Berawal dari menjemput adik iparnya di bandara, Kaliendra Walker tak pernah menyangka bahwa ia akan menyukai adik iparnya sendiri. Tidak peduli dengan statusnya yang adalah adik iparnya, Kaliendra berusaha mendapatkan gadis itu menjadi miliknya.
Berawal dari menjemput adik iparnya di bandara, Kaliendra Walker tak pernah menyangka bahwa ia akan menyukai adik iparnya sendiri. Tidak peduli dengan statusnya yang adalah adik iparnya, Kaliendra berusaha mendapatkan gadis itu menjadi miliknya.
[Rara Aprillya]
"Good bye ..." lirihku saat pesawat yang aku naiki mulai berjalan.
Aku terus menatap ke jendela tidak percaya bahwa aku akan kembali lagi ke kota Neo'santara, tempat lahirku.
Sebenarnya aku tidak ingin kembali ke Neo'santara, tetapi kakakku terus memaksaku untuk pulang. Mau tak mau aku pun harus pulang selain masa kuliahku juga sudah habis aku juga sangat merindukan kakakku.
Oh ya perkenalkan namaku Rara Aprillya, aku adalah anak yatim piatu yang hanya mempunyai satu kakak perempuan. Hanya kakakku satu satunya keluargaku yang masih aku punya.
Aku kuliah di luar kota karena mendapatkan beasiswa, jika tidak, mungkin aku tidak akan pernah bisa kuliah di luar Negri, karena kami hanya anak yang di besarkan di panti asuhan. Orang tua kami sudah meninggal sejak aku berumur 7 tahun dan kakakku 10 tahun karena kecelakaan, kami pun tidak tau orang tua kami masih punya saudara atau tidak.
Kami keluar dari panti asuhan setelah kakakku mendapatkan pekerjaan, ia bilang tidak mau merepotkan ibu panti...
Aku tidak keberatan memulai hidup baru berdua dengan kakakku di kontrakan kecil, kumuh dan sering di ejek orang yang lebih kaya. Setiap hari kakakku bekerja untuk membiayai sekolahku, aku tidak tahu kakakku bekerja apa karena kakakku tidak pernah memberitahuku apa pekerjaannya.
Kakakku berkata bahwa aku tidak perlu memikirkan apa pekerjaan kakakku karena yang terpenting aku bisa melanjutkan sekolahku dan tidak terputus seperti kakakku.
Aku pun menurutinya dan tidak pernah memikirkan pekerjaan apa yang kakakku kerjakan sehari-hari.
Setiap hari aku hanya akan belajar dan belajar dan aku pun menjadi murid yang pintar dan mendapatkan peringkat 1 setiap tahun, di akhir tahun SMA-ku aku mengikuti seleksi beasiswa di luar Negri dan aku pun mendapatkannya.
Kakakku pun mendukungku untuk kuliah di luar Negri, jadi dengan berbekal beasiswa dan juga keberanian aku pergi keluar negri untuk melanjutkan pendidikanku.
Sebenarnya aku tahu jika kakakku tidak rela bila aku jauh darinya, namun dia tidak mau berbicara jujur padaku.
Dan selama 4 tahun aku kuliah di luar Negri kami selalu berkomunikasi, sebenarnya kuliahku hanya 3 tahun.
1 tahun setelah aku belajar di luar negri kakakku menelfon katanya ia akan menikah, aku ingin sekali menghadiri pernikahannya waktu itu tetapi sialnya aku sedang ada Ujian, hal itu mebuatku tidak bisa menghadiri acara pernikahan kakakku.
Dan kabarnya kakakku itu sudah mempunyai 1 anak lelaki berumur 2 tahun. Kakakku tidak pernah mau mengirimkan foto keponakanku ataupun suaminya jika aku memintanya, ia malah berkata bahwa aku harus pulang ke Neo'santara dulu jika memang ingin bertemu mereka berdua.
Oke... Back topik.
Akhirnya setelah berjam-jam, aku sampai juga di Bandara. Setelah mengambil koper bawaanku, aku pun bergegas keluar dan mencari supir kakakku yang katanya akan menjemputku di Badara.
Aku membaca hampir setiap kertas yang di pegang oleh para supir atau kerabat orang yang datang dari luar negri sama sepertiku...
Karena aku tidak menemukan di mana keberadaan supir kakakku, aku pun memutuskan untuk menelfon kakakku. Mengambil ponsel dari dalam tas lalu mencari nomor kakakku dan langsung menelponnya.
Sambungan pertama dan ke dua tidak di angkat namun sambungan ke tiga di angkatnya.
"Hallo." sahut kakakku dari sebrang telfon.
"Hallo kak, kau tidak lupa kan jika aku akan pulang hari ini?" tanyaku.
"Ya tentu saja tidak sayang ..." balas kakakku.
"Lalu di mana jemputannya kak? Kenapa belum juga sampai, sudah lima belas menit aku di sini." keluhku mulai kesal.
"Hahaha ... Sabar sayang, mungkin sedang macet jadi sedikit terlambat." kata kakakku terkekeh di sebrang sana.
Aku mendengus kesal, walaupun aku tidak bisa melihatnya sekarang namun aku tahu bagaimana wajahnya sekarang. Kakakku memang tidak pernah berubah, pasti sangat menyebalkan.
"Hey ..." seseorang menepuk bahuku, aku menoleh dan menatap orang itu lalu berkata 'apa' tanpa suara.
"Apa kau Rara Aprillya?" tanyanya dan aku mengangguk.
"Apa kau yang menjemputku?" tanyaku lalu lelaki itu pun mengangguk.
"Ada apa Aprillya?" tanya kakakku.
"Tidak apa-apa kak ... ya sudah dulu ya kak, itu sepertinya supir ngaretmu sudah sampai." kataku menyudahi sambungan telfon lalu memasukkan kembali ponselku ke dalam tas.
"Kenapa diam saja?" ujarku sebal.
"Maksudmu?" tanya supir kakakku itu menatapku bingung.
Aku menghentakkan kaki kesal ... "Cepat bawa kopernya lalu kita pulang." ucapku berjalan menjauhi supir kakakku.
"Hey tunggu! Aku bukan su---."
"Sudahlah cepat bawa koperku, aku lelah ingin segera istirahat ... Di mana kau menaruh mobilnya." ucapku kesal.
"Tapi aku bukan sup----." ucap supir kakakku.
"Aku bertanya di mana mobilnya!" pekikku kesal.
"Baiklah, ikuti aku." ucapnya lalu berjalan mendahuluiku.
Sampai di parkiran, ia langsung memasukkan koperku ke dalam bagasi mobil mungkin sekarang dia tahu pekerjaan supir itu tidak harus diperintah.
"Hey kenapa kau masuk duluan." ucapku kesal sambil mengetuk kaca mobil, karena supir kurang ajar itu malah masuk lebih dulu ke dalam kemudi dan tidak memperdulikan aku.
"Apa?" tanyanya membuka kaca mobil.
"Malah nanya lagi! Bukain pintu mobilnya, kenapa malah kau yang masuk tanpa membukakan pintu mobil untukku!" ucapku kesal.
Supir itu malah mendecakkan lidahnya kesal. "Cepat masuk sana, atau aku akan meninggalkanmu di sini." ucap supir kurang ajar itu kesal.
Aku melipat tanganku di depan dada, berani sekali supir ini memerintahku seenaknya.
"Tidak! Kau harus membukakan untukku." ucapku.
"Baiklah kalau tidak mau kau di sini saja." ucapnya santai dan mulai menstater mobilnya.
Jadi mau tak mau aku pun masuk ke dalam mobil dan menutupnya dengan kuat.
"Heh pelan dikit dong, bisa rusak mobilku kalau begini." gerutunya.
"Mobilmu? Hello ini mobil kakak iparku ya bukan kau." sarkasku sambil menunjuknya.
Dia itu hanya supir tapi kenapa lagaknya sok kaya, lihat saja pakaiannya. Supir kok pakai kemeja, berjas pula ... Sudah kaya bos saja.
"Kenapa kau memperhatikanku? Terpesona eh?" ucap supir kurang ajar, aku bisa melihat wajahnya dari kaca spion tengah bahwa ia sedang tersenyum miring.
"Jangan kurang ajar ya!" pekikku kesal, sebenarnya tadi aku sempat terpesona memang.
"Terserah kalau tidak mau mengaku." ucapnya, senyumannya tidak pernah lepas dari wajahnya yang memang sedikit tampan itu ... Ingat ya hanya sedikit.
"Tidak ada yang harus aku akui." ucapku.
Aku melipat ke dua tanganku di dada lalu memilih memperhatikan keluar jendela ...
***
"Jangan lupa bawa kopernya." ucapku lalu turun dari mobil dan berjalan menuju rumah megah yang ada di hadapanku.
Aku mendecakkan lidahku karena kagum melihat bangunan di depanku yang sangat besar, sungguh. Sekaya apa kah suami kakakku ini?
Ting tong.... Ting tong.... Ting tong....
Aku memencet bel, tidak lama kemudian seorang wanita cantik nan anggun keluar dari dalam rumah. Aku sampai terpesona melihatnya, benarkah ini kakakku? Cantik sekali.
"Kau sudah datang." ucapnya memelukku dengan erat.
"Aku sangat merindukkanmu kak." ucapku balas memeluknya.
"Kakak juga sangat merindukanmu." ucap kakakku.
"Mom..."
Aku merasakan ada yang menarik-narik kakiku, melihat ke bawah dan ternyata itu adalah seorang anak kecil yang sangat imut.
Aku melepaskan pelukan dari kakakku lalu berjongkok di depan anak kecil nan imut itu.
"Apa ini anakmu kak?" tanyaku.
Kakakku tersenyum lalu mengangguk.
"Wah imut nya ..." ucapku mencubit ke dua pipinya.
"Oh ya di mana kopermu kenapa tidak kau bawa?" tanya kakakku.
"Supirmu lelet kak ..." keluhku, lihat saja aku akan mengadu agar dia di pecat.
"Supir?"
"Ya, dia sangat kurang ajar kak, aku mau kakak memecatnya saja." adu-ku dengan menggebu.
"Tapi supir kakak hari ini tidak kerja." ucap kakakku.
"Lalu siapa yang menjemput ku dari bandara tadi?" tanyaku bingung, jika bukan supir, lalu siapa?
"Suami kakak."
"Hah!"
"Ya, suami kakak yang menjemputmu karena supir kakak sedang sakit hari ini." jelas kakakku.
"Jadi ... Astaga! Kakak ipar." ucapku tersenyum kikuk melihat supir eh maksudnya suami kakakku yang berdiri di belakang kakakku dengan tatapan kesalnya.
Mati aku!
Bersambung.
Xaiver Narendra Maximilian, pernah bersumpah di hadapan teman temannya jika ia tidak akan menikah seumur hidupnya karena baginya wanita itu hanyalah penghangat ranjang semata. Namun sumpah itu mulai terlupakan saat ia memiliki sekretaris yang tidak berniat menggodanya sama sekali. "Hal terindah yang pernah aku dapatkan adalah saat aku bertemu denganmu, Adeeva Adelia." Xaiver Narendra Maximilian. "Hal terburuk yang pernah aku lalui adalah saat aku bertemu denganmu, Xaiver Narendra Maximilian... Tapi itu dulu, karena sekarang hal buruk itu menjadi hari yang indah." Adeeva Adelia Albert
Bella menggeliat di bawah tubuh Bram, kedua tangannya mencengkeram erat sprei yang sudah kusut. Nafasnya terengah, bibirnya tak berhenti mengeluarkan desahan. "Ahh... Bram... ahhh... lebih dalam..." suara itu pecah, bercampur antara kenikmatan dan keputusasaan. Tubuhnya bergetar setiap kali Bram menghantam, membuatnya semakin terhanyut. "Ahh... enak sekali... jangan berhenti..." rintih Bella, matanya terpejam, wajahnya memerah diliputi panas yang semakin membakar. Bram hanya terkekeh rendah, melihat bagaimana istrinya tenggelam dalam permainan mereka. Semakin Bella mendesah, semakin cepat gerakannya, membuat kamar itu penuh dengan suara ranjang yang berderit, bercampur dengan panggilan dan rintihan Bella yang semakin tak terkendali.
"Masukin kak... Aahhh... Aku sudah gak tahan..." Zhea mengerang. Kedua tangannya telah berpindah ke atas kedua payudaranya yang berukuran 34B dengan puting berwarna merah muda yang nampak menggemaskan ditambah dengan kulitnya yang putih mulus. Kedua tangan Zhea meremas-remas payudaranya menantikan vaginanya diterobos oleh penis milik suaminya tersebut. Permintaan tersebut tak juga digubris oleh pria yang berstatus sebagai suami dari seorang wanita yang sedang terlentang pasrah menunggu hujaman penis 10cm nya. Pria itu tetap sibuk menggesekkan penisnya yang tak kunjung berdiri sedangkan vagina milik istrinya telah sangat menantikan hujaman dari penis miliknya. "Gak berdiri lagi ya kak?" Tanya Zhea. "Gak tau nih, kok gak bisa berdiri sih" jawab Muchlis. "Ya sudah, gesek gesek saja kak.. yang penting kakak puas" ujar Zhea kepada pria berusia 34 tahun itu
Tanda pertama aku akan mati bukanlah badai salju. Bukan juga hawa dingin yang menusuk hingga ke tulang. Melainkan tatapan mata tunanganku saat dia bilang kalau dia telah memberikan hasil kerja kerasku—satu-satunya jaminan kami untuk bertahan hidup—kepada wanita lain. "Karin kedinginan," katanya, seolah-olah aku yang tidak masuk akal. "Kamu kan ahlinya, kamu pasti bisa mengatasinya." Lalu dia mengambil telepon satelitku, mendorongku ke dalam lubang salju yang digali seadanya, dan meninggalkanku untuk mati. Pacar barunya, Karin, muncul, terbungkus nyaman dalam selimut pintar buatanku yang berkilauan. Dia tersenyum saat menggunakan kapak es milikku untuk merobek pakaianku, lapisan pelindung terakhirku dari badai. "Jangan lebay," katanya padaku, suaranya penuh penghinaan saat aku terbaring di sana, mati kedinginan. Mereka pikir mereka telah mengambil segalanya. Mereka pikir mereka telah menang. Tapi mereka tidak tahu tentang pemancar darurat rahasia yang kujahit di ujung lengan bajuku. Dan dengan sisa tenaga terakhirku, aku mengaktifkannya.
Cerita bermula, ketika Adam harus mengambil keputusan tinggal untuk sementara di rumah orang tuanya, berhubung Adam baru saja di PHK dari tempat ia bekerja sebelumnya. "Dek, kalau misalnya dek Ayu mau pergi, ngga papa kok. " "Mas, bagaimanapun keadaan kamu, aku akan tetap sama mas, jadi kemanapun mas pergi, Aku akan ikut !" jawab Ayu tegas, namun dengan nada yang membuat hati kecil Adam begitu terenyuh.
Selama sepuluh tahun, aku diam-diam mencintai waliku, Bima Wijaya. Setelah keluargaku hancur, dia membawaku masuk dan membesarkanku. Dia adalah seluruh duniaku. Pada hari ulang tahunku yang kedelapan belas, aku mengumpulkan semua keberanianku untuk menyatakan cintaku padanya. Tapi reaksinya adalah kemarahan yang belum pernah kulihat sebelumnya. Dia menyapu kue ulang tahunku ke lantai dan meraung, "Kamu sudah gila? Aku ini WALImu!" Dia kemudian tanpa ampun merobek lukisan yang telah kukerjakan selama setahun—pengakuanku—menjadi serpihan. Hanya beberapa hari kemudian, dia membawa pulang tunangannya, Clara. Pria yang telah berjanji untuk menungguku dewasa, yang memanggilku bintangnya yang paling terang, telah lenyap. Satu dekade cintaku yang putus asa dan membara hanya berhasil membakar diriku sendiri. Orang yang seharusnya melindungiku telah menjadi orang yang paling menyakitiku. Aku menatap surat penerimaan dari Universitas Indonesia di tanganku. Aku harus pergi. Aku harus mencabutnya dari hatiku, tidak peduli betapa sakitnya. Kuambil telepon dan menekan nomor ayahku. "Ayah," kataku, suaraku serak, "Aku sudah memutuskan. Aku ingin ikut dengan Ayah di Jakarta."
BANYAK ADEGAN DEWASA ++ Niat mencari pemandangan indah di kampung neneknya, Bayu justru terpikat janda muda yang cantik dan molek. Meski sudah mempunyai pasangan di kota, Bayu tak bis menahan hasratnya terhadap Lina. Lantas bagaimana akhirnya? BACA SELENGKAPNYA
© 2018-now Bakisah
TOP
GOOGLE PLAY