tenang. Sayang, ayo pulang. Baru saat itulah Maya menyadari bahwa suaminya yang tidak berguna adalah seorang pengusaha legendaris yang memujanya sejak awal.
Andres dikenal sebagai orang yang tidak berperasaan dan kejam sampai dia bertemu Corinna, wanita yang satu tindakan heroiknya mencairkan hatinya yang dingin. Karena tipu muslihat ayah dan ibu tirinya, Corinna hampir kehilangan nyawanya. Untungnya, nasib campur tangan ketika dia menyelamatkan Andres, pewaris keluarga yang paling berpengaruh di Kota Driyver. Ketika insiden itu mendorong mereka untuk bekerja sama, bantuan timbal balik mereka dengan cepat berkembang menjadi romansa yang tak terduga, membuat seluruh kota tidak percaya. Bagaimana mungkin bujangan yang terkenal menyendiri itu berubah menjadi pria yang dilanda cinta ini?
© 2018-now Bakisah
TOP