Segara wanita 29 tahun itu masuk ke dalam rumah, dan bersiap-siap untuk berangkat ke rumah sakit.
Daniah atau biasanya di sapa Nia itu, sudah hampir delapan tahun menikah dengan Arvan, kehidupan rumah tangga mereka selama ini adem ayem, tak pernah ada masalah yang serius. Mereka saling melengkapi, hanya saja selama mereka menikah, sampai detik ini mereka belum dikaruniai seorang anak.
Berbagai upaya sudah mereka lakukan, konsultasi ke beberapa Dokter khusus kandungan. Namun, seperti Tuhan belum mempercayai mereka.
Jujur saja Nia merasa bukan wanita sempurna, menganggap jika dirinya itu cacat, tidak bisa memberikan keturunan pada suaminya itu. Padahal selama ini Arvan tidak pernah mempersalahkan semua itu.
"Mas, bagaimana kalau selamanya aku tidak bisa memberi kamu anak?" tanya Nia kala itu, di saat Nia merasa bahwa dirinya berada di titik terendah. Mengingat, jaman sekarang, banyak laki-laki yang nekat. Nia hanya takut, takut jika memang selamanya ia tidak akan pernah bisa memberikan anak pada suaminya itu, walau pun Dokter tidak mengatakan bahwa dirinya itu mandul, hanya saja rahimnya itu lemah. Dan mengakibatkan Nia susah hamil. Bagiamana jika Arvan menikah lagi? Jika Nia benar-benar tidak bisa hamil.
"Bagaimana apanya sayang?" Saat itu Arvan menatap Nia penuh tanda tanya, ia tidak mengerti maksud pertanyaan istrinya itu.
"Mas, aku takut. Takut jika kamu berpaling dari aku. Karna aku tidak bisa memberikan kamu seorang anak," jelas Nia. Nia saat itu tidak bisa menahan air matanya. Nia tidak bisa membayangkan jika semua itu terjadi.
Namun saat itu Arvan malah tertawa, lalu dia menarik Nia kedalam pelukannya, mengusap punggung istrinya itu dengan lembut.
"Dengar sayang, sampai kapan pun aku tidak akan pernah berpaling dari kamu. Aku sangat mencintai kamu Nia. Untuk anak, aku tidak terlalu mempersoalkan hal itu, di kasih ya Alhamdulillah, tidak pun tidak apa-apa. Aku menikahi kamu bukan ingin punya anak sayang, tapi aku ingin hidup bersama kamu selamanya. Sudah jangan terlalu memikirkan hal itu, kita berserah saja pada yang Maha Kuasa, jika memang waktunya sudah tiba, semuanya pasti akan indah pada waktunya." Arvan mendaratkan kecupan di kening istrinya.
"Terima kasih Mas. Aku juga sangat mencintai kamu, jangan pernah tinggalin aku ya Mas." Nia mengeratkan pelukannya pada laki-laki yang berstatus sebagai suaminya itu.
Nia tersadar dari lamunannya, mengingat moment-moment sedih dan bahagia bersama suaminya itu. Nia merasa sangat beruntung mempunyai suami seperti Arvan.
Dia sangat pengertian, penyayang, di mata Nia, Arvan adalah suami yang paling sempurna.
Nia menatap pantulan dirinya di depan cermin besar yang ada dihadapannya itu. Kini ia sudah terkenal sangat rapi dan cantik.
Hari ini Nia akan pergi ke Rumah Sakit, ia sudah membuat janji dengan Dokter Sonya. Dokter Sonya adalah Dokter spesialis kandungan. Sudah 3 bulan ini, Nia sering berkonsultasi dengan Dokter itu.
Memang Nia memang sudah berserah kepada sang pencinta, masalah dia yang sampai saat ini belum dikaruniai anak itu. Di setiap sujudnya Nia selalu berdoa dan meminta agar segara diberikan mahkluk kecil yang lucu itu. Tapi, bukankah berdoa saja tidak cukup, berdoa harus disertai dengan berusaha. Dan inilah bagaian usaha atau ikhtiar Nia. Melakukan konsultasi dengan Dokter Sonya.
Nia bergegas keluar dari rumah itu, ia menuju mobil. Sebelum melajukan mobilnya, Nia terlebih dahulu mengirimkan pesan pada Arvan-suaminya. Jika ia hari ini akan pergi ke Rumah Sakit menemui Dokter Sonya.
Usai mengirimkan pesan pada suaminya itu, Nia pun langsung melajukan mobilnya menuju Rumah Sakit, tanpa menunggu balasan pesannya dari Arvan. Karna Nia tahu, Arvan tidak pernah memegang ponsel jika di kantor. Yang terpenting Nia sudah mengabarinya, Nia rasa itu tidak masalah.
Nia melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, butuh waktu sekitar satu jam sampai di tempat tujuan itu.
Sesampainya di sana, Nia langsung menuju ruangan Dokter Sonya.
"Siang Dok," ucap Nia saat memasuki ruangan tersebut.
"Siang Bu Nia, silahkan duduk." sahut Dokter Sonya dengan ramah.
Nia pun mengangguk, lalu duduk di kursi yang ada di hadapan meja Dokter Sonya.
"Apa kabar Bu Nia?" lanjut Dokter Sonya.
"Baik Dok," jawab Nia.
Setalah itu mereka pun berbincang mengenai kondisi Nia. Setalah banyak hal yang Dokter Sonya sampaikan dan Nia pun sudah memahaminya. Wanita itu pun berpamitan kepada Dokter Sonya.
"Baiklah kalau begitu saya permisi ya Dok," pamit Nia.
"Iya Bu Nia, semoga ikhtiar Bu Nia selama ini membuahkan hasil."
"Terima kasih, Dok. Mari..." Nia pun berlalu keluar dari ruangan tersebut.
Senyuman Nia sekitar redup, lagi dan lagi, tidak ada perkembangan. Nia menghelai nafas beratnya. Kenapa sulit sekali? Melihat orang-orang diluar sana, mereka terlihat mudah mendapatkan malaikat kecil itu.
Nia pun memutuskan untuk langsung pulang, karna hari sudah mulai sore, perjalanan juga lumayan jauh, apa lagi di sore hari jalanan bisanya cukup ramai, tak jarang juga macet. Nia harus capat sampai rumah, sebelum suaminya pulang dari kantor.
Brugh!
"Maaf..." ucap seorang wanita yang baru saja menabrak tubuh Nia. Nia tidak menjawab, Nia malah menatap benda pipih yang tergelatak di bawah kakinya.
"Maaf, saya tidak sengaja Mbak," ucap wanita itu lagi, tangannya terlihat mengambil ponselnya yang tergelatak di dekat kaki Nia.
"Mbak..." panggil wanita itu lagi.
"Eh iya Mbak," sahut Nia.
"Maaf saya tadi gak sengaja, saya jalan buru-buru gak liat jalan, sampai-sampai saya menabrak Mbak." sesal wanita itu.
"Tidak apa-apa Mbak. Lagian saya baik-baik aja kok. Oh iya ponsel Mbak-nya gak apa-apakan? Tadi jatuh cukup keras juga lho?" tanya Nia.
"Tidak Mbak," jawab wanita itu, namun wajahnya terlihat gelisah, matanya masih menatap layar ponsel yang ada di tangannya.
"Mbak kenapa?" Entah kenapa Nia merasa penasaran dengan wanita yang berbalut hijab itu, apa lagi melihat wajahnya, sepertinya wanita itu sedang dalam masalah.
"Saya enggak apa-apa Mbak. Ini saya cuman mau telepon suami saya, tapi dari tadi gak diangkat-angkat." jawabnya.
"Anak saya masuk rumah sakit, dia harus segara di operasi," lanjut wanita itu.
"Astagfirullah... emangnya sakit apa Mbak anaknya kok sampe mau di operasi?" Entah mengapa Nia merasa sangat kesahihan pada wanita itu, apa lagi ia menceritakan kondisi anaknya.
"Usus buntu Mbak. Saya bingung," keluhnya.
"Lho kok bingung Mbak? Kenapa tidak langsung di lakukan saja, kasian anaknya."
"Iya saya juga maunya begitu. Tapi..." Wanita itu terlihat ragu untuk melanjutkan ucapannya.
"Tapi kenapa Mbak?"
"Dompet saya ketinggalan di rumah Mbak, sedangkan admistrasi harus segara dilakukan sekarang. Saya coba telepon suami saya, minta buat transfer uang untuk biayanya, tapi tidak diangkat-angkat. Kalau saya pulang dulu itu tidak mungkin, karna jarak ke rumah lumayan jauh, sedangkan di sini anak saya tidak ada yang menunggu," jelas wanita itu.
"Ya sudah ayo kita ke pihak admistrasi Mbak, biar saya yang bayar," agak Nia.
"Enggak Mbak, gak usah. Biar nanti saya tunggu suami saya saja," tolaknya.
"Mbak! Mau sampai kapan? Kasian anaknya, tadi Mbak bilang sendirikan kalau Mbak telepon dia gak diangkat-angkat. Ayo Mbak." Tanpa menunggu persetujuan,Nia langsung menarik tangan wanita itu.
"Tapi Mbak, Kitakan tidak saling mengenal. Aku tidak mau merepotkan Mbak," protesnya mencoba mencegah Nia, namun Nia tidak menghiraukannya. Hingga akhirnya sampai di tempat administrasi.
Nia langsung melunasi biaya administrasi anak wanita itu.
"Mbak, terima kasih..." ujar wanita itu seraya menghambur memeluk Nia. Nia membalas pelukannya. Terdengar isakkan tangis dari wanita tersebut.
"Sama-sama Mbak. Kita sebagai manusia memang diwajibkan untuk saling menolong bukan?"
Lalu mereka pun melepaskan pelukannya.
Wanita itu terlihat menganggukkan kepalanya pelan, lalu tersenyum.
"Terima kasih banyak Mbak. Padahal kita gak saling kenal, tapi Mbak mau bantu saya. Oh iya saya janji akan segara membayar uang Mbak. Boleh saya minta nomer rekening sama nomer ponsel Mbak?"
"Boleh." Nia pun memberikan nomer ponselnya serta nomer rekeningnya itu pada wanita tersebut.
"Sekali lagi terima kasih ya Mbak. Saya akan segara mengganti uang Mbak. Nanti saya akan hubungi Mbak secepatnya. Oh iya, kenalkan saya Ayu." Wanita itu mengulurkan tangannya kepada Nia. Nia membalas uluran tangan wanita itu dengan senang hati.
"Saya Nia. Semoga operasi anak Mbak dilancarkan ya. Maaf saya gak bisa nemenin Mbak dan liat anak Mbak, soalnya saya harus cepat pulang, suami saya sudah menunggu saya di rumah," ucap Nia berpamitan padanya.
"Iya Mbak, tidak apa-apa. Sekali lagi saya ucapkan terima kasih banyak untuk Mbak."
"Iya Mbak, saya duluan ya."
"Iya Mbak Nia, hati-hati ya."
Nia pun segara berlalu dari sana, menuju mobilnya dan melajukan mobil meninggal Rumah Sakit tersebut.