Unduh Aplikasi panas
Beranda / Miliarder / MENANTU MISKIN PRESDIR (MMP)
MENANTU MISKIN PRESDIR (MMP)

MENANTU MISKIN PRESDIR (MMP)

4.7
171 Bab
30.4K Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

Sean Palmer, putra sepasang pelayan di keluarga Hernandez, konglomerat kaya raya di kota San Mitero. Diam-diam Sean menyimpan perasaan cinta pada putri majikannya, Xavia Price Hernandez. Namun, ia harus mengubur cintanya karena status mereka yang jauh berbeda. Di hari pernikahannya calon suami Xavia menghilang. Keluarga Hernandez yang terhormat hampir saja mendapatkan malu. Tak disangka Tuan Hernandez meminta Sean untuk menikahi putrinya. Bagaimana kisah selanjutnya? Apa mungkin seorang pemuda miskin menjadi menantu di keluarga konglomerat? Novel keren ini hanya ditulis oleh pengarang asal Indonesia, Dewa Amour.

Bab 1 ANAK PELAYAN

Hari masih gelap, udara dingin terasa begitu menusuk sampai ke tulang. Namun seolah tak merasakan hal itu, seorang pemuda justru sedang mencuci mobil di garasi yang berada di samping kiri sebuah rumah besar. Dia begitu telaten membersihkan mobil jenis BMW keluaran terbaru di hadapannya.

Siapa pemuda perawakan tinggi berwajah lumayan itu? Apakah mobil yang sedang dicuci adalah mobilnya? Tentu saja bukan. Mobil mewah tersebut milik tuan besar di rumah itu, sementara pemuda di sana adalah seorang sopir yang sedang melakukan rutinitasnya saja.

Sean Palmer, nama pemuda tersebut. Dia sudah tinggal di rumah besar itu sejak usianya sepuluh tahun. Tak hanya dirinya, ayah dan ibunya pun tinggal dan bekerja di rumah itu sebagai pelayan. Sementara sang pemilik rumah bernama Damian Hernandez.

Tuan Hernandez terkenal sebagai pembisnis kaya raya di kotanya. Semua orang memanggilnya presdir, sebagai kehormatan yang tinggi daripada jabatannya di perusahaan. Ia memiliki seorang putri bernama Xavia. Usianya baru 22 tahun, dia sangat cantik dan merupakan gadis populer di kampusnya.

Suatu hari Tuan Hernandez tak sengaja menabrak seorang anak sewaktu meninjau cabang kantornya di pelosok kota. Anak laki-laki itu berusia sepuluh tahun. Dia berasal dari keluarga teramat miskin.

Setelah membiayayai pengobatan sang anak sampai kembali sehat, Tuan Hernandez pun mengajak mereka ke rumahnya untuk bekerja di sana sebagai pelayan. Tuan Hernandez memperkenalkan Xavia kecil dengan Sean, anak laki-laki yang ditabraknya. Tak hanya itu, ia juga menyekolahkan Sean satu sekolah dengan Xavia. Sementara ibu Sean bekerja sebagai pelayan dan ayahnya sebagai tukang kebun.

Kebaikan Tuan Hernandez membuat orang tua Sean sangat bersyukur. Namun, Nyonya Hernandez yang merupakan istri dari Tuan Hernandez tidak suka dengan cara suaminya yang begitu baik pada orang tua Sean. Baginya pelayan tetaplah pelayan.

Dia tidak suka Sean bersekolah dengan Xavia. Akibat rasa bencinya pada Sean dan orang tuanya, Nyonya Hernandez jadi sering bertengkar mulut dengan Tuan Hernandez.

"Ayam jantan saja belum berkokok, tapi kamu sudah terjaga."

Suara bass itu membuat punggung Sean langsung memutar. Dilihatnya seorang pria yang sedang berdiri sambil menenteng tas kerjanya. Stelan jas hitam membuatnya terlihat sangat gagah dan berkharisma. Bibirnya segera menyunggingkan senyum ramah menyambutnya.

"Selamat pagi, Presdir. Saya dengar Anda akan berangkat ke luar kota pagi ini. Oleh karena itu saya mencuci mobil Anda lebih dulu sebelum berangkat," ucap pemuda itu dengan tubuh sedikit dibungkukan. Baginya pria di hadapannya tak hanya tuannya saja, tapi juga sosok malaikat. Dia sangat menghormati Tuan Hernandez.

"Aku percaya suatu hari kamu pasti akan menjadi pria yang sukses, Sean. Hari ini kamu tak perlu mengantarku. Aku ingin kamu fokus dengan kuliahmu." Tuan Hernandez tersenyum bangga sambil menepuk satu bahu pemuda sederhana berwajah tampan di hadapannya.

Sean menjawab dengan anggukan sopan. Kemudian ia bergegas membukakan pintu mobil BMW hitam itu untuk tuannya. Pria di dalam mobil tersenyum padanya sebelum melaju meninggalkan rumah besar itu. Senyum penuh kagum tersemat pada bibir Sean akan sosok Tuan Hernandez. Dia ingin suatu hari bisa seperti pria hebat itu.

"Hei, Kutu Busuk! Sedang apa kamu di sana?! Di rumah ini masih banyak pekerjaan yang harus kamu kerjakan, tapi kamu malah bersantai di situ seperti Tuan Muda!"

Seketika tubuh Sean bergetar mendengar suara itu. Dia segera memutar tubuhnya menghadap pada sosok yang sedang berdiri di belakangnya saat ini. Wanita berusia sekitar 47 tahun sedang menatapnya sinis. Kedua tangannya dilipat di bawah dada dengan memasang wajah angkuhnya. Sean segera menurunkan pandangan dari tatapan tajam wanita di sana. Nyonya Hernandez, dia hanya bagai kutu busuk di hadapannya, seperti sebutan wanita itu padanya.

"Why? Kenapa diam seperti bongkahan batu? Cepat bersihkan kandang Bobby! Setelah itu beri dia makan dan mandikan dia dengan air hangat. Cepat lakukan!" Nyonya Hernandez berkata dengan suara lantangnya. Seolah lawan bicaranya berjarak sangat jauh darinya. Kenyataannya Sean berdiri di hadapannya saat ini. Indera pendengarannya pun masih berfungsi dengan baik, tak seharusnya wanita itu berkata dengan nada meninggi.

"Baik, Nyonya." Dengan penuh kesopanan Sean segera mundur dari hadapan wanita itu.

Apakah dia sakit hati karena ucapannya? Tidak, karena ini bukan kali pertama Nyonya Hernandez berkata lantang padanya. Sejak dirinya datang bersama orang tuanya, wanita itu selalu memberinya tatapan sinis.

Sementara Bobby yang dimaksud olehnya tak lain adalah seekor anjing peliharaan Nyonya Hernandez. Bahkan Bobby jauh lebih terhormat di rumah itu daripada dirinya yang memang hanya anak seorang pelayan.

"Dasar Kutu Busuk!" desis Nyonya Hernandez seraya memandangi punggung Sean menjauh.

Wanita itu segera memutar tubuhnya meninggalkan garasi. Enak saja mau hidup senang di rumahnya ini. Dia sangat membenci pemuda busuk itu, juga orang tuanya yang suka cari muka pada suaminya. Baginya mereka adalah benalu yang menjamur di dalam keluarga Hernandez.

Hh, entah sampai kapan. Suaminya terlalu baik pada mereka. Entah guna-guna apa yang mereka berikan padanya. Tuan Hernandez bahkan sangat menyayangi si kutu busuk itu. Nyonya Hernandez meradang dalam hati sambil berjalan menuju dapur.

Sepasang matanya membulat penuh setiba di ruang makan. Seorang wanita seumurannya sedang memasukan beberapa potong sanwich pada kotak makanan berukuran sedang di atas meja.

Sial! Dengan penuh emosi ia segera menghampiri wanita berseragam pelayan di sana.

"Mau dibawa ke mana makanan itu? Apa kamu mau menyimpannya untuk bekal putramu lagi?" tanyanya penuh selidik sambil menatap wanita di sampingnya.

"Nyonya? Maaf jika saya telah lancang. Benar, makanan ini untuk bekal Sean ke kampusnya." Deborah, ibu Sean sangat tersentak melihat Nyonya Hernandez sudah berdiri di sampingnya. Tangannya gemetaran menutup kotak makanan di atas meja. Wajahnya berubah pucat seperti sedang kurang sehat.

Untuk ke sekian kalinya ia tertangkap basah sedang menyiapkan bekal untuk putranya. Harus bagaimana lagi, dia tak punya uang untuk diberikan pada Sean sebagai ongkos selama putranya berada di kampus sepanjang hari. Dia tak ingin Sean akan kelaparan dan tidak konsentrasi belajar. Oleh karena itu dirinya mengambil beberapa potong roti isi untuk bekalnya.

Di meja makan ada banyak menu sarapan yang lezat. Deborah hanya mengambil dua potong sanwich saja untuk putranya. Sebenarnya ini bukan masalah besar bagi keluarga kaya raya macam keluarga Hernandez itu. Toh, hidangan sebanyak ini pun tidak pernah bisa mereka habiskan. Sisanya hanya akan dibuang sia-sia.

Apa ruginya jika mau berbagi rizki dengan pelayan di rumahnya.

Namun, bagi seorang wanita angkuh macam Nyonya Hernandez berbagi rizki itu bisa dirinya lakukan di panti-panti sosial yang sudah pasti akan diliput oleh banyak wartawan. Bukan membagi makanan dengan pelayan di rumahnya, apalagi dengan pelayan yang satu ini.

"Letakan lagi makanan itu. Berikan saja satu botol air mineral untuk bekal putramu. Kalian hanya pelayan di rumah ini, jadi jangan pernah berharap bisa makan makanan yang sama dengan kami. Mengerti?!" Nyonya Hernandez berkata ke wajah Deborah. Tatapan tajam itu membuat wanita di hadapannya tampak sangat tertekan.

Dengan berat hati Deborah kembali meletakkan dua potong sanwich yang tadinya sudah duduk manis dalam kotak makanan putranya. Menahan tangis ia memandangi dua potong sanwich itu yang sudah kembali ke tempatnya semula. Ia tak mungkin berani membantah pada Nyonya Hernandez. Terpaksa hari ini putranya ke kampus tanpa membawa bekal lagi.

Senyum penuh kemenangan merekah pada bibir Nyonya Hernandez. Pelayan sialan ini memang harus diberi pelajaran! Terlebih saat suaminya sedang tak berada di rumah, karena Tuan Hernandez tak akan suka melihatnya menindas Deborah seperti ini.

Apa hebatnya pelayan itu? Kenapa suaminya sangat baik pada Deborah dan suaminya, terutama pada anaknya si Kutu Busuk Sean. Sekelompok orang miskin itu sudah membuat kepalanya pusing.

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY