/0/4102/coverbig.jpg?v=f64030d947de1fa798bf156c495775db)
Pras adalah awal dari cerita ini. Pada masa muda, ia sempat menikahi, seorang wanita yang bernama Rika. Sayangnya pernikahan itu, disembunyikan Pras dari kedua orang tuanya. Saat Rika mengandung, Pras terpaksa harus mengikuti kemauan kedua orang tuanya, untuk sebuah perjodohan. Hal itu, diketahui Rika, tak kala ia melihat sebuah poto pernikahan Pras bersama Malika. Pada saat itulah, Pras meninggalkan Rika. Bahkan, ia sempat meminta, jika kelak anak itu lahir, katakan, kalau Ayahnya sudah meninggal. Rika sangat terpukul dan tersiksa atas perbuatan Pras. Seberapa kuat, ia menahan Pras, semua itu tidak akan bisa jauh lebih baik. Kelahiran John, cukup membawa duka bagi Rika. Ia harus membesarkan John dengan kerapuhan jiwa dan hatinya. Namun, Rika masih mampu dan bisa membesarkan John dengan tegar. Setelah John sudah sekolah mereka pun berpindah kota. Bertemulah Rika, dengan sosok pria yang mencintainya, yaitu Andi Purnomo. Mereka dikarunia anak perempuan yang bernama Aldera. Lain halnya dengan Pras, setelah ia menikahi Malika, ia pun dikarunia seorang anak perempuan yang bernama Rani. Dari sinilah, perjalanan Rani, bertemu dengan John, saat usia mereka sudah mulai berkuliah. Sebuah kota yang tidak di duga-duga. Pras dan Rika, tidak menyadari, kalau Rani dan John menjadi sepasang kekasih. Hubungan mereka berjalan dengan lancar. Namun, kelancaran itu tidak sepanjang waktu. Masa wisuda sudah datang, dan John pun harus melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Tiga bula setelah John mulai berkuliah lagi, malang itu menimpa Rani. Rani pun hamil, ia mendatangi Rika dengan wajah pucat. Namun sayangnya, Rika malah mengusir Rani. Saat itulah kebencian Rani, semakin memuncak. Ia mencoba untuk menghubungi John, namun no teleponnya sudah tidak aktip. Dari situ, Rani harus menanggung malu dan benci. Ia membesarkan Juli dengan penuh kesedihan. Kata anak haram, selalu disematkan pada Juli, tak kala ia sudah mulai bersekolah. Bahkan, orang yang ia benci di dunia ini adalah John. Rani bekerja di sebuah perusahaan PT DUTA. Pekerjaan itulah, yang mempertemukan kembali Rani dengan John. John selaku konsultan di sebuah perusahaan PT ARTA, kini bertemu dengan Rani. Setelah beberapa tahun menghilang, akhirnya mereka bertemu kembali. Harapan John tidak semulus keinginannya. Ia harus dibenci oleh Rani, karena sebuah alasan yang tidak ia ketahui. Disaat itu, ia mencoba meyakinkan Rani, untuk bisa kembali lagi. Tapi sayang kebencian Rani terlalu mendalam. PT VICO JAYA, yang dimiliki oleh Vico, tak menyangka dalam kerja samanya, dapat menimbulkan rasa cinta. Saat John tidak berhenti, untuk meyakinkan Rani, saat itu, ia juga harus berhadapan dengan Vico, seorang pengusaha kaya. Itu pun tidak berjalan mulus bagi Vico. Ia harus rela berkorban dan bersabar, ketika kedua orang tuanya tidak menyetujui hubungan Rani dan Vico. Akhirnya, Vico tetap ngotot dan bersikeras untuk bisa menikahi Rani. Saat mereka sedang memanas, tiba-tiba Juli terkena musibah, ia tertabrak mobil. Dari situlah, John mulai tahu, kalau Juli adalah anaknya. Rahasia masa lalu Pras pun, akhirnya terbongkar, tak kala Rika datang mengunjungi John di rumah sakit. Saat itulah, situasi semakin tidak menentu. Penyesalan, amarah, benci, entah apa lagi yang terasa. Semua terasa hancur dan terkejut. Vico yang mengetahui hal itu, cukup kaget dan tak habis pikir, kalau Juli, adalah anak John. Namun seiringnya waktu, Vico pun tetap menikahi Rani. Dan John, pergi menjauh dari kehidupan mereka.
Kata anak hrm! Sebuah kata yang tak pantas untuk didengar, namun itulah yang terjadi pada Sosok Juli yang sering dibuli atau bahkan dijauhi oleh temannya. Lantaran kata anak haram itu melekat dicap dalam dirinya. Juli semakin merasa sedih. Apa lagi, sosok seorang ayah, yang tidak pernah, ia ketahui. Hal itulah yang membuat Juli, harus berjuang untuk menuntaskan keinginannya, agar tak ada lagi kata anak hrm dalam dirinya.
Tapi semua itu tidaklah semudah apa yang di bayangkan Juli. Ia harus menerima segala ledekkan dan cemoohan dari teman sekelasnya. Tentu saja Rani merasa bersedih, sebagai ibu dari Juli. Kejadian itu semakin menambah kebencian Rani pada seseorang yang paling ia benci di dunia ini. Bagaimana mereka menjalani hari-hari dengan luka yang amat pedih itu?
Dentuman suara lagu sangat menggema keras. Di dalam ruang yang sumpek dan sesak Rani berada.
"Mira, ini tempat apa sih, ko sumpek dan berisik seperti ini?" Sambil keheranan Rani di tempat yang asing baginya.
"Sudahlah kau nikmati saja sih Rani, inikan enak kita," balasnya sambil berjingkrak-jingkrak dengan lepas Mira, mengajak Rani untuk mengikuti jingkrak-Nya.
"Mira, sebaiknya kita pulang saja yuk," ajak Rani sambil menarik-narik Mira .
"E ..., kau ini kenapa sih Rani?" Sambil melepaskan genggaman tangan Rani, di pergelangan tangan Mira.
"Bukannya kita mau ke Mall? Ko malah ke sini sih Mira?" Dengan raut muka keheranan Rani memandang Mira.
"Kau ini kenapa sih? Di ajak happy, malah ngga mau," ujar Mira dengan raut muka yang kecewa.
"Sudah, sebaiknya kita pulang Mira." Rani pun menyeret-nyeret tangan Mira, sampai keluar dari ruangan itu.
Setelah berada di luar, Mira seperti sangat marah, karena kesenangannya kini harus berakhir oleh Rani.
"Susah emangnya, kalau sama anak kuper kaya kamu mah Rani," ujar Mira dengan wajah masamnya.
"Sudahlah, ayo kita pulang, nanti sajalah Mira." Akhirnya Mira pun mengikuti kemauan Rani.
"Kau ini kenapa, masih saja cara pandangmu terlalu kolot Rani?"
Rani hanya mendengarkan clotehan Mira, yang merasa kecewa dengan tingkahnya. Tanpa sepatah kata, Rani menjawab.
"Hidup itu harus dinikmati, jangan kaku seperti itu," tegas Mira, yang masih tidak terima dengan perlakuan Rani.
Di sebuah mobil dengan santainya Rani menyetir mendengarkan ocehan Mira. Ia seolah-olah tidak peduli, apa yang dikatakan Mira padanya. 10 menit Rani diam, namun Mira tak henti-hentinya berbicara, seakan ia sangat kecewa dengan sikap Rani.
"Kau ini kenapa sih Mira? Dari tadi ngedumel terus, kau marah aku ajak pulang?"
"Lagian, orang lagi asyik kau ajak pulang," balas Mira dengan mengerutkan muka masamnya Mira berkata, seolah masih dongkol.
"Kita-kan ada janji di Mall, terus kenapa kita harus ke tempat itu coba?" tanya Rani keheranan.
"Iya, tapi-kan itu masih bisa kita kenselkan Rani?"
"Ngga bisa gitu dong Mira, masa harus begitu, nanti orang itu kecewa gimana coba?"
"Emang ya kamu tuh terlalu serius dengan kerjaan, ngga bisa dibawa santai Rani," balas Mira sedikit kecewa.
"Kau ini masih seperti anak kecil saja Mira."
"Ye ..., sembarangan kamu, orang aku udah gede ko," balas Mira sedikit protes.
"Ya, kamu gede, tapi cuma badannya doang Mira, hehehe."
"Ih ..., asem kamu Rani." Dengan mengerutkan wajahnya sambil menatap Rani.
"Buktinya, kita mau ada janji, kamu malah ngajak ke situ Mira?" tegas Rani dengan serius.
"Apa hubungannya sih dengan itu Rani?"
"Ya jelas ada dong, orang dewasa itu kan bertanggung jawab, bukan kaya gitu Mira."
Mira merasa tersindir, dengan perkataan itu, mukanya masam tak karuan. Ia merasa dongkol, dengan apa yang barusan diucapkan Rani padanya.
"Sudah tak usah masam kaya gitu, ngga enak aku liat mukamu Mira."
"Bodo ah, bete aku dengar ceramah kamu Rani," balas Mira dengan cemberut.
Rani hanya tersenyum, mendengar ungkapan kekecewaan dari Mira, yang masih belum terima dengan itu semua. Beberapa menit kemudian tibalah mereka di sebuah Mall yang telah disepakati. Nampak seorang laki-laki yang duduk di sebuah meja. Perawakan yang tinggi dan putih itu lah John. Laki-laki yang mempunyai janji dengan Rani.
Dari jarak 70 meter, Rani melihat sosok laki-laki yang sedang duduk di meja itu.
"Berhenti Mira, berhenti," ujar Rani tiba-tiba.
Spontan Mira merasa kaget dengan perkataan Rani.
"Astaga, kau ini kenapa sih Rani?" tanya Mira keheranan.
"Coba kau lihat, laki-laki yang duduk di sana. Bukanya itu orang yang kita tuju." Sambil menunjukkan jari ke arah laki-laki itu, Rani terkaget dengan sosok laki-laki itu.
"Kau yakin itu orangnya Rani?"
Dengan mengerutkan wajahnya, Rani seolah-olah ragu dengan pertanyaan Mira.
"Kenapa dengan dirimu? Ko malah kelihatan tidak meyakinkan gitu sih Rani?" tanya Mira, kembali merasa aneh.
"Itu bukan ya orangnya? Ko aku seperti ragu ya Mira?" balas Rani, ragu-ragu.
"Astaga, kau ini gimana sih Rani? Makanya kau ini harus banyak piknik, agar tidak gampang lupa."
"Heem ..., masam kali kau berkata Mira."
"Ya, itu buktinya, kau nampak tidak yakin dengan orang yang membuat janji itu," balas Mira sekenanya.
"Apa sebaiknya kita pulang aja ya Mira?" ujar Rani, dengan bingung.
"E ..., kau ini gila apa? Tadi kau tarik-tarik aku ngajak ke sini, terus sekarang kau ngajak pulang, gila ya kamu Rani." Dengan mata yang melotot, seolah Mira mau melahap Rani.
Rani seolah-olah ragu, tampak mukanya seperti salah tingkah dengan keadaan itu.
Sementara John sudah berulang-ulang kali melihat jam tangannya dan merasa resah menunggu ke datangan seseorang.
"Kenapa kau tidak yakin?" ucap Mira.
"Em ... emm," sambil mengaruk-garuk kepala, Rani merasa bingung.
Tanpa basa-basi lagi, ditariklah pergelangan tangan Rani oleh Mira. Setengah menahan Rani, dari tarikan Mira.
"Ayo, kau tunggu apa lagi sih Rani?" ujar Mira, sedikit memaksa.
"Apa sebaiknya kita tanyakan dulu ya pada Mamah, Mira?" tanya Rani dengan ragu.
"Kau ini gila apa? Orang sudah di depan mata kau mau telepon rumah gila ku rasa ya." Dengan sedikit jengkel Mira membentak Rani.
"Yasudah ayo kita ke sana." Dengan muka menunduk sambil berjalan Rani, mengikuti saran Mira.
Laki-laki yang sedang duduk merasa kaget dengan kedatangan Mira dan Rani. Tepat di hadapan John, Rani seperti kikuk.
"Maaf, apakah ini Rani?" tanya laki-laki itu.
Dengan menyikut-nyikut lengan Rani, Mira mendesak Rani bicara.
"Ada apa dengan kalian, kau seperti grogi gitu? Apa lagi wanita satu ini, ko malah menunduk begitu?"
Akhirnya mau tidak mau Mira angkat bicara.
"Ya perkenalkan nama saya Mira dan ini Rani."
Alangkah terkejutnya John saat melihat Rani mengangkatkan kepalanya.
"Loh bukannya ini Rani ya?" balas John dengan kaget.
"Iya ini aku John," ucap Rani dengan sedikit keki.
"Astaga kamu ini Rani." Raut muka John langsung tersenyum.
"Silahkan duduk-duduk," ajak John sambil merapikan kursi dan mejanya.
"Apa kabar Rani? Lama kita tidak jumpa," tanya John, berbasa-basi.
"Baik John," balas Rani dengan muka yang masih agak sedikit keki.
Mira menatap wajah Rani, seolah ia bertanya-tanya ada apa dengan Rani?
"Ini teman aku John, Mira," ujar Rani malu-malu.
"Ohh, ya, ya salam kenal ya Mira." Saling menjabat tangan itu terjadi Mira dan John. wajah Mira merasa ada yang aneh.
"Ko bisa-bisanya itu kamu John?"
"Aku pun tak menyangka kalau itu kamu Rani!"
"Jadi ceritanya kalian sudah saling kenal gitu?" tanya Mira keheranan.
"Oh ..., ya bukan kenal lagi, Rani-kan mantan aku Mira," balasnya dengan senyum dan santainya John berkata.
Rani seolah malu dengan perkataan John.
"O ..., ya, iya, jadi ceritanya ini CLBK ya?" ucap Mira sembari sedikit melongo.
Spontan wajah Rani memerah padam, ia pun menyikut tangan Mira dengan sikutnya.
"Apaan sih kamu Mira?" ujar Rani sedikit jengkel.
Mira masih terlihat kikuk dan gerogi menghadapi situasi ini.
"Pantasan saja kau tidak mau singgah dari tadi, ternyata ini masalahnya?" Mira membuka rahasia Rani.
"O ..., dari tadi aku nunggu ternyata, Rani udah ngga mau lagi ketemu aku gitu?" tanya John sedikit heran.
Rani yang mendengar kata itu dari John, langsung menjawab, "Bu ..., bukan seperti itu John." Dengan nada tersengal-sengal Rani menjawab seolah malu.
"Terus kenapa tidak langsung duduk ke sini?" tanya John sedikit memojokkan.
"Sudahlah John, sebaiknya kita pesan makanannya, kasihan Mira lapar." Rani pun mencoba mengalihkan perhatian John.
"Ye ..., siapa juga yang lapar?" tukas Mira menepis.
"Sudah kau diam," ujarnya membisikan kata itu di tepi telinga Mira.
Setelah dua tahun menikah, Sophia akhirnya hamil. Dipenuhi harapan dan kegembiraan, dia terkejut ketika Nathan meminta cerai. Selama upaya pembunuhan yang gagal, Sophia mendapati dirinya terbaring di genangan darah, dengan putus asa menelepon Nathan untuk meminta suaminya itu menyelamatkannya dan bayinya. Namun, panggilannya tidak dijawab. Hancur oleh pengkhianatan Nathan, dia pergi ke luar negeri. Waktu berlalu, dan Sophia akan menikah untuk kedua kalinya. Nathan muncul dengan panik dan berlutut. "Beraninya kamu menikah dengan orang lain setelah melahirkan anakku?"
Istriku Lidya yang masih berusia 25 tahun rasanya memang masih pantas untuk merasakan bahagia bermain di luar sana, lagipula dia punya uang. Biarlah dia pergi tanpaku, namun pertanyaannya, dengan siapa dia berbahagia diluar sana? Makin hari kecurigaanku semakin besar, kalau dia bisa saja tak keluar bersama sahabat kantornya yang perempuan, lalu dengan siapa? Sesaat setelah Lidya membohongiku dengan ‘karangan palsunya’ tentang kegiatannya di hari ini. Aku langsung membalikan tubuh Lidya, kini tubuhku menindihnya. Antara nafsu telah dikhianati bercampur nafsu birahi akan tubuhnya yang sudah kusimpan sedari pagi.
Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."
Disuruh menikah dengan mayat? Ihh ... ngeri tapi itulah yang terjadi pada Angel. Dia harus menikah dengan mayat seorang CEO muda yang tampan karena hutang budi keluarga dan imbalan 2 milyar! Demi keluarganya, pada akhirnya Angel terpaksa menerima pernikahan itu! Tapi, ternyata mayat pengantin pria itu masih hidup! Apa yang akan terjadi selanjutnya? Baca sampai tamat yah, karena novel ini akan sangat menarik untuk menemani waktu santaimu. Salam kenal para pembaca, saya Yanti Runa. Semoga suka ya.
Selama tiga tahun pernikahannya dengan Reza, Kirana selalu rendah dan remeh seperti sebuah debu. Namun, yang dia dapatkan bukannya cinta dan kasih sayang, melainkan ketidakpedulian dan penghinaan yang tak berkesudahan. Lebih buruk lagi, sejak wanita yang ada dalam hati Reza tiba-tiba muncul, Reza menjadi semakin jauh. Akhirnya, Kirana tidak tahan lagi dan meminta cerai. Lagi pula, mengapa dia harus tinggal dengan pria yang dingin dan jauh seperti itu? Pria berikutnya pasti akan lebih baik. Reza menyaksikan mantan istrinya pergi dengan membawa barang bawaannya. Tiba-tiba, sebuah pemikiran muncul dalam benaknya dan dia bertaruh dengan teman-temannya. "Dia pasti akan menyesal meninggalkanku dan akan segera kembali padaku." Setelah mendengar tentang taruhan ini, Kirana mencibir, "Bermimpilah!" Beberapa hari kemudian, Reza bertemu dengan mantan istrinya di sebuah bar. Ternyata dia sedang merayakan perceraiannya. Tidak lama setelah itu, dia menyadari bahwa wanita itu sepertinya memiliki pelamar baru. Reza mulai panik. Wanita yang telah mencintainya selama tiga tahun tiba-tiba tidak peduli padanya lagi. Apa yang harus dia lakukan?
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?