Unduh Aplikasi panas
Beranda / Romantis / SEKRETARIS PENGGODA BOSS
SEKRETARIS PENGGODA BOSS

SEKRETARIS PENGGODA BOSS

5.0
35 Bab
19.5K Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

21+ area dewasa di bawah umur menyingkir Kinan berhasil diterima kerja sebagai sekretaris presiden direktur di perusahaan Accor Group. Kinan meresa senang akhirnya ia bisa bekerja lagi setelah ia resign dari pekerjaan yang lama. Namun dukungan itu tidak terbalas, karena Febian tidak menyukai profesinya menjadi sekretaris. Baginya citra sekretaris diidentik dengan berpakaian minim, tingkah laku yang menggoda dan menjadi selingkuhan boss. Walaupun Febian tidak suka dengan profesinya Kinan tetap mengambil pekerjaan itu, ia tidak peduli dengan perdebatan panjang Febian. Kinan membuktikan kepada Febian apa yang dia pikirkan itu salah. Selama menjadi sekretaris, hubungan Kinan dan Erlan berjalan baik. Mereka bekerja secara professional. Kinan juga tidak mengeluh dan tidak mengalami kesulitan apapun. Hubungan Kinan dan Febian masih berjalan dengan baik, karena Kinan membuktikan kepada Febian bahwa dia bekerja dengan baik, karena ini merupakan pekerjaan impiannya sejak dulu. Kinan merasa bersyukur bahwa Febian mengerti tentang pekerjaanya. Kinan merasa beruntung memiliki Febian karena Febian laki-laki yang dapat menghormatinya dan memiliki iman yang kuat. Bahkan Febian tidak pernah menyentuhnya hingga pernikahan mereka tiba. Suatu ketika Kinan dan Erlan akan melakukan perjalan bisnis ke New York. Namun Febian tidak setuju dengan kepergian Kinan yang hanya berdua dengan boss nya bernama Erlan. Saat itu Febian marah terhadap Kinan. Namun Kinan tetap pergi ke New York demi professional kerja. Ia tidak mungkin membatalkan perjalanannya ini hanya untuk Febian. Kinan tidak peduli atas kemarahan febian. Jika Febian terus-terusan melarangnya seperti ini, maka ia tidak akan berkembang.

Bab 1 Pak Erlan

“Iya, pak,” Kinan meletakan sumpit dan sendoknya di mangkok, ini merupakan panggilan mendadak yang sering terjadi pada dirinya.

“Itu yang tadi saya kasih ke kamu, email sekarang ya,” ucap seorang pria dibalik speaker ponselnya.

Kinan menutup mulutnya dengan tangan, ia tidak menyangka bahwa atasnya meminta revisi pekerjaanya saat ini juga, padahal ini masih jam istirahatnya. Kinan memandang beberapa rekan kerjanya sedang asyik ngobrol dan bercengkrama, karena salah satu staff di office ada yang ulang tahun, jadilah mereka terdampar di Marugame Udon dekat kantor.

“Saya lagi di luar pak,” ucap Kinan memberi alasan, agar pak Erlan memberinya waktu setengah jam lagi untuk menyelesaikan makanannya.

“Saya aja masih di kantor loh, Kinan. Belum istirahat.”

“Tadi, bukannya bapak ijinin saya keluar.”

“Saya perlu berkasnya sekarang, Kinan.”

Kinan menghela nafas, ia tahu, bahwa ia tidak bisa membantah ucapan pak Erlan, “Baik pak, sebentar lagi saya balik ke kantor,” ucap Kinan pada akhirnya, ia tidak ingin berdebat dengan atasannya satu ini terlalu lama. Apapun perintahnya, seperti ada alarm yang membangkitkannya untuk segera bekerja.

“Saya tunggu sekarang.”

“Baik pak.”

Kinan menarik nafas beberapa detik, ia memandang mba Lisa selaku HR yang berada di sampingnya. Ada juga Rinto dari pihak finance, Winda anak marketing dan beberapa orang lainnya, juga turut memperhatikannya. Kinan meletakan ponselnya di meja.

“Siapa? Pak Erlan?” Tanya mba Lisa.

Kinan mengangguk, “Iya, siapa lagi, disuruh revisi sekarang,” Kinan meraih minuman Ocha dinginnya dan meneguknya secara perlahan.

“Enggak usah terlalu ambisius lah kerja, santai aja. Lo mati kecapean juga cuma dapat tunjangan kematian 250 ribu loh Kinan,” ucap Rinto sambil terkekeh, menyantap udon curry.

“Tau tuh Kinan. Sekali-kali pak Erlan jangan diturutin lah,” sahut Winda lagi.

“Enggak bisa liat lo seneng aja. Lagian cuma makan siang doang, udah dicariin.”

“Tau tuh, bos siapa, sih.”

“Bos, lo lah.”

Semua tertawa, “Yah, nggak mungkin bisa lah nolak. Mau minta pecat?” Sahut Rinto lagi tertawa geli.

“Udah sana pergi, nanti di pecat lagi si Kinan punya kasta,” ucap mba Lisa ikut tertawa.

Kinana menghela nafas, “Yah, mau gimana. Mau nya sih gitu. Padahal pak Erlan itu ngasih kerjaan tadi barusan. Eh, di tagih sekarang, belum juga gue kerjain kerjaanya,” ucap Kinan.

“Pak Erlan, emang sering ngasih kerjaan mendadak gitu, ya?” Tanya mba Lisa.

“Biasanya sih gitu mba, dia ngasih kerjaan suka mepet-mepet, kalau nggak jam istirahat ya jam pulang, ujung-ujungnya lembur.”

“Ribet, banget,” dengus Rinto.

“Super ribet,” sahut Winda lagi.

Kinan menatap mba Lisa, “Kalau izin sakit, kecapean, boleh nggak sih, mba?” Tanya Kinan.

“Kalau selama kamu bisa mengetik di leptop, terus ngetik di handphone, jawab telfon, berpikir secara jernih, itu di anggap nggak sakit, Kinan,” ucap mba Lisa sambil terkekeh.

“Ah, udah lah. Gue balik duluan aja ya, udah dicariin gue,” Kinan beranjak dari kursinya. Ia memberikan paperbag hampers di bodyshop kepada Winda.

Kinan memberikan kadonya kepada Winda, “Makasih ya Win, traktirannya. Semoga semakin rajin kerjanya,” ucap Kinan, ia menyerahkan paperbag itu kepada Winda.

“Aduh, apaan nih Kin,” Winda menatap hampers dari tangan Kinan.

“Buat lo, dari gue, special.”

“Thank’s banget ya, Kin,” ucap Winda, mengambil hampers pemberian dari Kinan.

“Iya, sama-sama,” ucap Kinan.

Kinan memeluk tubuh Winda, yang sebagai pemilik acara makan-makan ini, karena Winda lah yang berulang tahun saat ini. Winda hanya mengundang orang-orang terdekat saja termasuk dirinya.

“Udah, dulu ya mba, Rinto,” ucap Kinan melambaikan tangan ke arah teman-temannya di sana.

“Salam buat, pak Erlan, Kin.”

“Salam, apaan?” Sahut Kinan.

“Salam kecup manjah.”

Kinan hanya tertawa geli, ia lalu memesan gojek agar bisa ke tower officenya lebih cepat. Tidak butuh waktu lama gojekpun datang. Kinan duduk menyamping, karena ia menggunakan rok sepan. Tadi ia ke outlet Marugame Udon menggunakan grab-car bersama teman-temannya, dan kini terpaksa ia menggunakan gojek sendiri.

***

Kerja, kerja, kerja. Itulah yang ada di dalam pikiran Kinan saat ini. Menjadi corporate seperti in, ia harus dengan pola pikir tidak ada batasan kerja. Ia harus melakukan semua perintah atasan, meskipun diluar tugasnya. Ia tahu bahwa semua orang yang berada di office itu adalah competitor, walau seakrab apapun mereka. Tidak akan ada orang yang membantu mencapai target, jika demi kepentingan sendiri.

Ia tahu betul sebuah kondisi normal jika korporasi jika senior atau pimpinan akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Ia juga harus tahu kapan untuk mengutarakan pendapat dan menunjukan ketidak setujuan terhadap senior, karena itu akan menghancurkan karirnya sendiri. Istilahnya seperti ini jika ia pasif maka ia akan dianggap remeh oleh atasan, kalau proaktif, maka ia akan dibenci oleh rekan kerja.

Budaya kerja seperti ini terkadang tidak adil dan cenderung memihak kepada salah satu gender. Ini sering terjadi di seluruh perusahaan manapun termasuk tempat kerjanya saat ini. Untung saja ia sebagai sekretaris, yang posisinya hanya untuk atasannya saja.

Beberapa menit kemudian, ia sudah tiba di tower office. Kinan melangkahkan kakinya menuju lobby, ia menatap security yang berjaga menyapanya. Kinan melangkahkan kakinya menuju lift, ia melirik jam melingkar di tangannya menunjukan pukul 12.30 menit. Kinan meletakan kartu akses dan lift membawanya menuju lantai 25.

Kinan menungggu dengan sabar, semenit kemudian pintu lift terbuka. Kinan melangkahkan kakinya menuju koridor, ia memandang kubikel-kubikel karyawan yang tampak sepi, hanya beberapa orang yang memilih makan di meja kerjanya dengan bekal yang dibawa dari rumah.

***

Kinan menarik nafas, ia membuka hendel pintu ruangannya. Ia menelan ludah menatap seorang pria mengenakan kemeja berwarna putih dan celana slim fit berwarna hitam. Pria itu menatapnya dan ia menatap balik. Dia adalah Erlan atasannya, selaku presiden direktur di Accor Group.

“Maaf, pak, saya baru nyampe,” ucap Kinan, ia lalu menutup pintu officenya.

“Iya, nggak apa-apa. Saya tunggu, pekerjaan kamu.”

“Baik pak,” ucap Erlan, memandang sekretarisnya. Wanita cantik itu adalah sekretarisnya yang sudah bekerja dengannya dua bulan belakangan ini. Ia akui bahwa kinerja Kinan sangat baik. Wanita itu memiliki tubuh ideal sebagai wanita, rambutnya lurus, berpenampilan menarik, tubuhnya tidak terlalu kurus dan tidak terlalu gemuk.

Kinan lalu segera melangkahkan kakinya menuju ruang kerjanya, ia menatap lagi pria yang berada tidak jauhnya. Ia akui bahwa atasnya itu dianugrahi wajah sangat tampan, memiliki alis tebal, hidung mancung dan matanya yang tajam. Tidak hanya itu dia juga sangat kaya, ia tidak tahu berapa banyak uang nominal uang yang ada di ATM pria itu. Kinan lalu duduk di kursi kerjanya.

Kinan menatap ke arah computer, ia mulai mengetik proposal yang sudah jadi dan merevisinya sesuai dengan keinginan Erlan. Kinan tenggelam dengan pekerjaanya, ia hanya perlu mengganti budget, dan PT yang akan diajak kerja sama. Ia juga menambah beberapa keterangan sesuai dengan perintah Erlan. Sebagai wanita kantoran, ia memang butuh stamina exstra buat ngadepin tumpukan kerjaan ini.

Beberapa menit berlalu, Kinan masih menatap ke arah layar computer, namun ia sadar bahwa pak Erlan memperhatikannya. Jujur sebenarnya ia tidak suka jika pria itu berada di ruangannya. Ia merasa kurang bebas jika di awasi seperti ini.

“Tadi siapa yang ulang tahun?” Tanya Erlan penasaran, karena tadi jam dua belas sekretarisnya ini meminta ijin untuk keluar sebentar, karena merayakan ulang tahun di salah satu restoran cepat saji.

“Anak marketing pak, Winda,” ucap Kinan, ia menatap Erlan mendekatinya.

Kinan menelan ludah, ia bingung akan berbuat apa, selain bergeming memandang layar komputernya. Kini Erlan sudah berada di belakangnya. Kinan menatap bayangan Erlan dari belakang tubuhnya. Kinan menarik nafas beberapa detik, ia memejamkan matanya.

“Coba saya lihat pekerjaan kamu,” ucap Erlan dari belakang.

Kinan lalu menscroll proposal itu dari atas, dan Erlan menatap hasil pekerjaan Kinan. Erlan menundukan wajahnya tepat sejajar dengan kepala Kinan. Erlan dapat mencium aroma yang manis dari tubuh Kinan, jujur ia suka berlama-lama di samping Kinan. Erlan memperhatikan pekerjaan Kinan dari atas.

“Scroll sampe bawah,” ucap Erlan.

Kinan otomatis menscroll mouse hingga ke bawah. Ia merasakan aroma parfum Erlan yang khas seperti aroma vanilla yang lebih eksotis yang dipadukan dengan bau woody yang maskulin namun ada kesan wangi apel yang manis. Entahlah ia tidak yakin dengan parfume itu, tapi sangat khas. Ia yakin parfume yang digunakan Erlan dari parfume yang terbaik di kelasnya. Kinan juga merasakan hembusan nafas Erlan berada di lehernya, jujur itu membuatnya merinding sekaligus penasaran, seperti apa rasanya berada dikehangatan yang sama.

“Oke, nanti print dua rangkap, antar ke ruangan saya,” ucap Erlan pada akhirnya, ia menjauhi diri dari tubuh Kinan.

“Baik, pak.”

Kinan bersyukur akhirnya Erlan menjauh darinya, setidaknya jantungnya tidak berdegup kencang seperti tadi. Kinan menarik nafas panjang, ia mengeprint proposal itu dengan dua rangkap. Kinan masukan hasil proposal itu ke dalam map plastik. Lalu ia melangkahkan kakinya menuju ruangan Erlan.

***

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY