Kisah asmara para guru di sekolah tempat ia mengajar, keceriaan dan kekocakan para murid sekolah yang membuat para guru selalu ceria. Dibalik itu semua ternyata para gurunya masih muda dan asmara diantara guru pun makin seru dan hot.
Kisah asmara para guru di sekolah tempat ia mengajar, keceriaan dan kekocakan para murid sekolah yang membuat para guru selalu ceria. Dibalik itu semua ternyata para gurunya masih muda dan asmara diantara guru pun makin seru dan hot.
"Assalamualaikum, Pak. Ada tamu."
"Lah. Suruh masuk toh, Bu."
__-__
"Assalamualaikum, Pak."
"Waalaikum salam. Jadi ini toh yang dibilang Pak Hendra ada yang mau magang."
"Pak Hendra itu siapa ya, Pak?"
"Itu, Tata Usaha."
"Bukannya TU nya itu Bu Sinta, Pak."
"Yo sama saja, TU nya kan ada dua. Jadi nama kamu siapa?"
"Saya Jaka, pak."
"Oalah, saya Bapak Sulaiman, Kepala Sekolahnya. Panggil saya Pak Sulai saja, asal jangan Sule. Kalo panggil Sule tak jewwer kupinge."
"Ii, iyaa, Pak."
Hari ini, gw datang ke sekolah yang akhirnya menerima lamaran kerja Gw. Setelah mencari ke beberapa sekolah SD sederajat di sekitar rumah gw, akhirnya gw dapet juga, walaupun akhirnya dapet yang lumayan jauh.
Btw, Gw baru lulus kuliah beberapa bulan lalu, setelah sedari sekolah bercita-cita menjadi guru akhirnya Gw mengambil jurusan PGSD karena gw tergolong orang yang mudah akrab dengan anak kecil.
"Jadi, kamu tau sekolah ini darimana, Jak?" tanya Pak Sulaiman.
"Dari Bu Sinta pak, dia teman pengajian saya."
"Oh, gitu. Jadi udah kenal?"
"Belum pak, saya cuma kenal nama. Jadi waktu itu saya nanya ke guru saya, dan dia bilang ke saya kalo Bu Sinta kerja disini, jadi saya disuruh tanya ke Bu Sinta."
"Bu Sinta masih single loh, Jak."
"Terus kenapa ya pak? Hehehe" tanya Gw heran mendengar info dari Pak Sulai.
"Kamu kalo mau deketin, deketin aja. Asal jangan pacaran disini. Enggak bagus kalo diliat anak-anak."
"Hahahaha. Saya enggak mikir ke situ pak. Saya mah kerja aja dulu yang bener, kalo rejekinya udah bagus kan gampang nyarinya."
"Iya iya. Bener kamu, Jak. Nih, saya langsung aja ya kasih tau tugas-tugas kamu disini."
"Iya, Pak. Bagaimana?" tanya Gw sambil mengeluarkan sebuah buku catatan dan sebuah pulpen.
"Jadi, dua bulan yang lalu guru kelas 6 resign dari sini. Katanya ada masalah ekonomi. Akhirnya, guru kelas 4 yaitu Bu Nisa yang menggantikan. Dan karena kosong, kelas 4 kami carikan guru pengganti, dan sebulan yang lalu Bu Farhah masuk menggantikan Bu Nisa menggajar di kelas 4. Jadi tugas kamu adalah ... "
Gw mendengarkan dengan seksama dan bersiap untuk menulis.
" ... Kamu membantu Bu Farhah, karena dia kan guru baru. Walaupun sama-sama baru, seenggaknya kamu harus membantunya karena juga dia lagi belajar sama guru-guru yang lain. Terus, ini yang utama nih. Kamu bantu Bu Nisa di kelas 6, karena kan sebulan lagi sudah akan USMBN, kelas 6 lagi sibuk-sibuknya nih. Kamu bantu back up yah, segala sesuatu yang dikerjakan Bu Nisa kamu bantu, jadi kan kerjanya berdua, enggak kerasa capeknya."
"Siap pak. Sudah saya catat dan akan saya kerjakan."
"Yasudah, kamu temui Bu Nisa di kelas 6 sana, kalau enggak ada mungkin lagi di ruang guru."
"Baik pak, saya permisi." Gw bangkit dari sofa dan meninggalkan ruang kepala sekolah.
_____-–_____
Sebelumnya, izinkan gw untuk menggambarkan sekolah ini. Jadi, sekolah ini adanya di perkampungan penduduk, lumayan padat tapi tidak kumuh. Dan juga sedikit jauh dari jalan alternatif jadi lumayan sulit ditemukan. Gedung ini mempunyai dua lantai. Lantai pertama ada Ruang Kelas 1, 2A dan B serta Kelas 3 berjejer. Dan dipojoknya adalah WC Siswa Laki-laki, Perempuan dan WC Guru, lalu ada jalan kecil untuk masuk ke Kamar Petugas Kebersihan. Ada juga Lapangan untuk Upacara dan Olahraga, tapi bedanya adalah lapangannya tidak tembus ke langit, karena dibagian atasnya terdapat Lantai 2, maklum keterbatasan lahan. Dan juga ada Kantin diseberang WC. Di depan pintu masuk kantin terdapat tangga untuk menuju lantai dua.
Nah, di Lantai Dua ini yang paling enak menurut Gw. Enggak tau kenapa, mungkin karena ada Pantry nya dan di pojok ada tempat guru laki-laki untuk ngerokok. Jadi gini, setelah kita naik tangga ke lantai dua, di depan kita langsung terdapat Ruang Kelas 4, 5 A dan B serta Kelas 6 berjejer ke arah kanan. Di sebelah kiri kelas 4 itu ada Pantry seperti yang gw bilang tadi. Isinya, ya alat-alat dapur untuk guru dll ngeteh atau ngopi sekedar untuk bersantai. Nah, kalo kita masuk ke Pantry, disana ada pintu 2 yang bisa ditutup setengah badan. Disana tempat terbuka untuk guru merokok, jadi bisa ngerokok tanpa ketahuan murid. Didepan pantry ada Ruang Guru dan Tata Usaha, disela oleh Tangga, lalu Ruang Kepsek. Disamping Ruang Kepsek ada Aula yang juga dipakai sebagai Musholla untuk anak-anak melaksanakan Sholat Dzuhur berjamaah. Dan dipojok ujung lorong terdapat gudang. Begitu lah tadi sedikit room tour yang diberikan Bu Sinta sambil kami berjalan menuju Ruang Kepala Sekolah.
_____-–_____
*tok tok tok
"Assalamualaikum." Gw ketuk pintu kelas 6 untuk menemui Bu Nisa.
Tidak ada jawaban, gw memberanikan diri untuk melongok sedikit ke dalam kelas. Ya, itu ada Bu Nisa yang sedang sibuk fokus di depan laptopnya. Sebagai penggambaran, dia nampak seperti mamah-mamah muda dengan seragam guru yang nampak pas dengan dia. Sedikit lipatan pinggang terlihat, wajar sajalah bila sedikit gemuk. Tapi itu tidak menutup kecantikan wajahnya yang terlihat seperti muka orang arab itu. Dan toket, besar mengguntai. Gw yakin kalo dipegang pasti empuk kayak Squisy.
*Tok tok tok
"Assalamualaikum, Bu Nisa?"
"Eh, iyaa. Masuk." Bu Nisa nampak kaget karena konsentrasinya dipecahkan oleh pemuda yang akan membantu menyelesaikan pekerjaannya itu.
"Ini bu, saya ... "
"Jaka kan?" Dengan cepat Bu Nisa melanjutkan kalimat yang akan Gw ucapkan.
"Jadi, kamu disuruh Pak Sulai bantuin saya kan yah?" lanjutnya.
"Iya bu. Jadi, bantuin apa yah??"
"Saya sih enggak tau mau nyuruh kamu apa. Cuman ini, saya bingung nih." kata Bu Nisa sambil menggeser laptopnya agar Gw bisa melihat apa yang dia sedang kerjakan.
"Ada apa bu?"
"Saya kan disuruh masukin nilai anak kelas 6 dari mereka masih kelas 4. Dan kemarin saya udah minta Pak Hendra masukin data identitas anak-anak, tapi pas saya buka, entah kepencet apa jadi rusak semua rumusnya. Terus kan saya minta backupnya ke Pak Hendra, tapi dia bilang enggak nyimpen, soalnya disimpen langsung ke flashdisk saya. Terus saya minta tolong masukin lagi dianya kayak begitu, enggak mau gitu. Akhirnya ini saya kerjain sendiri manual semuanya." Bu Nisa menceritakan detail alasan mengapa ia tadi sangat fokus ke layar laptopnya.
"Ohh, kalo ini mah bu saya bisa."
"Ehh, bener kamu bisa??!!" tanya Bu Nisa dengan nada penuh harap.
"Iya bu, tapi kita mesti masukin rumusnya ke tiap-tiap cell ke tiap-tiap sheet."
"Yaudah ayo kita kerjain."
Saat itu, hampir semua anak-anak sudah meninggalkan sekolah. Tetapi beberapa guru masih ada yang mengerjakan pekerjaan di sekolah. Gw dan Bu Nisa sedang duduk berdua di kelas 6 mengerjakan pekerjaannya yang dia sebut-sebut sebagai aplikasi penilaian itu. Dan sambil mengerjakan, kami pun terlibat obrolan untuk saling mengenal satu sama lain.
"Itu, Jaka. Kelewat satu."
"Oh iya bu, yang ini ya?"
"Iya tuh. Kamu bisa komputer, Jak?"
"Lumayan bu, basic mah bisa. Asal jangan mentang-mentang bisa sedikit dikira bisa semua ajah. Hahaha."
"Ya seenggaknya bisa gitu. Kamu kuliah kan, Jak?"
"Iya bu, baru lulus bulan lalu."
"Ohh, bagus bagus. Akhirnya ada lagi generasi muda yang mengajar disini"
" .... " Gw tetap mengerjakan aplikasi itu, karena bingung mau jawab apa.
"Rumah kamu dimana, Jak?"
"Enggak jauh setelah mall situ, Bu. Ibu tau ga?"
"Oalah, deket rumah Bu Farhah itu. Kesanaan dikit itu rumah saya."
"Bu Farhah guru baru ya, Bu? Yang gantiin ibu di kelas 4?"
"Iya. Dia bagus tuh kerjanya, semua guru gantian diminta ajarin segala macamnya biar dia cepet ngerti. Dia juga suka bawain guru-guru kue buat sarapan, bikinan ibu nya katanya."
"Tapi saya belum ketemu dia bu tadi."
"Nanti aja kalo kamu mau pulang juga palingan dia lagi di Ruang Guru."
"Tiap hari sore terus tuh bu pulangnya?"
"Iya tuh anak. Salut saya sama dia. Nanti deh saya kenalin sama dia. Cantik loh anaknya, kalem enggak ganjen kayak Muti."
"Muti siapa, Bu?"
"Itu, guru kelas 5B."
"Saya belum kenal, Bu. Hehehe."
"Jadi, yang udah kamu kenal disini siapa aja?"
"Bu Sinta, Pak Sulai sama ibu."
"Tapi tadi papasan sama yang lain gak?"
"Kayaknya sih, tapi enggak tau itu guru atau bukan."
"Yaudah, nanti saya kenalin deh."
Segala rumus yang rusak di Aplikasi Penilaiannya sudah Gw perbaiki. Akhirnya, kelar juga. Gw kira bakalan lama, ehh enggak taunya sebentar. Di samping Gw Bu Nisa sedang mengabari suaminya.
"Bu ... "
"Kenapa, Jak." tanya Bu Nisa karena tadi dia sedang mengabari suaminya bahwa dia akan pulang agak sore untuk menyelesaikan pekerjaannya. Jadi dia meminta untuk menjemput sekitar jam 5 nanti. Begitulah kira-kira isi chat yang tadi Gw intip.
"Ini udah rapih." kata Gw sambil menggeser laptopnya agar ia bisa melihat hasil pekerjaan Gw.
"Ehh, iya. Makasih ya, Jak." kata dia tersenyum menatap laptopnya.
"Kan udah jadi tugas saya bu bantuin ibu sama Bu Farhah."
"Ehh, iya. Yuk ke Ruang Guru. Biar saya kenalin kamu ke guru-guru yang lain."
Bu Nisa mematikan laptopnya, Gw pun membantu mencabut charger laptop dan membantu menggulung kabelnya. Lampu, AC, Bu Nisa matikan. Sudah menjadi kewajiban untuk para guru melakukan hal itu bila meninggalkan ruangan.
Dari belakang, Gw bisa melihat bentuk pantatnya Bu Nisa yang aduhaii. Sebenernya badannya tuh biasa aja, enggak gendut, enggak langsing juga. Cuma agak berisi. Montok, cuma enggak ditonjolin kemontokannya. Tapi sampe sini gw enggak ada niat apa-apa sama Bu Nisa, orangnya baik kok. Asik dahh lebih tepatnya.
"Assalamualaikum." ucap Bu Nisa memasuki Ruang Guru.
"Waalaikumussalam."
"Nih, Jak."
"Waalaikumussssss salaaamm." terdengar suara jawaban salam. Beda, ini beda dengan yang tadi. Tadi terdengar sangat lemah lembut, yang ini terdengar sangat ceria.
"Mut, jaga sikap ih ada perjaka nih."
"Ehh, ... " ketika aku masuk, Gw melihat ada dua perempuan. Yang satu sedang duduk menghadap laptopnya, dan yang satu lagi membalikkan badannya ke arah kaca dan membenarkan jilbabnya.
"Assalamualaikum, akhi." sapa wanita yang menyisipkan jilbabnya menutupi hidung dan mulutnya agar menjadi seperti cadar sambil melakukan salam jarak jauh yang Gw yakini ia adalah Muti. Dan satu lagi, yang sedang fokus didepan laptopnya Gw yakin adalah Farhah.
"Hahahaha. Tuh, bener kan. Muti tuh yang anaknya genit. Kalo ini Farhah, kalem kan."
"Ya setiap orang kan beda-beda, Bu. Jangan dibanding-bandingin gitu juga. He-he-he." jawab gw sekenanya.
"Subhanallah, akhi. Kamu baik sekali belain aku." kata Muti dengan senyum rayunya. Farhah juga ku liat dia tersenyum ke Gw.
"Hahaha, bukan apa-apa kok."
"Muti, Farhah, ini kenalin guru bantu kita, Pak Jaka. Baru masuk sehari udah saya repotin tadi. Hahahaha." kata Bu Nisa memperkenalkan Gw ke Muti dan Farhah.
"Jaka udah ada yang punya beluuum?" tanya Muti sekenanya.
"Ehh,, hahh??,, Belumm, heheh."
"Tuh Bu Farhah juga belum. Siapa tau kalian jodoh." oceh Muti sesukanya. Emang nih guru satu ember banget mulutnya. Belum pernah diyasinin kali nih yaa.
"Wusss, Muti. Orang baru banget kenalan udah digituin aja. Malu atuh Jakanya." kata Bu Nisa menegur Muti.
"Lah, gapapa toh, Bu. Siapa tau mereka jodoh. Lagipula Bu Farhah juga enggak keberatan tuh digodain. Hahahaha."
"Hehh, kenapa?? Aku lagi fokus nih, maaf enggak nyimak obrolan kalian." ucap Farhah yang mulai bergabung dalam room chat nyata kami.
"Katanya Jaka suka sama kamu tuh, Far." ucap Muti.
"HAHH??!!" Jaka dan Farhah kaget bersamaan.
"Muti!! Kamu kok orang baru sehari disini udah diisengin ajaaaa." kata Bu Nisa.
"HAHAHAHAHA." tawa Muti.
"Ohh, jadi ini Pak Jaka ya??" tanya Farhah.
"Iya, Bu. Saya jadi guru bantu disini. Tadi siang ditugasi sama Pak Sulai untuk membantu tugas-tugas Bu Nisa sama ... "
" ... sama kamu, Far." kata Bu Nisa melanjutkan.
"Ohh, iya. Tadi aku dibilangin sama Pak Sulai kalo aku bakal dibantu sama guru baru. Jadi tolong yah, soalnya aku harus mengejar ketertinggalan aku disini." ucap Farhah.
"Iya bu, akan saya bantu." jawab Gw.
"Aseeekkkk,, jadi deket dah nih,,, *aduhhhh." ucap Muti yang seketika itu langsung disambut oleh pulpen yang dilemparkan oleh Bu Nisa.
"Kamu ini ya, Mutiii!!" ucap Bu Nisa.
____-–_____
"Yah, udah jam 4. Aku harus pulang nih, udah kesorean." ucap Muti kala itu. Memang, waktu telah menunjukkan pukul 16:15. Tidak terasa waktu berjalan cepat disaat aku mengobrol dengan mereka semua.
Muti yang merupakan guru kelas 5 itu memang sangat asik, tetapi mulutnya juga lupa kalau dia adalah seorang guru. Baginya, dia akan menjadi seorang guru saat di dalam kelas dan saat berada diantara murid-muridnya. Sedangkan disaat-saat seperti ini, dia adalah sosok wanita riang yang akan selalu membuat suasana hati orang disekitarnya ceria.
Farhah, sosok wanita alim yang sangat lembut. Dia jarang berbicara, dan lebih banyak tersenyum. Tingginya Gw taksir kira-kira 150an cm. Terlihat chubby dengan wajah cantiknya itu. Senyumnya juga manis, mungkin bakal selalu bisa jadi mood booster kalau melihat senyumannya.
"Aku balik duluan ya, semuanya." ucap Muti sambil dia membereskan meja kerja.
"Iyaa." jawab Gw.
"Iya, kak. Hati-hati." ucap Farhah.
"Kamu bawa motor, Mut?" tanya Bu Nisa
"Bawa, Mams. Kenapa?"
"Kalo enggak bawa nih dianterin sama Jaka aja."
"Jangan, Mams. Dia kan buat Farhah. Masa saya ngerebut gitu aja sihh. Hahaha."
"Ihh, apa-apaan." protes Farhah
"Udah, kamu mah bikin orang malu aja. Gihh, sana." suruh Bu Nisa.
"Dadaaaaa, assalamualaikum." ucap Muti sambil melangkahkan kaki keluar dari pintu Ruang Guru.
"Wa'alaikum salam." jawab kami berbarengan.
"Terus kalian kapan pulangnya?" tanya Bu Nisa
"Ini aku dua soal lagi." jawab Farhah.
"Kamu bikin soal ulangan, Far?"
"Iya nih, Bu. Buat UH3 besok."
"Ohh, kalo kamu Jak?"
"Kenapa, Bu?"
"Kapan mau pulangnya?"
"Nungguin ibu sama Bu Farhah pulang. Enggak enak kalo saya duluan."
"Yeh, gak usah gitu. Tapi gapapa sih, temenin kita disini. Hahahaha."
"Yeayy, selesai." ucap Farhah
"Wih, udah? Terus pulang dong?" tanya Bu Nisa
"Iya, Bu. Ayuk kita pulang." ajak Bu Farhah
Lalu kami bertiga turun san pindah menuju ke depan kelas 2A, menunggu ojol yang dipesan Bu Farhah dan suami Bu Nisa datang menjemput. Tolakan, itu yang Gw dapat saat Bu Nisa menawarkan Farhah agar Gw antarkan pulang. Takut ngerepotin katanya, padahal rumah kami terbilang dekat.
"Tuh ojol saya kali ya, Bu?" tanya Bu Farhah.
"Iya, mungkin. Coba kamu lambai-lambai." suruh Bu Nisa.
"Siti Farhah?" tanya Abang Ojol mengkonfirmasi bahwa itu adalah customernya.
"Iya mas, bener."
Lalu Abang Ojol itu memberikan helm kepada Farhah untuk dipakainya.
"Bu Nisa, Jaka, aku duluan ya. Assalamualaikum." ucap Farhah.
"Wa'alaikum salam." jawab kami berdua.
Lalu Abang Ojol itu pergi meninggalkan kami berdua, pergi mengantarkan penumpang ke tempat tujuannya.
"Ibu masih lama?" tanya Gw ke Bu Nisa.
"Gak tau nih, susah dihubungin. Udah di jalan mungkin."
"Padahal kan dari tadi ya."
"Iya nih. Suami ku gimana sih."
Tiba-tiba suara notifikasi WA Bu Nisa masuk, dari MyHubby Gw lihat. Gw curi-curi pandang ke layar hp itu, sedikit tulisan terlihat.
" ... nggak bisa jemput." tulis Suaminya.
" ... dari tadi. Terus gimana ... " jawab Bu Nisa.
" ... naik ojol ... bayarin." tulis Suaminya lagi.
"Ahh, ... jemput ... begini." tulis Bu Nisa.
"Yaudah, ... sana." tulis Suaminya.
Dari potongan chat yang sedikit terbaca itu, aku menebak kalo suami Bu Nisa tidak bisa menjemputnya dan menyuruhnya untuk naik ojol saja.
"Suamiku enggak bisa jemput, ada urusan katanya."
"Lah, ibu udah tungguin dari tadi kan, kok baru ngabarin sekarang?" tanya Gw.
"Emang gitu orangnya. Biarin lah."
"Yaudah, Bu. Ayo saya anter."
"Ehh, gak usah lah saya sama ojol aja. Ngerepotin kamu tau, udah tadi saya repotin masa ngerepotin lagi."
"Gapapa bu, tugas saya kan bantuin ibu. Nganter pulang juga kan bagian dari bantuin ibu. Hehehe."
"Tapi bener gapapa?"
"Iya bener bu.".
"Yaudah deh, hayuk."
Singkat cerita, akhirnya telah sampai ke rumah Bu Nisa. Rumahnya lumayan jauh, tapi bisa dibilang deket juga dari rumah Gw. Kira-kira 15 menit waktu tempuhnya. Rumahnya berukuran sedang, terlihat rapih tapi agak berantakan. Ulah suaminya katanya. Selama perjalanan, dia cerita kalau suaminya itu dulu pengusaha penjual pakaian di Tanah Abang. Tetapi setelah ada penggusuran waktu jaman gubernur Ahok, dia jadi bangkrut dan jadi sering berjudi dan mabuk-mabukan. Segala cara udah Bu Nisa lakukan agar suaminya kembali ke jalan yang benar, tetapi nihil hasilnya.
"Yaudah, ibu yang sabar ya. Ibu harus tetep semangat membawa suami ibu ke jalan yang benar lagi." ucap gw menenangkan Bu Nisa.
"Iya, Jaka. Makasih banyak ya. Udah dianterin, jadi tempat curhat juga.
"Ahh, gapapa bu. Kan biar tambah kenal biar kerjanya enak. Hahaha."
"Ini, Jak. Buat jajan." Bu Nisa memberi uang 50 ribu untuk Gw.
"Ehh, jangan begini Bu. Nanti saya jadi sering nganterin. Hahaha." kata Gw untuk membercandainya.
"Ya bagus dong, saya jadi sering curhat. Hahahaha." timpalnya.
"Tapi beneran, Bu. Enggak usah."
"Ehh, jangan gitu. Anggap aja perkenalan."
"Ihh, udah enggak usah. Saya langsung pulang ya, Bu. Assalamualaikum." kata Gw langsung menyalakan motor dan siap untuk pergi
"Ihh, nih anak ya." tiba-tiba Bu Nisa langsung memasukkan uang itu ke dalam kantung celana Gw. Tapi mungkin karena Gw sedang berdiri untuk memundurkan motor, jadi tangan Bu Nisa menyentuh kontol Gw..
"Ehh, kena itu. Maaf ya, Jak." kata Bu Nisa.
"Tuh kan, ibu. Dibilang enggak usah, malah jadi dapet rejeki tambahan."
"Abis kamunya dikasih malah nolak terus."
"Yaudah deh saya terima. Terimakasih banyak ya, Bu. Nanti kalo gini sayanya jadi ketagihan tau."
"Kegihan dikasih uang atau dipegang nih?? Hahahaha."
"Anjirr, dia malah mikir kesitu. Malu Gw jadinya kan." pikir Gw dalam hati.
"Ehh, ibu. Saya langsung pulang ya. Terimakasih banyak, assalamualaikum."
"Waalaikum salam. Hati-hati, Jak."
Bersambung
Kisah seorang ibu rumah tangga yang ditinggal mati suaminya. Widya Ayu Ningrum (24 Tahun) Mulustrasi yang ada hanya sebagai bentuk pemggambran imajinasi seperti apa wajah dan bentuk tubuh dari sang pemain saja. Widya Ayu Ningrum atau biasa disapa Widya. Widya ini seorang ibu rumah tangga dengan usia kini 24 tahun sedangkan suaminya Harjo berusia 27 tahun. Namun Harjo telah pergi meninggalkan Widy sejak 3 tahun silam akibat kecelakaan saat hendak pulang dari merantau dan karna hal itu Widya telah menyandang status sebagai Janda di usianya yang masih dibilang muda itu. Widya dan Harjo dikaruniai 1 orang anak bernama Evan Dwi Harjono
Tinggal di sebuah kampung pedesaan di daerah Cianjur, JawaBarat. Membuat dia masih polos karena jarang bergaul dengan teman sebayanya, dari sebelum menikah sampai sekarang sudah menikah mempunyai seorang suami pun Sita masih tidak suka bergaul dan bersosialisasi dengan teman atau ibu-ibu di kampungnya. Sita keluar rumah hanya sebatas belanja, ataupun mengikuti kajian di Madrasah dekat rumahnya setiap hari Jum'at dan Minggu. Dia menikahpun hasil dari perjodohan kedua orangtuanya. Akibat kepolosannya itu, suaminya Danu sering mengeluhkan sikap istrinya itu yang pasif ketika berhubungan badan dengannya. Namun Sita tidak tahu harus bagaimana karena memang dia sangat amat teramat polos, mengenai pergaulan anak muda zaman sekarang saja dia tidak tahu menahu, apalagi tentang masalah sex yang di kehidupannya tidak pernah diajarkan sex education. Mungkin itu juga penyebab Sita dan Danu belum dikaruniai seorang anak, karena tidak menikmati sex.
Pelan tapi pasti Wiwik pun segera kupeluk dengan lembut dan ternyata hanya diam saja. "Di mana Om.. ?" Kembali dia bertanya "Di sini.." jawabku sambil terus mempererat pelukanku kepadanya. "Ahh.. Om.. nakal..!" Perlahan-lahan dia menikmati juga kehangatan pelukanku.. bahkan membalas dengan pelukan yang tak kalah erat. Peluk dan terus peluk.. kehangatan pun terus mengalir dan kuberanikan diri untuk mencium pipinya.. lalu mencium bibirnya. Dia ternyata menerima dan membalas ciumanku dengan hangat. "Oh.. Om.." desahnya pelan.
Billy melepas Rok ku, aku hanya bisa menggerakan kaki ku agar Billy lebih mudah membuka Rok ku, sehingga Rok ku terlepas menyisakan celana pendek dan CD di dalamnya. Lalu Billy melepas celana pendek ku dan pahaku terpampang jelas oleh Billy, paha putih mulus tanpa cacat. Billy lulu menelusuri pahaku. Aku hanya bisa menikmati dengan apa yang billy lakukan padaku.
Kemudian Andre membuka atasannya memperlihatkan dada-nya yang bidang, nafasku makin memburu. Kuraba dada-nya itu dari atas sampah kebawah melawati perut, dah sampailah di selangkangannya. Sambil kuraba dan remas gemas selangkangannya “Ini yang bikin tante tadi penasaran sejak di toko Albert”. “Ini menjadi milik-mu malam ini, atau bahkan seterusnya kalau tante mau” “Buka ya sayang, tante pengen lihat punya-mu” pintuku memelas. Yang ada dia membuka celananya secara perlahan untuk menggodaku. Tak sabar aku pun jongkok membantunya biar cepat. Sekarang kepalaku sejajar dengan pinggangnya, “Hehehe gak sabar banget nih tan?” ejeknya kepadaku. Tak kupedulikan itu, yang hanya ada di dalam kepalaku adalah penis-nya yang telah membuat penasaran seharian ini. *Srettttt……
Nafas Dokter Mirza kian memburu saat aku mulai memainkan bagian bawah. Ya, aku sudah berhasil melepaskan rok sekalian dengan celana dalam yang juga berwarna hitam itu. Aku sedikit tak menyangka dengan bentuk vaginanya. Tembem dan dipenuhi bulu yang cukup lebat, meski tertata rapi. Seringkali aku berhasil membuat istriku orgasme dengan keahlihanku memainkan vaginanya. Semoga saja ini juga berhasil pada Dokter Mirza. Vagina ini basah sekali. Aku memainkan lidahku dengan hati-hati, mencari di mana letak klitorisnya. Karena bentuknya tadi, aku cukup kesulitan. Dan, ah. Aku berhasil. Ia mengerang saat kusentuh bagian itu. "Ahhhh..." Suara erangan yang cukup panjang. Ia mulai membekap kepalaku makin dalam. Parahnya, aku akan kesulitan bernafas dengan posisi seperti ini. Kalau ini kuhentikan atau mengubah posisi akan mengganggu kenikmatan yang Ia dapatkan. Maka pilihannya adalah segera selesaikan. Kupacu kecepatan lidahku dalam memainkan klitorisnya. Jilat ke atas, sapu ke bawah, lalu putar. Dan aku mulai memainkan jari-jariku untuk mengerjai vaginanya. Cara ini cukup efektif. Ia makin meronta, bukan mendesah lagi. "Mas Bayuu, oh,"
Tinggal di sebuah kampung pedesaan di daerah Cianjur, JawaBarat. Membuat dia masih polos karena jarang bergaul dengan teman sebayanya, dari sebelum menikah sampai sekarang sudah menikah mempunyai seorang suami pun Sita masih tidak suka bergaul dan bersosialisasi dengan teman atau ibu-ibu di kampungnya. Sita keluar rumah hanya sebatas belanja, ataupun mengikuti kajian di Madrasah dekat rumahnya setiap hari Jum'at dan Minggu. Dia menikahpun hasil dari perjodohan kedua orangtuanya. Akibat kepolosannya itu, suaminya Danu sering mengeluhkan sikap istrinya itu yang pasif ketika berhubungan badan dengannya. Namun Sita tidak tahu harus bagaimana karena memang dia sangat amat teramat polos, mengenai pergaulan anak muda zaman sekarang saja dia tidak tahu menahu, apalagi tentang masalah sex yang di kehidupannya tidak pernah diajarkan sex education. Mungkin itu juga penyebab Sita dan Danu belum dikaruniai seorang anak, karena tidak menikmati sex.
Kami berdua beberapa saat terdiam sejanak , lalu kulihat arman membuka lilitan handuk di tubuhnya, dan handuk itu terjatuh kelantai, sehingga kini Arman telanjang bulat di depanku. ''bu sebenarnya arman telah bosan hanya olah raga jari saja, sebelum arman berangkat ke Jakarta meninggalkan ibu, arman ingin mencicipi tubuh ibu'' ucap anakku sambil mendorong tubuhku sehingga aku terjatuh di atas tempat tidur. ''bruuugs'' aku tejatuh di atas tempat tidur. lalu arman langsung menerkam tubuhku , laksana harimau menerkam mangsanya , dan mencium bibirku. aku pun berontak , sekuat tenaga aku berusaha melepaskan pelukan arman. ''arman jangan nak.....ini ibumu sayang'' ucapku tapi arman terus mencium bibirku. jangan di lakukan ini ibu nak...'' ucapku lagi . Aku memekik ketika tangan arman meremas kedua buah payudaraku, aku pun masih Aku merasakan jemarinya menekan selangkanganku, sementara itu tongkatnya arman sudah benar-benar tegak berdiri. ''Kayanya ibu sudah terangsang yaa''? dia menggodaku, berbisik di telinga. Aku menggeleng lemah, ''tidaaak....,Aahkk...., lepaskan ibu nak..., aaahk.....ooughs....., cukup sayang lepaskan ibu ini dosa nak...'' aku memohon tapi tak sungguh-sungguh berusaha menghentikan perbuatan yang di lakukan anakku terhadapku. ''Jangan nak... ibu mohon.... Tapi tak lama kemudian tiba-tiba arman memangut bibirku,meredam suaraku dengan memangut bibir merahku, menghisap dengan perlahan membuatku kaget sekaligus terbawa syahwatku semakin meningkat. Oh Tuhan... dia mencium bibirku, menghisap mulutku begitu lembut, aku tidak pernah merasakan ini sebelumnya, Suamiku tak pernah melakukannya seenak ini, tapi dia... Aahkk... dia hanya anakku, tapi dia bisa membuatku merasa nyaman seperti ini, dan lagi............ Oohkk...oooohhkkk..... Tubuhku menggeliat! Kenapa dengan diriku ini, ciuman arman terasa begitu menyentuh, penuh perasaan dan sangat bergairah. "Aahkk... aaahhk,," Tangan itu, kumohooon jangan naik lagi, aku sudah tidak tahan lagi, Aahkk... hentikan, cairanku sudah keluar. Lidah arman anakku menari-nari, melakukan gerakan naik turun dan terkadang melingkar. Kemudian kurasakan lidahnya menyeruak masuk kedalam vaginaku, dan menari-nari di sana membuatku semakin tidak tahan. "Aaahkk... Nak....!"
Sejak kecil Naura tinggal bersama dengan asisten Ayahnya bernama Gilbert Louise Tom, membuat Naura sedari balita sudah memanggilnya "Dady". Naura terus menempel pada laki-laki yang menyandang gelar duda tampan dan kekar berusia 40 tahun. Diusianya yang semakin matang laki-laki itu justru terlihat begitu menggoda bagi Naura.
"Paman enghh sakit hmppp," rintih Shila saat Sam mulai menghujam dirinya. "Sssttt pelankan suaramu sayang, ayah dan ibumu akan dengar!" bisik Sam lirih.
Neneng tiba-tiba duduk di kursi sofa dan menyingkapkan roknya, dia lalu membuka lebar ke dua pahanya. Terlihat celana dalamnya yang putih. “Lihat Om sini, yang deket.” Suradi mendekat dan membungkuk. “Gemes ga Om?” Suradi mengangguk. “Sekarang kalo udah gemes, pengen apa?” “Pengen… pengen… ngejilatin. Boleh ga?” “Engga boleh. Harus di kamar.” Kata Neneng terkikik. Neneng pergi ke kamar diikuti Suradi. Dia melepaskan rok dan celana dalamnya sekaligus. Dia lalu berbaring di ranjang dan membentangkan ke dua pahanya.
(21+) Sangsi berat buat yang coba plagiat! Di bawah umur dikarang baca! Theresa putuskan untuk berselingkuh dengan bodyguard tampan bernama Aaron Parker. Ini semua semata dirinya lakukan demi membalas sakit hatinya pada sang suami, Charles Bosley. Sementara Sean Dalbert adalah politikus tampan asal Italia yang juga sangat menginginkan Theresa. Gairah liar Theresa membuat dua pria itu sangat tergila-gila padanya. Sean dan Aaron pun mulai bersaing untuk mendapatkan Theresa setelah Charles berhasil disingkirkan. Perebutan kekuasaan dan perang politik mewarnai kisah perjuangan Sean dan Aaron untuk mendapatkan Theresa. Lantas, siapakah yang akan berhasil mendapatkan Theresa? Apakah Aaron, si bodyguard tampan dari Organisasi EXO? Atau Sean, si politikus tampan yang sedang mencalonkan diri sebagai walikota New York? Sungguh pilihan yang sulit! Entah siapa yang akan Theresa pilih.
© 2018-now Bakisah
TOP
GOOGLE PLAY