/0/4198/coverbig.jpg?v=8ad174ac7680484771a5862dc3dab72b)
Aryo mahasiswa tampan yang terkenal playboy di kampusnya dan begitu mudah menaklukan hati wanita, kecuali gadis bernama Dona. Ia sampai minta bantuan sahabatnya Ode sang pujangga kampus dan Dido yang lihai sebagai paparazzi, mereka menjalankan misi sebagai Kurir Cinta demi mendapatkan cinta Dona dan urusan asmara lainnya. Petualangan asmara tersebut berhasil tapi berakibat nilai kuliah ketiganya anjlok. Aryo dan Dona jadian, bahkan ingin menikah muda meski ditentang orang tua mereka. Setelah Aryo dan Dona berusaha keras meyakinkan keluarga, akhirnya pernikahan direstui. Tetapi di usia pernikahannya yang masih terbilang muda, terjadi keretakan rumah tangga Aryo dan Dona, pertengkaran hebat berujung cerai. Kedua orang tuanya sangat marah, tidak setuju perceraian. Apakah Aryo dan Dona jadi bercerai? Bagaimana dengan upaya Ode dan Dido yang coba mencegah perceraian sahabatnya karena tidak ingin usaha mereka selama ini sia-sia? Apakah persahabatan mereka tetap utuh atau malah hancur? Baca keseruan kisah komedi romantis Kurir Cinta.
Malam ini, di salah satu sudut jalanan kota metropolitan Surabaya yang gemerlap oleh lampu jalan, Ode sedang berdiri di trotoar bersama sahabat dekatnya, Dido.
Ode, kita pulang saja, sudah cukup ngamennya," ajak Dido sambil menyeka keringat di dahinya. Ia juga sudah mulai merasakan haus dan kehabisan air minum, belum sempat membelinya lagi. Terpaksa hanya ditahan saja dan berkali-kali coba menelan ludah untuk membasahi tenggorokannya. Sedangkan keringat masih terus membasahi kening, bahkan badannya.
Dido menyeka lagi keringatnya. Tubuhnya kurus, tinggi badan hanya seratus enam puluh sembilan sentimeter, warna kulitnya sawo matang, rambut agak kribo brekele dan bicaranya selalu medhok Surabaya. Kadang juga jika bicara sering bercampur antara bahasa Indonesia dan bahasa jawa.
Pakaian khas yang sedang digunakan Dido berupa baju kemeja lengan panjang aneka motif warna, agak press body, dan berpadu dengan celana kain warna krem disertai sepatu pantofel warna hitam mengkilap. Model celananya agak sempit di paha tapi ukuran dari betis hingga kaki makin lebar.
Kegemarannya pada baju model tersebut mulai muncul sejak masuk SMA, ketika pertama kali melihat sebuah tayangan di televisi yang menampilkan konser grup band papan atas yang cukup populer di tanah air sejak era tahun 70-an. Dari situlah ia mengidolakan dan terobsesi meniru gaya berpakaian grup band ternama. Baju model idolanya itu dianggap sebagai baju kebesaran ketika akan bepergian, termasuk juga selalu dipakai saat ke kampus. Meskipun model baju seperti itu sudah lewat masanya, sudah sangat jarang orang yang pakai, tapi Dido tetap menyukainya.
Di kampus hanya Dido saja yang masih memakai baju dengan model dan motif aneka warna seperti itu. Ada dua hal yang ia dapat dari gaya berpakaiannya di kampus. Pertama, ia jadi tampil beda sendiri meski dianggap aneh oleh kebanyakan mahasiswa. Kedua, dengan gaya pakaian itu telah membuatnya mudah dikenali karena hanya ia seorang yang pakai. Gaya yang sama setiap hari dan jadi ciri khasnya.
Di kos juga sama pakaiannya, seperti pakaian bertamu, rapi. Padahal ia hanya duduk santai di kursi bawah pohon depan rumah kos, nongkrong ngobrol bersama teman satu kos yang kadang hanya pakai singlet dan sarungan tanpa celana pendek. Jika sedang sial, kadang kala ada semut pohon yang nyasar sampai ke dalam sarung dan menggigit hingga bikin panik.
Sejenak Ode memandangi Dido yang mukanya tampak mulai lelah, mata mengantuk. Gitar bututnya telah ia gantungkan di pundak. Berbeda dengan penampilan Dido, pakaian yang dikenakan Ode hanyalah kaos oblong leher bundar warna hitam bertuliskan: "Kurir Cinta". Berpadu dengan celana jeans biru tua yang kedua lututnya sudah sedikit sobek-sobek. Ciri khas kebanyakan mahasiswa pada umumnya.
"Jadi serius nih, ngamen malam ini cukup?" Ode kembali memastikan.
Dido hanya mengangguk dan sempat menguap.
Melihat kondisi Dido, Ode hanya menggeleng kepala sejenak. Ia maklum dengan apa yang dialami sahabat dekatnya.
Tanpa bicara lagi, tangan kanan Ode yang tidak memegang biola bergerak meraih sebuah kantong permen dari genggaman Dido yang baru saja ia keluarkan dari saku celananya. Kantong bungkus permen itu berisi uang receh hasil mengamen mereka di beberapa warung kaki lima tepi trotoar, dekat kawasan kampus.
"Lumayan hasil untuk malam ini" pikir Ode. Dengan sedikit bantuan sinar penerangan lampu jalan, tampak di dalam kantong besar pembungkus permen ada beberapa uang koin lima ratusan, uang kertas seribu rupiah, tapi ada juga uang koin seratusan.
Sebenarnya tujuan utama mereka mengamen, begitu juga dengan kebanyakan mahasiswa lainnya yang suka ngamen, bukan untuk mencari uang. Tapi lebih kepada mengasah mental, mengikis rasa malu. Di benak Ode, kalau pun masih ada rasa malu saat mengamen, itu masih mending dan lebih baik, asalkan tidak bikin malu alias malu-maluin.
Ode bergegas memasukkan biola ke dalam tas kopernya, lalu disampirkan kembali di pundaknya. Mereka berdua kembali berjalan menyusuri trotoar lebar untuk pulang ke kos.
Baru beberapa langkah, Dido menguap lagi. Ode heran, karena Dido tidak seperti biasanya yang setiap malam kuat begadang. Tapi malam ini Dido sudah tidak tahan kantuk. Beberapa kali ia sempat memejamkan mata sejenak sambil tetap berjalan. Tidak peduli dengan ramainya suara hilir mudik kendaraan. Hampir saja ia tersandung di trotoar dan jatuh masuk got jika tidak spontan tangannya ditahan oleh Ode.
Dengan kondisinya yang seperti itu, Ode memang setuju untuk pulang. Itu lebih baik, keputusan yang tepat. Apabila Dido dipaksa untuk tetap lanjut mengamen, suaranya pasti akan terdengar aneh seperti kaset pita kusut atau kepingan VCD yang tergores, akibat menyanyi sambil sesekali menguap. Jika sudah seperti itu suaranya, akan sangat mungkin bukan lagi uang receh yang mereka dapat, melainkan pemberhentian tidak terhormat. Bahkan yang lebih buruk dari itu adalah mendapatkan amarah, umpatan dan diusir para pendengar.
"Uwes ta. Cukup! Masih lebih bagus nyanyian burung Beo aku daripada nyanyianmu.!" Ingatan tentang ucapan lantang bernada protes dari seorang bapak tua beruban yang beberapa bulan lalu pernah mereka dengar di sebuah warung kaki lima kembali terngiang di benak Ode.
"Apaaa? Masih lebih bagus suara burung beo daripada suara kami, manusia?" protes Ode dalam hati ketika mendengar ocehan bapak tua itu. Ode dan Dido spontan berhenti mendadak sambil ternganga melihat bapak tua tersebut.
Tetapi, belum juga sempat Ode dan Dido berpikir lebih jauh, mereka berdua kembali dikejutkan dengan reaksi dari orang lain yang ada di warung makan kaki lima tersebut. Ode dan Dido spontan beralih melihat ke tempat duduk pengunjung lainnya. Tampaklah beberapa gadis mahasiswi langsung berhenti makan setelah mendengar ocehan Bapak tua beruban. Mereka semua bersamaan menoleh sejenak pada Ode dan Dido dengan ekspresi datar tanpa senyum. Tapi beberapa detik kemudian tawa mereka pecah terbahak-bahak, meski susah payah ditahan.
Oh Tuhan, malunya minta ampun. Muka Ode jadi berubah merah bagaikan udang rebus karena tak kuasa menyembunyikan rasa malu. Sedangkan Dido, ia hanya tersenyum nyengir memerhatikan gadis mahasiswi cantik tersebut.
"Ayo, mau berhenti nyanyi apa nggak? Cari tempat lain saja." lanjut bapak tua beruban itu tanpa basa basi, tanpa senyum.
Ode dan Dido saling pandang dan, bahkan sempat saling senggol kaki. Dido yang sudah dapat kode dari Ode masih coba tetap memetik gitarnya dan berusaha tegar di tengah rasa malu.
"Kalau ndak berhenti, apa mau saya ambilkan burung beo-nya biar saingan nyanyi dan dengerin bagusan siapa? Kalau perlu nanti biar beo ngajarin nyanyi yang bagus, mau gitu?" lanjutnya lagi dengan sedikit nada penekanan dan raut muka yang terlihat seperti kesal.
Sekejap senyum Dido hilang dan kembali saling pandang dengan Ode.
Semua menunggu apakah Ode dan Dido masih akan tetap lanjut menyanyi meskipun telah kena serangan mental? Menunggu apa reaksi dan keputusan yang akan diambil Dido dan Ode.
۞ ۞ ۞
Warning!!!!! 21++ Aku datang ke rumah mereka dengan niat yang tersembunyi. Dengan identitas yang kupalsukan, aku menjadi seorang pembantu, hanyalah bayang-bayang di antara kemewahan keluarga Hartanta. Mereka tidak pernah tahu siapa aku sebenarnya, dan itulah kekuatanku. Aku tak peduli dengan hinaan, tak peduli dengan tatapan merendahkan. Yang aku inginkan hanya satu: merebut kembali tahta yang seharusnya menjadi milikku. Devan, suami Talitha, melihatku dengan mata penuh hasrat, tak menyadari bahwa aku adalah ancaman bagi dunianya. Talitha, istri yang begitu anggun, justru menyimpan ketertarikan yang tak pernah kubayangkan. Dan Gavin, adik Devan yang kembali dari luar negeri, menyeretku lebih jauh ke dalam pusaran ini dengan cinta dan gairah yang akhirnya membuatku mengandung anaknya. Tapi semua ini bukan karena cinta, bukan karena nafsu. Ini tentang kekuasaan. Tentang balas dendam. Aku relakan tubuhku untuk mendapatkan kembali apa yang telah diambil dariku. Mereka mengira aku lemah, mengira aku hanya bagian dari permainan mereka, tapi mereka salah. Akulah yang mengendalikan permainan ini. Namun, semakin aku terjebak dalam tipu daya ini, satu pertanyaan terus menghantui: Setelah semua ini-setelah aku mencapai tahta-apakah aku masih memiliki diriku sendiri? Atau semuanya akan hancur bersama rahasia yang kubawa?
WARNING 21+‼️ (Mengandung adegan dewasa) Di balik seragam sekolah menengah dan hobinya bermain basket, Julian menyimpan gejolak hasrat yang tak terduga. Ketertarikannya pada Tante Namira, pemilik rental PlayStation yang menjadi tempat pelariannya, bukan lagi sekadar kekaguman. Aura menggoda Tante Namira, dengan lekuk tubuh yang menantang dan tatapan yang menyimpan misteri, selalu berhasil membuat jantung Julian berdebar kencang. Sebuah siang yang sepi di rental PS menjadi titik balik. Permintaan sederhana dari Tante Namira untuk memijat punggung yang pegal membuka gerbang menuju dunia yang selama ini hanya berani dibayangkannya. Sentuhan pertama yang canggung, desahan pelan yang menggelitik, dan aroma tubuh Tante Namira yang memabukkan, semuanya berpadu menjadi ledakan hasrat yang tak tertahankan. Malam itu, batas usia dan norma sosial runtuh dalam sebuah pertemuan intim yang membakar. Namun, petualangan Julian tidak berhenti di sana. Pengalaman pertamanya dengan Tante Namira bagaikan api yang menyulut dahaga akan sensasi terlarang. Seolah alam semesta berkonspirasi, Julian menemukan dirinya terjerat dalam jaring-jaring kenikmatan terlarang dengan sosok-sosok wanita yang jauh lebih dewasa dan memiliki daya pikatnya masing-masing. Mulai dari sentuhan penuh dominasi di ruang kelas, bisikan menggoda di tengah malam, hingga kehangatan ranjang seorang perawat yang merawatnya, Julian menjelajahi setiap tikungan hasrat dengan keberanian yang mencengangkan. Setiap pertemuan adalah babak baru, menguji batas moral dan membuka tabir rahasia tersembunyi di balik sosok-sosok yang selama ini dianggapnya biasa. Ia terombang-ambing antara rasa bersalah dan kenikmatan yang memabukkan, terperangkap dalam pusaran gairah terlarang yang semakin menghanyutkannya. Lalu, bagaimana Julian akan menghadapi konsekuensi dari pilihan-pilihan beraninya? Akankah ia terus menari di tepi jurang, mempermainkan api hasrat yang bisa membakarnya kapan saja? Dan rahasia apa saja yang akan terungkap seiring berjalannya petualangan cintanya yang penuh dosa ini?
Binar Mentari menikah dengan Barra Atmadja,pria yang sangat berkuasa, namun hidupnya tidak bahagia karena suaminya selalu memandang rendah dirinya. Tiga tahun bersama membuat Binar meninggalkan suaminya dan bercerai darinya karena keberadaannya tak pernah dianggap dan dihina dihadapan semua orang. Binar memilih diam dan pergi. Enam tahun kemudian, Binar kembali ke tanah air dengan dua anak kembar yang cerdas dan menggemaskan, sekarang dia telah menjadi dokter yang berbakat dan terkenal dan banyak pria hebat yang jatuh cinta padanya! Mantan suaminya, Barra, sekarang menyesal dan ingin kembali pada pelukannya. Akankah Binar memaafkan sang mantan? "Mami, Papi memintamu kembali? Apakah Mami masih mencintainya?"
Bianca tumbuh bersama seorang ketua mafia besar dan kejam bernama Emanuel Carlos! Bianca bisa hidup atas belas kasihan Emanuel pada saat itu, padahal seluruh anggota keluarganya dihabisi oleh Emanuel beserta Ayahnya. Akan tetapi Bianca ternyata tumbuh dengan baik dia menjelma menjadi sosok gadis yang sangat cantik dan menggemaskan. Semakin dewasa Bianca justru selalu protes pada Emanuel yang sangat acuh dan tidak pernah mengurusnya, padahal yang Bianca tau Emanuel adalah Papa kandungnya, tapi sikap keras Emanuel tidak pernah berubah walaupun Bianca terus protes dan berusaha merebut perhatian Emanuel. Seiring berjalannya waktu, Bianca justru merasakan perasaan yang tak biasa terhadap Emanuel, apalagi ketika Bianca mengetahui kenyataan pahit jika ternyata dirinya hanyalah seorang putri angkat, perasaan Bianca terhadap Emanuel semakin tidak dapat lagi ditahan. Meskipun Emanuel masih bersikap masa bodo terhadapnya namun Bianca kekeh menginginkan laki-laki bertubuh kekar, berwajah tampan yang biasa dia panggil Papa itu, untuk menjadi miliknya.
Arga adalah seorang dokter muda yang menikahi istrinya yang juga merupakan seorang dokter. Mereka berdua sudah berpacaran sejak masih mahasiswa kedokteran dan akhirnya menikah dan bekerja di rumah sakit yang sama. Namun, tiba-tiba Arga mulai merasa jenuh dan bosan dengan istrinya yang sudah lama dikenalnya. Ketika berhubungan badan, dia seperti merasa tidak ada rasa dan tidak bisa memuaskan istrinya itu. Di saat Arga merasa frustrasi, dia tiba-tiba menemukan rangsangan yang bisa membangkitkan gairahnya, yaitu dengan tukar pasangan. Yang menjadi masalahnya, apakah istrinya, yang merupakan seorang dokter, wanita terpandang, dan memiliki harga diri yang tinggi, mau melakukan kegiatan itu?
ADULT HOT STORY 🔞🔞 Kumpulan cerpen un·ho·ly /ˌənˈhōlē/ adjective sinful; wicked. *** ***